Balapan

1230 Words
Kedua pria itu hanya terkekeh, tidak berniat menjawab pertanyaan yang diajukan Nazra. Keduanya berjalan menghampiri, mengikis jarak di antara mereka. “Mau bermain permainan yang menyenangkan?” tanya pria berkaos hitam lengan pendek dengan tato di kedua lengannya, sambil mengusap bulu-bulu halus yang tumbuh di sekitar rahang tegasnya. “Ya, ayo ikut dengan kami. Aku pastikan ini akan menyenangkan, hm.” Pria yang lain ikut menimpali perkataan temannya. Berusaha meyakinkan wanita itu agar mengikuti kemauan mereka. Nazra berkacak pinggang dengan sombong, menatap kedua pria itu bergantian dengan tatapan tajam. Bagai seekor elang yang ingin memangsa buruannya. Tidak ada rasa gentar sedikit pun yang terpancar dari netranya. Membuat nyali kedua pria itu menciut. “Ampun, Kak Naz, kita Cuma bercanda kok,” ucap pria berbaju hitam cengengesan. “Iya, Kak Naz. Masa gitu aja marah.” Kedua pria kekar itu menyangkutkan tangan di depan d**a, lalu menggosok-gosoknya. Namun, Nazra tidak menghiraukan dan justru memberikan jitakan maut kepada keduanya. Kini mereka berdua tengah bersujud dengan kedua tangan di angkat ke atas. “Kalian mau menakuti orang, hah? Ingat! Kalian itu bukan preman. Bagaimana jika yang kalian hadang bukan aku tapi wanita lain? Pasti kalian akan dilaporkan ke pihak berwajib,” bentak Nazra dengan wajah kesal. Kedua pria itu bukanlah orang jahat. Hanya saja karena perawakan dan wajah mereka yang mendukung, hingga mereka salah dikenali sebagai preman. Mereka adalah anak-anak jalanan yang direkrut oleh ayah Nazra yang tumbuh bersama karena memang seumuran. Mukanya saja yang boros hingga tampak lebih tua dari usianya. Wanita itu bisa menjamin, jika semua rekrutan ayahnya tidak pernah terlibat tindak kejahatan. Justru merekalah yang menjaga keamanan di daerah sekitar. “Maaf, Kak, kita cuma mengamankan jalur balapan saja, kok.” “Miko! Jefri!” teriak Nazra dengan suara lantang yang cukup untuk mengganggu tidur lelap serangga di semak-semak. “Siap Kak!” Kedua pria itu menjawab serentak dengan tidak kalah lantang. “Siapkan satu mobil untukku. Sudah lama aku tidak ikut balapan.” Sebelah sudut bibir wanita itu terangkat menampilkan smirk. Miko dan Jefri saling pandang, lalu berdiri menghampiri wanita itu. “Kak Naz percayakan saja pada kami.” keduanya meninggalkan Nazra untuk menjalan tugas yang diberikan wanita itu. Sementara itu, Nazra berkendara menuju garis start balapan. Riuh suara para penonton menggema memenuhi udara, memecah keheningan malam. Sepertinya tidak lama lagi balapan itu akan di mulai. Nazra menuruni mobil, memonitor kendaraan dan para pengemudi yang telah bersiap di garis start. “Heh, dia masih saja ikut acara seperti ini,” ledek Nazra saat mendapati satu wajah yang sangat dikenalnya. “Maksud lo dia? Dia itu bintang di sini. Semua lomba dimenangi olehnya. Sepertinya lo baru, ya, di sini?" tanya seorang wanita yang tiba-tiba merangkul pundak Nazra. Telunjuknya mengarah tepat ke pria yang dimaksud. "Rica.” Wanita itu mengulurkan tangan bermaksud memperkenalkan diri. “Naz,” jawab Nazra singkat. “Lo pasti enggak tau jagoan di sini, 'kan? Raga itu yang paling jago dan paling banyak fans-nya. Ayo, kita ke depan juga, biar lo bisa liat seganteng apa jagoan gue.” Rica menarik tangan Nazra melewati kerumunan penonton. Kini mereka berada di barisan terdepan. Iris coklat Raga bertubrukan dengan netra hazel Nazra. Pria itu lalu mengedipkan mata setelah beradu pandang dengannya beberapa saat. Rica melompat kegirangan dibuatnya, tetapi Nazra hanya berdecih menatap pria itu. “Liat Naz, Raga ngedipin mata ke gue,” jerit Rica histeris. Menutup mulut dengan tangan kirinya, sedangkan sebelah tangannya masih menggenggam tangan Nazra. Salah paham tingkat tinggi. Nazra melepaskan tangan Rica, ingin menuju arena saat melihat Miko dan Jefri membawakan mobil yang dia minta. Wanita itu melepaskan jas lalu memberikan kepada Rica. Menggulung lengan kemeja putihnya hingga siku dan mengikat rambut panjangnya dengan model seperti ekor kuda. “Kamu tunggu saya di sini,” ucap Nazra kepada Rica. Wanita itu hanya termangu keheranan melihat Nazra berjalan ke arena dan memasuki sebuah mobil. “What! Lo mau ikutan balap?” teriak Rica begitu kesadarannya telah kembali. Nazra hanya tersenyum kepadanya. “Gue dukung lo, Naz,” imbuhnya kemudian. Seketika Rica berubah menjadi pendukung garis depan Nazra bersama Miko dan Jefri. Wanita itu meloncat, berteriak histeris sembari mengayunkan tangan di udara. “Maaf, Mas, udah kenal lama sama Naz?” teriak Rica tidak ingin kalah dengan sorak sorai dari penonton. Miko menatapnya sesaat dengan wajah kesal. “Mas-mas, lo pikir gue tukang cendol!” “Eits, santai dong, Bang.” masih setengah berteriak Rica tersenyum ramah. “Lo pikir gue abang bakso!” kesal Miko tidak terima. Rica mencebikkan bibirnya kesal menatap pria itu. “Nyolot banget, sih, Om!” “Gue bukan saudara emak lo!” hardik Miko. Geram juga lama-lama berbincang dengan wanita itu. “Salah mulu gue. Perasaan yang sering salah itu cewek bukannya cowok, deh. Terus lo maunya dipanggil apa, hah? Masa iya gue panggil sayang.” Rica merendahkan suara pada akhir kalimatnya, tetapi pria itu justru mendengarnya. “Nah, kalau itu boleh. Gue suka.” Rica mendelik mendengar ucapan pria itu. Matanya membulat sempurna menatapnya. “Emang lo siapa? Gebetan bukan, pacar juga bukan.” “Yaudah, ayo, pacaran.” Tantang Riko dengan berapi-api. “Ayo, siapa takut,” balas Rica tidak ingin kalah dari pria itu. Jefri menatap kedua manusia di hadapannya itu dengan heran. Sebenarnya apa yang mereka lakukan? Jadian saat pertama bertemu dan lagi sambil nge-gas pula? Batin pria itu keheranan. “Jadi, kalian jadian, nih?” tanya Jefri penasaran. “Siapa bilang?” Miko dan Rica menjawab bersamaan. Keduanya lalu saling tatap sesaat, kemudian saling membuang pandangan. Jefri yang melihat hal itu dibuat bingung, hingga menggaruk leher yang sebenarnya tidak gatal. Akhirnya dia memilih kembali fokus untuk menyoraki Nazra saja dan tidak memedulikan sepasang manusia yang baru saja jadian. Ah, atau tidak? Author juga jadi ikut bingung dibuatnya. Sementara itu Nazra masih fokus di balik kemudi. Mengemudikan Lamborghini Gallardo berwarna hitam. Mobil cantik yang sangat menawan menurut wanita itu. Dia mengusap pelan kendaraan yang telah lama tidak dijejalnya itu. Setelah fokus menjadi wanita karir, dia telah meninggalkan dunia balap liar yang dulu pernah digelutinya. Meski jalur balap kali ini menguntungkan karena dia sangat mengenalnya, tetapi wanita itu tidak lantas bersantai dan meremehkan lawannya. Pasalnya telah lama dia tidak memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi. Kemampuannya memang sudah tidak dipertanyakan lagi. Namun, dia masih saja awas kepada salah satu lawan yang dinilainya cukup tangguh yaitu Raga. Pria yang usianya lebih muda tiga tahun darinya dan merupakan sahabat adiknya Noah. Nazra menatap tajam ke arah jalanan di depan mengawasi setiap jalur yang akan dilalui dengan penuh perhitungan. Awalnya dia berada di urutan belakang dari total lima kendaraan yang bertanding. Namun kini wanita itu membalik keadaan secara pasti ketika dengan lihainya melewati setiap kendaraan lawan di setiap tikungan. Ya, Nazra memang sangat ahli di jalur yang penuh kelokan. Jika yang lainnya akan berhati-hati saat melewati pembelokan, lain halnya dengan wanita itu. Dia sangat menyukainya karena saat itulah kendaraan yang lain akan melambat dan dilampauinya. "Nice," gumam Nazra setelah melewati kendaraan lawan. Kecepatannya telah mencapai 219/km. Kini kendaraannya telah bersanding dengan milik Raga. Pria yang digadang-gadang akan menjadi juara di balapan malam ini. Sesaat dia tersenyum menatap Nazra, tetapi dihiraukan oleh wanita itu. "Nice to meet you, Cantik," ucap Raga melirik sesaat ke arah Nazra. Setelahnya Raga melakukan hal yang tidak terduga. Mendadak dia membanting setir ke arah mobil Nazra, memaksa wanita itu menghentikan laju kendaraannya. "Tidak!" teriak Miko histeris. "Kak Naz!" Suara Jefri tidak kalah lantang. "Naz!" Rica menjerit histeris. Bersambung ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD