Pandangan Rain tetap di sana, ke arah dua orang yang merobek hatinya hidup-hidup. Yang cukup buat menghancurkan semua rencana yang dia siapkan semalam. Rain akhirnya menunduk. Menarik napas panjang, pelan, nyaris seperti menahan sakit fisik. Lalu, tanpa suara, dia balik badan, masuk ke mobil. Kopi di kursi sebelah masih utuh, dingin, dengan nama “Liora yang sempat dia tulis kecil di tutup gelasnya. Dan ketika mesin mobil menyala, mata Rain masih kosong. Bibirnya hanya bergerak sedikit, seperti berbicara pada dirinya sendiri. “B3go,” gumamnya pelan. “Gue b3go banget.” Dia tertawa pendek, pahit, tanpa nada bahagia sedikit pun. “Dia bukannya cemburu sama Lily. Tapi dia emang masih cinta sama mantannya.” “…Cinta itu bullsh1t banget ternyata.” Kopi di kursi sebelah ikut berguncang kecil

