1
Aya tidak pernah membayangkan akan berakhir seperti ini—terjebak dalam pelukan seorang pria yang bukan miliknya. Lebih tepatnya, pria yang seharusnya tidak boleh ia sentuh. Prasetyo, suami orang.
Udara kamar hotel yang seharusnya sejuk terasa panas, bukan karena suhu ruangan, tapi karena api di antara mereka yang semakin menyala. Cahaya redup lampu temaram menyorot tubuh mereka yang masih terbalut pakaian yang mulai tersingkap satu per satu.
"Aya..." suara Prasetyo serak, penuh keinginan yang tak mampu lagi ia sembunyikan.
Aya menatap matanya, melihat keraguan dan keinginan bertarung dalam diri pria itu. "Kita bisa berhenti sekarang," bisiknya, meski hatinya berteriak sebaliknya.
Tapi Prasetyo menggeleng pelan. Jemarinya menyusuri garis rahang Aya, turun ke leher jenjangnya, sebelum akhirnya berhenti di bahunya. "Sudah terlambat," ucapnya sebelum bibirnya menutup jarak di antara mereka.
Ciuman itu panas, menuntut, memabukkan. Aya tahu ini salah, tapi rasa bersalah tenggelam dalam arus hasrat yang menguasai tubuhnya. Tangan Prasetyo merayap ke punggungnya, membuka resleting gaun yang sejak tadi sudah longgar. Sekejap kemudian, kain itu jatuh ke lantai, menyisakan tubuhnya yang hampir tak tertutup apa-apa.
Aya menggigil, bukan karena dingin, tapi karena sensasi yang Prasetyo tinggalkan di kulitnya. Bibir pria itu menelusuri lehernya, turun ke bahunya, membuatnya kehilangan kendali.
"Kau terlalu cantik," Prasetyo berbisik di telinganya, membuat bulu kuduk Aya berdiri.
Aya menutup mata, membiarkan dirinya larut dalam sentuhan yang membuatnya lupa segalanya. Tidak ada lagi istri Prasetyo. Tidak ada lagi moral atau batasan. Malam ini hanya ada mereka berdua, menikmati dosa yang begitu nikmat untuk dihentikan.
Ketika tubuh mereka akhirnya bersatu, segalanya meledak dalam sensasi yang sulit dijelaskan. Mereka tenggelam dalam gairah, membiarkan hasrat menguasai sepenuhnya. Desahan dan bisikan memenuhi ruangan, menjadi saksi betapa kuatnya ketertarikan di antara mereka.
Namun, saat semuanya usai, keheningan mendominasi. Nafas mereka masih memburu, tubuh masih bertaut, tetapi realitas mulai menyusup ke dalam benak mereka.
"Aku tidak boleh di sini," kata Prasetyo akhirnya, suaranya penuh pergolakan batin.
Aya menatapnya, senyum pahit menghiasi wajahnya. "Tapi kau akan kembali, kan?"
Prasetyo tidak menjawab. Ia hanya menatap Aya dalam diam sebelum bangkit dari tempat tidur, mulai mengenakan pakaiannya. Tapi Aya tahu, meski ia pergi malam ini, pria itu akan kembali. Karena sekali api telah menyala, mustahil untuk memadamkannya begitu saja.
***
Keesokkan malam ...
Kembai terulang ...
Aya memejamkan mata, menikmati setiap sentuhan yang diberikan Prasetyo. Malam ini, mereka kembali menyerahkan diri pada hasrat yang sama-sama mereka coba hindari, tetapi selalu gagal.
Prasetyo menelusuri wajahnya dengan jemarinya yang kasar, seakan menghafalkan setiap lekuknya. "Kau terlalu berbahaya untukku, Aya," suaranya serak, penuh emosi yang tertahan.
Aya membuka matanya, menatap Prasetyo dengan tatapan yang penuh luka. "Lalu kenapa kau selalu kembali?"
Prasetyo terdiam. Jantungnya berdetak kencang, bukan hanya karena gairah, tetapi juga karena perasaan yang semakin sulit ia kendalikan. Aya adalah kelemahannya. Sejak pertama kali bertemu, sejak pertama kali mereka melanggar batas, ia tahu bahwa perasaannya terhadap wanita ini jauh lebih dalam dari sekadar nafsu.
Tapi ada Widi. Istrinya. Wanita yang telah menemaninya selama bertahun-tahun, yang selalu setia padanya. Bagaimana mungkin ia menghancurkan hidupnya demi cinta yang tidak seharusnya ada?
Aya meraih wajahnya, jari-jarinya menyusuri pipi Prasetyo dengan lembut. "Aku mencintaimu, Pras," bisiknya lirih. "Aku tidak peduli jika ini salah. Aku hanya ingin bersamamu."
Prasetyo mengusap rambut panjang Aya, menatapnya dengan tatapan penuh rasa bersalah. "Aya, aku juga mencintaimu, tapi..."
"Tapi kau tidak bisa meninggalkannya." Aya menyelesaikan kalimat itu dengan suara getir.
Prasetyo tidak menjawab, hanya menarik tubuh Aya ke dalam pelukannya. Ia membenci dirinya sendiri karena membuat Aya terjebak dalam hubungan yang menyakitkan ini. Tapi pada saat yang sama, ia tidak bisa melepaskannya.
Aya tahu hubungan mereka tidak akan pernah berakhir dengan bahagia. Ia tahu Prasetyo tidak akan pernah bisa memilihnya. Tapi tetap saja, ia tidak bisa berhenti mencintainya.
Di kamar hotel yang temaram, mereka kembali menyatu, mengukir dosa yang entah kapan akan berakhir. Namun, di balik gairah dan cinta yang mereka bagi, selalu ada luka yang terus mengintai.