“Innalillahi ...,” lirih Livy yang memilih lari. Markco menatap aneh sosok Livy yang terbirit-b***t meninggalkannya. Wanita itu bahkan tetap memakai mukena lengkap, sedangkan sajadah kuning yang sempat menjadi alas wanita itu beribadah, disampirkan begitu saja di pundak. “Dikiranya aku hantu apa bagaimana, mendadak ketakutan begitu?” pikir Markco yang langsung khawatir perihal alasan Livy menangis. “Dia sakit apa bagaimana? Terus, kenapa juga dia ada di sini? Ada keluarga yang sedang berobat? Atau dia memang sakit? Eh, ini kan rumah sakit ibu dan anak.” Ketika Markco masih berpikir keras perihal alasan Livy ada di sana dan bahkan sampai menangis tersedu sekaligus pilu, Livy justru masih terbirit-b***t karena merasa sangat malu. Tadi dia tahu aku nangis. Ya ampun, kok jadi begini? Bat