Sial!
Seminggu ini ia hanya menghabiskan hari di rumah Sam, tidak bisa ke mana-mana. Berpura-pura kepada semua orang kalau mereka sedang berbulan madu di Maldives. Beberapa pelayan yang ada di rumah pun sudah di instruksikan untuk tutup mulut sedemikian rupa, agar tidak ada yang mengatakan bahwa Jin dan Sam selama ini hanya berada di rumah.
Jin berdecih mengingat perkataan Sam saat dirinya baru saja menginjakkan kaki di rumah mewah pria itu. “Kamar kita ada di atas, Sisil -kepala pelayan- nanti akan menunjukkannya. Dan …” Sam menjeda kalimatnya berjalan menghampiri Jin dan berdiri tepat dihadapan gadis itu. “Aku beri kamu kesempatan selama seminggu untuk tidur di kamar mana saja yang kamu suka, tapi setelah ‘bulan madu’ ini selesai, kita akan tinggal satu kamar.”
Jin mendongakkan wajahnya menatap berang. “Buat apa tinggal satu kamar kalau kita bisa pisah kam—”
“Apa kamu ingin orang tuaku tau tentang ini semua, percayalah Jin, Mama terkadang bisa tiba-tiba muncul di sini kapan saja ia mau. Dan, kamu gak mau kan kalau beliau melihat kita tidur dengan kamar terpisah.” Tangan Sam sudah terangkat hendak mengusap wajah manis di depannya kini, namun Jin menepisnya dengan keras.
“Ingat Sam! Meskipun nanti kita sekamar, jangan pernah coba sentuh aku sedikit pun, atau aku potong-potong punya kamu itu sampai gak bersisa! Biar gak bisa nyelup sekalian!” Jerit Jin menghentakkan kaki, melengos meninggalkan Sam. Gadis itu menghampiri Sisil dan memintanya pelayan tersebut agar mengantarkannya ke kamar yang akan di tempatinya selama seminggu ini.
Ryu hampir saja meloloskan satu tawa keras mendengarnya. Ia menatap seolah mengejek kepada Sam.
“Gak usah meledekku Ryu, kalau asset berhargaku hilang, maka selanjutnya kamulah yang akan merasakannya.”
Sam juga ikut melengos meninggalkan Ryu yang kembali memasang wajah datar.
Tok tok
“Masuk!” Teriak Jin yang kini tengah bertelungkup sedari tadi hanya menatap kosong pada laptop di atas tempat tidur.
“Nona—”
“Sssttt!! Aku bukan bangsawan dari kerajaan Inggris Raya yang harus dipanggil NO-NA! sudah kubilang kan, panggil Jin aja cukup!” Serunya lagi-lagi mengomeli Sisil karena wanita berusia 45 tahun itu selalu saja memanggilnya dengan sebutan Nona.
“Tapi kan, No—”
“ISSHH!” Jin melebarkan matanya menatap Sisil. “Ayolah Bu Sisil, sudah seminggu aku di sini tapi saya selalu saja mengomeli Ibu dengan hal yang sama setiap harinya.”
“Saya bisa dipecat nanti kalau lancang manggil seperti itu.” Keluh Sisil berjalan menghampiri Jin. “Makan malam sudah siap, Nona. Dan, Mas Sam bilang—”
Jin menjentikkan jarinya dengan cepat. “Nah, itu Bu Sisil manggil Sam dengan Mas, kenapa saya dipanggil Nona?”
Tanpa keraguan sedikitpun Sisil menjawab pertanyaan Jin, “Karena nona Jin, adalah nona besar di sini, jadi—”
“Panggil Mbak aja, Bu. Biar lebih merakyat.” Jin menutup laptopnya dan beranjak dari tempat tidur mendahului Sisil keluar dari kamar. “Apa Sam gak ikut makan malam lagi kali ini?”
“Mas Sam ada di bawah, sudah menunggu no—” langkah Jin terhenti memutar lehernya menatap tajam pada Sisil. “Mbak Jin maksud saya.”
Jin tersenyum penuh kemenangan. “Tumben dia ikut makan malam.” Gumam Jin kemudian menuruni tangga dengan cepat menuju ruang makan, di mana Sam sudah terlihat duduk di salah satu kursinya.
Pria itu telihat memegang sebuah tablet di tangan kiri sedangkan tangan kanannya sibuk menggeser sesuatu yang ada di dalam benda persegi tersebut.
‘Selamat malam Jin,” Sapa Sam tanpa mengalihkan pandangannya dari tablet yang dipegang.
Jin mendengkus, tidak berniat membalas sapaan Sam. Menarik satu kursi yang berhadapan dengan pria itu kemudian mendaratkan bokongnya di sana.
Sam masih saja sibuk dengan tabletnya, entah apa yang pria itu lihat. Tapi sesekali dahinya berkerut dalam, tapi Jin berusaha untuk tidak mengacuhkannya.
Jin lebih memilih makan duluan dari pada menunggu pria itu, yang sampai kini pun belum sama sekali menyuntuh piringnya.
“Mulai besok malam kita tidur satu kamar, besok pagi, Sisil akan memindahkan semua barangmu ke kamarku.”
Jin berdecih. “Apa di kamarmu ada sofa?”
Pertanyaan itu membuat Sam mengangkat wajah dan menatap Jin yang kini sedang melahap makanannya. Sam mengangkat tangan, mengkode agar pelayan pergi pergi dari ruang makan. “Buat apa kamu tanya tentang sofa?”
“Karena mulai besok malam, kamu tidur di sofa.” Sahut Jin enteng. “Kalau kamu gentleman, kamu gak akan membiarkan aku yang tidur di sofa.”
Sam meletakkan tablet di meja makan, tersenyum miring menatap Jin yang sedari tadi seperti enggan melihatnya. “Ukuran ranjangku super king, cukup untuk kita berdua, Buat apa aku harus tidur di sofa.”
Sendok yang ada di tangan Jin, ia letakkan begitu saja dengan kesal. Wajahnya terangkat melihat Sam, tatapan mereka terkunci untuk beberapa saat. “Kamu mau, punya kamu itu habis gak bersisa?”
“Sebelum itu terjadi, aku mungkin sudah memasukimu terlebih dahulu, Jin. Dan, setelahnya, kamu akan berpikir seribu kali untuk menghabisi milikku.” Balas Sam tenang dengan wajah jumawa.
Jin menelan ludahnya yang saat ini sangatlah tercekat. Tangannya terjulur mengambil minum dan menyesapnya hingga tidak bersisa. “Jangan coba macam-macam denganku Sam, kalau kamu berani menyentuhku sedikit saja, kamu akan rasakan akibatnya!”
“Tapi, bagaimana kalau tiba-tiba kamu yang duluan macam-macam sama aku?”
“Keep dreaming Sam! That’s wont happen!” Jin mengusap bibirnya dengan serbet dan menghempasnya setelahnya. Ia berdiri meninggalkan Sam dengan makanan yang belum ia habiskan.
“Apa kamu lupa, Jin?! Everything starts with a DREAM!” Teriak Sam sembari terkekeh melihat Jin yang semakin mempercepat langkahnya keluar dari ruang makan.