Episode 2

1193 Words
Senja mulai menyusun buku-buku latihan anak didiknya. Sudah enam bulan Senja menjadi tenaga pendidik di salah satu sekolah internasional favorit di kota ini. Setelah meninggalkan rumah mantan suaminya malam itu juga, Senja pun segera mencari Dayu sahabat oroknya, untuk menumpang tinggal sementara dirumahnya. Dayu ini adalah segala tokoh idaman wanita masa kini. Cantik, kaya dan punya keluarga yang begitu harmonis. Saingan keluarga cemara kalau menurut istilah Senja. Dan kebetulan sekali, salah satu kerabat jauhnya menawarkan posisi sebagai tenaga pengajar di sekolah bonafid nya kepada Senja, yang tentu saja diterima olehnya dengan penuh suka cita. Seperti  mendapat durian runtuh! Itulah pepatah yang tepat untuk tawaran pekerjaan yang diterimanya. Seolah semesta kembali mendukungnya, Senja pun mendapatkan tempat kost yang begitu stategis lokasinya dengan harga yang sesuai dengan kantongnya pula. Setiap hari minggu dan hari libur nasional, Senja menjadi salah satu mekanik mesin handal di bengkel elit milik Pak Wijayakusuma ayah Dayu. Masalah bongkar membongkar motor atau mobil sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Senja kecil sampai sekarang. Dia terlalu mencintai dunia otomotif seperti alharhumah ibunya, dan mungkin juga ayahnya dimanapun dia berada. Senja juga sangat suka melukis yang dia bahkan tidak tahu itu keturunan dari siapa. Mengingat ibunya yang bahkan cuma menggambar seekor burung saja lebih menyerupai seekor ayam jago pada akhir lukisannya. Sifat ibunya yang begitu easy going membuat Senja kecil tetap berbahagia walau cuma hidup berdua saja dengan ibunya, tanpa pernah tahu siapa ayahnya dan keluarganya yang lain. Menurut ibunya, bahagia atau sedih itu hanyalah permainan perasaan belaka, itu semua kita yang mengontrolnya. Seperti setelah hujan akan muncul indahnya pelangi, yakinlah disetiap kesedihan akan ada kebahagian. Ibarat yin dan yang, kekuatan yang saling berlawanan namun saling melengkapi menjadi satu kesatuan. Ibunya diperkosa pada usia tujuh belas tahun saat pulang dari kegiatan ektra kulikuler disekolahnya. Karena hari mulai gelap, ibunya memotong jalan dari arah gudang lama yang sudah tidak dipakai oleh pemiliknya. Dan disana jugalah dia diperkosa oleh seorang remaja berseragam SMA yang sepertinya sedang mabuk, dan kemudian ibunya ditinggalkan begitu saja digudang tua itu dalam keadaan pingsan. Tidak ada petunjuk apapun mengenai jati diri remaja itu kecuali sebuah kalung berukiran unik yang sempat ditarik oleh ibunya dari leher remaja itu saat dia menggagahi ibunya. "Bu Senja koq tidak bersiap-siap buat menyambut kedatangan anak pemilik sekolah? Guru-guru yang lain malah sampai pada dandan kesalon pagi-pagi, eh ini Bu Senja malah sibuk memeriksa tugas anak-anak." Bu Zahra, guru bidang studi bahasa indonesia menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kecuekan Senja. "Nah justru itu Bu Zahra, yang menyambutkan sudah cukup banyak, jadi Saya disini jaga gawang saja sambil mengoreksi tugas anak-anak, Bu." "Nggak nyesel nih Bu Senja tidak ikutan? Pak Sabda itu wajahnya gantengable dan bodynya itu lho keker banget, pelukable deh pokoknya." Promosi Bu Zahra. Senja cuma tersenyum saja mendengarnya. Dia malah sebenarnya menjauhi laki-laki yang wajahnya adonis, karena pasti bakal makan hati plus berdarah-darah setiap hari, mempertahankan pasangan yang ditatap beringas oleh wanita lain. Misalnya saja Mas Abi, kemana pun kakinya bergerak, kaum hawa pasti memandanginya karena kerupawanan wajahnya. Begitu juga dengan dirinya sebenarnya. Bukannya bermaksud sombong, kecantikan luar biasa warisan genetika ibunya, menjadikan Senja wanita cantik dengan pesona luar biasa. Kadang Senja pun jengah sendiri kalau dipandangi dengan penuh kekaguman maupun kedengkian oleh orang lain. "Bu Senja, Saya bisa minta tolong sebentar tidak Bu? Ini mobil yang mau dipakai anak-anak untuk ikut lomba karya ilmiah, mogok di parkiran. Ibu kan terkenal hebat kalau menangani mesin-mesin. Mohon bantuannya, ya Bu?" Pak Tatang supir sekolah tergopoh-gopoh menghampiri Senja. Keahliannya dalam menangani mesin sudah tidak perlu diragukan lagi. Senja pun bergegas mengekori langkah Pak Tatang menuju parkiran. Sesampainya diparkiran, Senja mulai membuka kap mobil. Memeriksa aki, mengecek radiator dengan teliti. "Ini aki nya tekor Mang, harus segera di ganti akinya baru mobil bisa hidup kembali saat di stater. Tapi ini bisa Saya akali untuk sementara ya Mang? Terus mamang bilang kolong mobilnya suka bunyi-bunyi ya Mang? Saya periksa kolongnya dulu ya Mang?" Senja segera meletakkan tiga lembar koran dikolong mobil dan mulai masuk ke bawahnya, meninggalkan separuh tungkai indahnya yang tampak menggiurkan dikolong mobil. Tidak lama kemudian, bel tanda istirahat pun terdengar. Suit-suit nakal para pelajar pria terdengar saat mereka menatapi kaki indah Senja yang begitu memprovokasi dikolong mobil. Tiba-tiba saja Senja merasakan kakinya ditutupi oleh kain berbahan parasut. Setelah hampir lima menit Senja pun akhirnya menyelesaikan pekerjaannya. "Suara mendengung dikolong mobil itu karena komponen-komponen di kaki mobilnya mulai rusak ini Pak. Bushing arm, ball joint, tie rock, shock breakernya sudah pada aus semua ini Pak, harus segera diganti ya?" Senja pun kemudian keluar dari kolong mobil dan mulai berdiri sambil mengibas-ngibaskan kotoran yang menempel ditubuhnya. "Ibu ngapain sih masuk-masuk kolong mobil segala, ngecheck ini itu? Kalau mobilnya sudah hidup, ya sudah Bu. Ini disekolah Bu, bukan dibengkel, Ibu tidak sadar ya sudah memamerkan kaki indah Ibu untuk dinikmati semua laki-laki yang ada disini?" Revan Aditama Perkasa, murid kelas dua belas, anak didiknya tampak kesal melihat aksinya. Rupanya kain yang menutupi kalinya tadi itu adalah jaket Revan. "Ini lagi, wajah ibu sampai cemong-cemong belepotan oli." Sambil mengomeli Senja, Revan mengeluarkan selembar tissue basah dan mulai mengelap ujung hidung dan kening Senja yang terkena oli sampai bersih. "Ibu cuma ingin menolong Pak Tatang, Revan." Akhirnya Senja menjawab juga setelah kaget karena diomeli muridnya sendiri. "Ya, tapi tidak harus sampai sehebat itu juga aksi ibu kali, cukup sampai mobilnya bisa nyala aja." Revan menjawab sewot. "Kamu ini murid saya tapi malah mengomeli saya terus dari tadi, Revan. Tidak sopan kamu dengan guru sendiri." Senja memelototi Revan. Karena Revan bertubuh tinggi kekar, Senja cuma sampai sedadanya saja. Sulit memang mengintimidasi orang yang fisiknya jauh lebih besar daripada kita sendiri. "Ya, itu karena ibu memang pantas diomeli." Revan menjawab kalem. Tepat pada saat suara bel masuk berkumandang, Revan pun ngeloyor pergi sebelum mengusap sekilas puncak kepala Senja yang terkena kotoran. Senja melotot kesal melihat Revan yang berjalan santai seperti tidak melihat kekesalan dimata bulatnya. "Ibu ini ternyata multi talenta ya? Serba bisa." Karena diomeli muridnya Senja sampai tidak sadar kalau saat ini didepannya sudah berdiri sesosok pria tampan yang seperti baru saja keluar dari majalah bisnis. Senja menatap dalam-dalam mata onyx itu, dan dibalas dengan sama tajamnya oleh sipemilik mata tersebut. "Kamu!" Mereka berdua berseru secara bersamaan saat mengenali satu sama lain. Ya Pria tampan itu adalah Halilintar Sabda Alam, kakak laki-laki dari Mega Mentari, istri Mas Abimanyu saat ini. Dunia ini benar-benar terasa sempit seketika dalam pandangan Senja. "Kamu jadi guru disini, Senja? Kenapa saat pernikahan Kakakmu  dengan Adik Saya, Kamu nya malah tidak datang? Kata keluargamu, Kamu sedang diluar kota dan dalam keadaan sakit ya?" Senja cuma menganggukkan kepalanya dan segera berusaha mencari-cari cara agar bisa segera terbebas dari wawancara dadakan Sabda. Dia sudah malas sekali membahas masalah Mas Abi sekeluarga. Tapi kenapa Mas Sabda ada disini ya? Senja pun kembali menggeplak kepalanya sendiri. Yang dimaksud dengan anak pemilik sekolah oleh Bu Zahra tadi pastilah Mas Sabda! kepala Senja mendadak jadi pusing seketika. "Dan sepertinya Ibu juga sangat dicintai oleh murid-murid ibu ya? Istimewa yang bernama Revan tadi, dia tampak begitu kesal saat orang-orang menatapi kaki ibu tadi." Sabda tampak semakin senang menggoda Senja saat melihat pipi mulusnya memerah karena sindiran nya. Duh, gemesin sekali ini adik iparnya. Pantas saja si Revan Revan itu tadi tampak begitu posesif terhadap gurunya sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD