Pagi buta itu mansion keluarga Ardhanasatya sunyi, hanya terdengar suara lembut dari sistem air terjun buatan di taman dalam dan denting sendok di cangkir kopi Hera. Rain tergeletak di sofa ruang tamu yang lebarnya bisa menampung satu tim basket dengan bantal-bantal H3rmes berserakan tak rapi. Kaus hitamnya agak naik memperlihatkan sedikit garis perutnya yang sixpack. Rambutnya berantakan, satu tangan menopang kepala, satu lagi mainin remote TV tanpa niat beneran nonton apa pun. Di seberang, Hera duduk anggun tapi santai. Tablet di tangannya menampilkan grafik hasil lab pasien, sementara jemarinya sibuk menggulir sambil menyeruput kopi. “Bos banget hidup kamu, Rain,” suara Hera terdengar dari sofa seberang, tanpa menatap adiknya. “Lagi jadi warga biasa yang cuti dari kerja rodi,” jawab

