“Bagaimana pekerjaanmu hari ini?” tanya Rielle pelan. Kepalanya sedikit menoleh, matanya menatap suaminya yang sedang bersandar santai di sofa sambil menonton televisi. Tangannya sibuk mengupas apel, aroma segar buah itu samar memenuhi ruang tamu. “Lumayan banyak. Aku juga harus turun ke lapangan,” jawab Harven seraya menghembuskan napas panjang. Raut wajahnya terlihat letih, garis kelelahan jelas tergambar di mata dan bahunya yang sedikit merosot. “Bagaimanapun juga, aku mulai dari kelas bawah. Jadi harus siap jalani semuanya.” Ia bersandar lebih dalam ke sofa, lalu menepuk bagian kosong di sebelahnya, isyarat sederhana agar istrinya mendekat. “Nanti dulu, aku selesain kupas apelnya,” jawab Rielle, masih serius dengan pisau kecil di tangannya. Namun alih-alih menunggu, Harven justru b

