Vika begitu marah ketika mengetahui bahwa Lexa berada di balik semua kekacauan ini. “Aku akan menemui Lexa!” geram Vika. “Kau perbaiki semuanya dan selamatkan sahamku yang tersisa!” perintah Vika pada Andrei. Dengan napas memburu, Vika keluar dari ruangannya dan menuju depan ruangan Lexa. Tanpa mengetuk, tanpa sopan santun, dia membanting pintu kayu mahoni itu terbuka. "Lexa!" teriaknya, suaranya menggema di ruangan yang ternyata sudah kosong. Ruangan itu rapi, terlalu rapi. Meja kerjanya bersih, kursinya tertata rapi, seolah-olah tidak pernah dihuni. Tidak ada laptop yang terbuka, tidak ada tas, tidak ada secarik kertas pun. Hanya sebuah vas bunga yang masih segar, sebuah penghinaan terakhir bagi Vika. Bagai petir di siang bolong, sebuah kepercayaanya pada Lexa menghantamnya. Ini

