Teysya menarik napas pelan, matanya menerawang ke arah jendela apartemen yang temaram oleh cahaya malam kota. Kelap-kelip lampu dari gedung-gedung tinggi seolah menari di balik kaca, menciptakan bayangan yang samar di wajahnya. “Aku tidak tahu apa yang kamu yakini, Jehan. Tapi aku tahu satu hal, mereka saling mencintai. Aku melihatnya sendiri. Tidak ada yang dipaksa dalam pandangan mereka. Harven dan Elle, mereka bahagia.” Jehan tidak menjawab. Hanya rahangnya yang kembali mengeras, garis tegas itu tampak kaku di bawah cahaya lampu redup. Matanya menatap jauh ke depan, ke arah yang tidak pasti, seolah menolak kenyataan yang begitu menyakitkan, kenyataan bahwa Rielle kini telah menerima Harven sebagai suaminya. “Tidak! Elle hanya mencintaiku! Elle hanya milikku!” seru Jehan tiba-tiba, sua

