Bab 5

889 Words
"Cath." Max terkejut karena saat dia turun ke bawah, dia berpapasan dengan Catherine yang menangis. "Ada apa?" Jelas saja Max panik dan khawatir dengan keponakannya. Catherine menghapus air matanya dan tersenyum, bahkan bukannya menjawab, dia malah memeluk tubuh pamannya yang membuat Max bingung. "I'm so happy." Ucap Catherine semakin memeluk erat tubuh Max. "Why?" Max benar-benar tidak mengerti namun Catherine tidak menjawab dan malah terkekeh dan menggeleng, Catherine mencium pipi Max sebelum dia pergi ke kamarnya, namun saat Max ingin menyusulnya, Craherine malah mencegahnya. "Aku sedang bahagia, Paman, jangan menghampiriku dulu," Max merasa keponakannya benar-benar aneh dan akhirnya dia membiarkannya. Sedampainya di kamar, Catherine bahkan masih menangis, dia menangis namun juga tertawa sendiri. "Astaga! Ini terlalu membahagiakan dan aku terlalu berlebihan menanggapinya." Ucap Catherine lalu akhirnya terkekeh sendiri. Dia dengan cepat mengambil ponselnya dan menghubungi Viola jika tuhan berpihak kepadanya dan merestui cintanya. "Viola. Kau tidak akan percaya dengan apa yang bau saja au dengar." Catherine bahkan teriak namun dia kembali menangis krena kabar ini sangat bahagia. "Ada apa denganmu, Cath? Kau menangis atau tertawa? Aku tidak bisa membedakannya." Viola saja bingung dengan apa yang dia dengar ini, Catherine sedang menangis sedih, atau tertawa krena senang. "Max, Max— "Hei, yang sopan! Dia adalah pamanmu!" Viola malah memotong perkataan Catherine yang menyebut pamannya dengan nama saja. "Ck! Viola sialan! Jangan memotong perkataanku." Catherine malah marah yang membuat Viola akhirnya tertawa karena memang dia hanya menggoda sahabatnya saja. "Baiklah, ini baru Catherine sahabatku. Sekarang katakan ada apa?" "Max! Dia ternyata bukan pamanku, maksutku, dia bukan adik kandung dari Daddy, dia hanya adik angkatnya." Ucap Catherine yang membuat Viola jelas saja terkejut. "Apa yang kau bicarakan?" "Aku tadi tidak sengaja mendengar obrolan Daddy dan Mommy, mereka mengatakan jika Max bukanlah adik kandung Daddy, aku tidak tau pasti bagaimana cerita mereka, tapi aku terlalu senang, ini artinya aku bisa bersatu dengan Max, tuhan benar-benar merestui cintaku." Catherine bercerita bahkan dengan meneteskan air matanya lagi karena saking senangnya. "Kau tau! Aku benar-benar shock mendnegar kebenaran ini, tapi aku ikut bahagia, Cath! Ini benar-benar suatu kebetulan." "Ini bukan kebetulan, Vio. Ini adalah bukti tuhan sangat menyayangiku." Ucap Catherine yang di benarkan oleh Viola, jelas saja dia juga ikut senang atas kebahagiaan sahabatnya ini. Seteah mengobrol cukup lama, Catherine lagi-lagi harus mengakhiri obrolannya karena pintunya di ketuk dari luar dan ternyata itu adalah pamannya. Catherine tersenyum lebar dengan pamannya, namun berbeda dengan Max yang menatap Catherine dengan bingung. "Kau— tidak apa kan, Cath?" "Ya, tentu saja. Ada apa paman ke kamarku?" Tanya Catherine yang akhirnya Max terkekeh sendiri, keponakannya memang unik dan aneh, padahal baru beberapa lalu dia menangis, namun sekarang cerita saja, bahkan seperti tidak terjadi apapun. "Ibumu memanggilmu, dia membuatkanmu kue." Ucap Max yang di angguki oleh Catherine dan menutup pintu kamarnya lalu menggandeng tangan Max untuk ke bawah bersama. "Aku tidak sabar tinggal denganmu, Paman." Ucap Catherine yang merebahkan kepalanya di lengan Max. "Tidak sabar kenapa? Jangan nakal jika di sana, atau aku akan mencubitmu." Perkataan Max membuat Catherine terkekeh dan merasa gemas. "Aaargh, Catherine— Max jelas saja meringis karena Catherine malah menggigit lengannya dengan keras. "Jika kau mencubitku, maka aku akan menggigitmu," Catherine langsung keluar dari lift dan menjukurkan lidahnya mengejek pamannya yang membuat Max akhirnya tertawa. "Dasar anak nakal!" Gumamnya namun tersenyum. Sepertinya saat dia nantinya akan tinggal bersama keponakannya ini, harinya yang membisankan akan menjadi menyenangkan dan ramai karena sikap Catherine yang ceria dan suka usil dengannya. "Kenapa kau berlari, Sayang?" "Paman ingin mencubitku, Mom!" Catherine malah mengadu yang membuat Max tersenyum dan menggelengkan kepalanya pelan. "Putrimu seperti kucing, Kak." Max juga tak mau kalah dan mengadu, dia bahkan memperlihatkan lengannya di mana di sana langsung membiru karena memang tubuh Max putih bersih. "Astaga, Cath. Jangan seperti itu." Thresa jelas saja mengomeli putrinya. "Tidak apa, Kak. Dia hanya bercanda tadi." Max dengan cepat membela keponakannya karena takut nantinya dia ngambek karena ibunya mengomelinya. Mendengar Max malah membelanya, membuat Catherine semakin memuja pamannya ini, dia bahkan memandanginya dengan senyuman cinta dan tidak sabar ingin menjeratnya. Thresan sendiri menggelengkan kepalanya pelan atas sikap putrinya dan pembelaan pamannya, namun dia sepertinya akan lega dan tidak khawatir jika nantinya Catherine tinggal bersama adik iparnya karena terlihat jika Max sangat menyayangi Catherine dan tidak akan membiarkan siapapun untuk menyakitinya apalagi memarahinya. Waktu hari ini benar-benar sangat menyenangkan bagi keluarga Miller karena mereka berkumpul dan bercerita banyak. "Kak, sebenarnya ad ayang ingin aku bicarakan, sepertinya aku harus kembali lebih awal, karena ada meting dadakan, klien-ku yang dari luar negeri memajukan jadwal penerbangannya, dan aku harus kembali lusa, malamnya nanti aku akan langsung meting bersama mereka." Ucap Max yang memberitahu kakaknya jika memang dia tadi diberitahu oleh asistennya jika dia harus kembali. "Asistenku tidak bisa mewakiliku, karena memang dia ingin bertemu denganku langsung." Sambungnya yang jelas saja di mengerti oleh Evan karena memang adiknya ini sangat sibuk. "Tidak masalah, tapi bagaimana denganmu, Sayang? Jika kau ikut dengan pamanmu, kau tidak memiliki pekerjaan di sana karena mungkin kuliahmu akan bisa di mukai sekitar satu bulan lagi kan." Ucap Evan. "Tidak masalah, Dad, itu malah bagus, aku bisa beradaptasi terlebih dahulu di sana, lagi pula ada Viola di sana, kata siapa aku tidak memiliki pekerjaan." Ucapnya terkekeh. "Aku sudah menduganya, putrimu mana bisa duduk diam di dalam kamar saja. Apalagi jika ada Viola. Mereka satu paket." Ucap Thresa namun Catherin memeluk ibunya dan menciumi pipinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD