Malam harinya, saat mereka makan malam bersama, Catherine mengumpulkan keberaniamnya untuk mengatakan apa yang sudah dia rencanakan tadi.
"Mom, Dad. Aku mau bicara." Catherine memulai pembicaraan yang membuat Evan dan Thresa menoleh.
Sebenarnya bukan hanya mereka, Max yang baru selesai dengan makan malamnya juga menoleh ke arah Catherine namun dia sepertinya tau apa yang ingin di bicarakan oleh keponakannya.
"Katakan saja, Sayang. Ada apa?" Tanya Evan mengusap bibirnya dengan sapu tangan.
"Aku ingin pindah kuliah." Ucapnya yang membuat Evan menghela nafas panjangnya karena ini bukan yanh pertama
Kalinya Catherine mengatakan itu kepdanya dan istrinya.
"Kau sudah berkali-kali mengatakan ini, dan jawaban Mommy dan Daddy tetap sama." Bukan Evan namun Thresa yang menyauti dan di benarkan oleh Evan.
"Ayolah, Mom, Dad. Jika seperti ini, bagaimana bisa aku mandiri, aku ingin suasana baru, lagi pula. Aku pindahnya ke negara Paman Max, aku bisa tinggal bersamanya agar kalian tidak terlalu khawatir, aku sudah mengatakan ini kepada Paman Max, dan dia menyetujuinya dan mengizinkannya, benar kan, Paman?" Ucap Catherine yang membuat Max menggaruk dahinya karena keponakannya menggunakan namanya.
"Ck! Paman. Bicaralah." Omel Catherine karena pamannya hanya diam saja.
"Aku mengatakan jika kau sudah mendapatkan izin dari oramg tuamu, kau boleh tinggal bersamaku, jika tidak, ya tidak." Ucap Max.
"Tidak! Jika kau bersama pamanmu, nanti mommy dengan siapa?" Ucap Thresa menolak dan tidak mengizinkannya.
"Lagi pula jangan merepoti pamanmu, kau tetap di sini saja." Evan menyauti karena selain dia tidak ingin merepotkan adiknya, dia jelas tidak tega dan tidak rela melepaskan putrinya jauh dengannya dan istrinya.
Catherine cemberut karena dia sudah berkali-kali membujuk orang tuanya untuk pindah kuliah tapi mereka benar-benar tidak mengizinkannya.
Melihat wajah ngambek Catherine, membuat Max merasa tidak tega.
"Sama sekali tidak repot, Kaka. Jika memang kalian mengizinkan. Catherine bisa tinggal bersamaku. Aku tidak mempermasalahkannya." Ucap Max pada akhirnya.
"Ayolah, Dad! Aku mohon. Aku ingin merasa mandiri, kalian bisa mengunjungiku kapanpun bukan? Atau aku akan sering pulang mengunjungi kalian. Aku ingin sekali suasana baru. Aku ingin memiliki teman baru dan memiliki lingkungan baru." Ucap Catherine yang masih berusaha.
"Apa kau sudah tidak mau tinggal bersama kami?" Ucap Thresa memandang Catherine dengan sendu yang membuat Catherine akhirnya menjadi tidak tega karena ini pertama kalimya Thresa merasa sedih karenanya.
"Tidak. Bukan karena itu. Aku tentu saja sangat bahagia tinggal bersama kalian, aku mencimtai kalian. Kenapa Mommy berbicara seperti itu." Ucap Catherine.
"Baiklah maafkan aku, aku tidak akan pindah kuliah, jamgan memasang wajah Mommy seperti itu, itu membuatku sakit dan merasa bersalah." Lanjutnya pada akhirnya.
"Aku akan ke kamar dulu." Ucap Catherine lalu pergi dari sana.
Evan yang mengerti kesedihan putrinya dan istrinya akhirnya menjadi bingung sendiri.
Begitupun Max yang melihatnya.
"Aku sepertinya membuatnya sedih." Ucap Thresa yang baru menyadarinya.
"Aku hanya tidak mau dia jauh dariku, Sayang. Kau mengerti, kan?" Lanjutnya kepada suaminya yang di angguki olehnya karena mengerti.
"Aku akan membujuknya." Ucap Max yang menyusul keponakannya dan memberikan o
Pengertian kepadanya.
"Tidak perlu, Max, biar aku yang berbicara dengannya." Ucap Thresa yang ingin melihat lutrinya sendiri.
Max akhirnya mengangguk dan memilih untuk mengobrol dengan kakaknya.
Saat Thresa ingin masuk, dia mendengar Catherine menangis sambil mengobrol dengan seseorang di telefon dan sepertinya Thresa tau siapa yang di hubungi oleh putrinya.
"Tidak, Vio. Aku tidak mau melihat wajah Mommy sedih lagi, itu terasa menyakitkan dibandingkan keinginanku, aku akan tetap di sini saja. Aku akan menginur semua keinginanku."
"Sayang—
Catherine terkejut dan langaung menghapus air matanya.
"Mommy sejak kapan ada di sini?" Catherine terlihat panik karena dia tadi juga membahas masalah pamannya dengan Viola, dan dia tidak tau jika ibunya mendengarnya atau tidak.
"Baru saja." Ucap Thresa lalu masuk ke dalam dan duduk di atas ranjang anaknya.
"Kau sangat ingin pergi ke sana?" Tanya Thresa mengusap pipi anaknya dan membenarkan rambutnya.
"Tidak! Aku sudah tidak ingin jika itu membuat Mommy sedih, sebelumnya jika aku menginginkan sesuatu, Mommy hanya mengomel tanpa menunjukkan ekpresi sedih, dan aku tidak akan memiliki keinginan berangkat lagi jika Mommy sudah melarangku dengan menunjukkan kesedihan Mommy." Ucap Catherine yang membuat Thresa tersenyum.
"Mommy hanya belum puas memanjakanmu, kita bahkan sebelumnya tidak pernah berpisah, rasanya pasti berat jika kau meninggalkan Mommy dan Daddy." Ucapnya yang di angguki oleh Catherine.
"Hm, aku mengerti. Aku tidak akan oernah memiliki niat meninggalkan kalian lagi." Ucap Catherine namun Thresa malah menggeleng.
Jelas saja Catjerine malah bingung.
"Tidak! Kau boleh pergi, ikutlah dengan pamanmu besok. Kau boleh pindah ke sana asal saat kau lulus, jangan meneruskan pendidikanmu di sana dan kembali ke sini." Ucap Thresa yang membuat Catherine terkejut.
"Hm, kau boleh pergi, tidak masalah. Mommy dan Daddy akan sering mengunjungimu setiap minggu." Lanjutnya.
"Mommy tidak bercanda?" Tanya Catherine.
"Tidak! Mommy tau jika itu keinginanmu dan kau sangat ingin iru, kau boleh pergi asalkan berjanji untuk menjaga dirimu dengan baik, turuti semua perkataan pamanmu dan tidak boleh nakal di sana." Ucap Thresa yang membuat Catherine bahkan bersorak karena saking senangnya.
"Mom, astaga! Aku mencintaimu, Mom." Catherine menciumi pipi ibunya bahkan memeluknya dengan erat karena ibunya benar-benar mengizinkannya.
Sedangkan di pintu, ada dua lelaki yang sedang mengintip mereka,
"Aku yakin jika Thresa juga tidak akan tega melihat anaknya yang memang benar-benar menginginkannya." Ucap Evan terswenyum.
"Aku akan menjaganya, kalian bisa mempercayakan Catherine denganku, aku juga belum pernah memanjakannya semenjak aku pindah ke sana, mungkin ini sudah waktunya." Ucap Max yang memang tidak keberatan.
Evan tersenyum dan jelas saja percaya dengan adiknya.