BAHAGIA BERSAMA ZIAN

1066 Words
Mariana dan Zian sudah sampai di rumah. Pasangan pengantin baru itu membaringkan tubuh lelah mereka. Acara resepsi pernikahan mereka sudah selesai beberapa jam yang lalu. Acaranya lancar, sukses tanpa halangan. Meskipun sebenarnya banyak pria yang patah hati karena pernikahan Mariana dan Zian. Namun, sepertinya keberuntungan masih berpihak pada Mariana. Tidak ada satupun pria yang mengamuk dan membuat rusuh dalam pesta itu. Mariana benar-benar perempuan tidak punya perasaan. Wanita cantik itu, dengan sengaja mengundang semua teman dekatnya, termasuk para pria yang sedang dekat dengannya sebelum pernikahannya dengan Zian hari ini. Seperti Dimas, pria yang bahkan statusnya masih sebagai pacar gelapnya. Ternyata, cintanya Zian belum bisa menghentikan petualangan Mariana. "Kamu mandi dulu." Lamunan Mariana buyar, ketika suara merdu Zian terdengar. Bulu mata lentik Mariana bergerak-gerak. Netra cokelatnya menatap pria yang kini sah menjadi suaminya itu. Mariana sangat mencintai pria ini dan tidak mau kehilangan dia. Dalam hati, ia berjanji. Tidak akan lagi bermain di belakang Zian seperti yang selama ini ia lakukan. Perempuan itu berjanji, akan selalu setia pada Zian, sampai kapanpun! "Aku menyuruhmu mandi, tapi kamu malah menatapku. Aku jadi tidak sabar ingin memakanmu." Zian mencium seluruh wajah cantik Mariana, perempuan yang kini sah menjadi istrinya. "Aku masih tidak percaya kalau akhirnya kita menikah juga." Zian menatap wanita yang sangat dicintainya itu. "Begitupun aku. Aku masih tidak percaya kalau sekarang aku sudah menjadi istrimu." Mariana tersenyum cantik. Sementara Zian terus memindai wajah cantik perempuan itu. "Ayo kita mandi, abis itu kita siap-siap melakukan ritual malam pertama," bisik Zian, membuat Mariana langsung berubah gugup. Wajah Mariana bahkan terlihat merona. Melihat wajah sang istri yang terlihat merona, membuat Zian langsung menyambar bibir Mariana karena gemas. "Aku sudah lama menahannya, kali ini aku tidak ingin menahannya lagi." Zian menggendong tubuh istrinya menuju kamar mandi. "Kita mandi bersama." Bibir Zian mengecup lembut telinga Mariana yang memerah karena ucapannya. Mariana memang seringkali bermain dengan pria lain tanpa sepengetahuan Zian. Akan tetapi, setiap kali Mariana bersama pria lain di luar sana, dirinya tidak pernah melewati batas. Gadis cantik itu selalu menjaga kehormatannya sebagai seorang perempuan. Mariana hanya sekedar berciuman dan berpelukan saat membuktikan cintanya pada pasangan gelapnya. Gadis bersurai cokelat itu sudah berjanji pada dirinya sendiri, kalau dia hanya akan memberikan tubuhnya pada Zian, lelaki yang benar-benar dicintainya. "Aku mandi sendiri saja." Mariana turun dari gendongan Zian dengan wajah merona, kemudian langsung masuk ke dalam kamar mandi. Zian tersenyum melihat tingkah laku Mariana. Pria itu masih tidak percaya kalau saat ini dirinya sudah menikah dengan Mariana, perempuan yang membuatnya tergila-gila semenjak pertama kali mereka bertemu. *** Hembusan napas keduanya saling bersahutan. Peluh membasahi tubuh keduanya. Kedua netra mereka saling bertatapan, seiring senyum penuh kepuasan di wajah mereka berdua. Zian bangkit dari atas tubuh Mariana. Lelaki itu terlentang, kemudian meraih tubuh polos sang istri kemudian mendekapnya erat. "Terima kasih, Sayang, karena sudah menjaganya untukku," bisik Zian. Lidahnya menyusuri telinga Mariana, membuat perempuan itu menggeliat, merasakan sensasi aneh yang membuat tubuhnya kembali bergetar. "Kita istirahat dulu, setelah itu kita ulangi beberapa kali lagi." Zian mengaduh saat tangan Mariana mendarat di pinggangnya. Wajah perempuan itu merona mendengar ucapan vulgar dari mulut suaminya. *** Menikah dengan Zian adalah kebahagiaan yang terindah buat Mariana. Lelaki itu sangat baik dan selalu bersikap dewasa menghadapi sikap Mariana yang terkadang keras kepala. Zian sangat sabar menghadapi istri cantiknya itu. Namun, tak jauh berbeda dengan Mariana, Zian pun merasakan kebahagiaan yang tak terhingga. Bisa menikah dan memiliki perempuan yang selama ini sangat dicintainya adalah suatu kebahagiaan yang tak ternilai buat Zian Pradipta. Mariana Zoya, gadis yang membuatnya jatuh cinta pada saat pandangan pertama. Rasa cintanya yang disambut oleh Mariana, membuat Zian bersemangat untuk berjuang mendapatkan gadis cantik itu. Meskipun dia tahu, kalau wanita pujaannya itu sudah ada yang memiliki. Kini, tidak terasa, pernikahan mereka sudah berjalan dua bulan. Selama itu pula, kebahagiaan selalu menyelimuti pasangan muda itu. Mariana sangat bahagia karena pria itu benar-benar memenuhi janjinya untuk selalu membahagiakannya. "Aku mencintaimu," bisik Zian. Telapak tangannya menyusuri tubuh istrinya. "Sayang ...." Zian mengusap perut Mariana yang masih terlihat rata. "Semoga saja, dia segera hadir di sini," lanjut Zian. Mariana tersenyum menatap wajah suaminya. "Semoga saja," ucap Mariana. Kedua matanya terpejam saat bibir Zian perlahan membungkam mulutnya. "Aku sungguh tidak sabar menunggu saat itu tiba." Bibir Zian menari di leher Mariana. Memberikan beberapa tanda merah di sana. "Aku menginginkanmu ...." *** Mariana tersenyum bahagia, begitupun Zian. Saat ini mereka sedang berada di klinik. Dari kemarin, Mariana mengeluh sakit kepala dan mual-mual. Merasa khawatir dengan kondisi sang istri, Zian membawa perempuan itu ke klinik terdekat. Istri cantiknya itu tidak mau diajak ke rumah sakit meskipun Zian sudah memaksanya. Zian tak berhenti menyunggingkan senyumnya saat dokter menjelaskan sakit yang dialami Mariana. "Mual dan muntah serta sakit kepala sudah biasa dialami oleh ibu hamil di awal kehamilan." Dokter cantik itu menatap Mariana dan Zian sambil tersenyum. "Jangan lupa, jaga istrinya baik-baik." Sang dokter mengingatkan. "Terima kasih, Dokter. Zian menatap dokter wanita itu dengan hati bahagia. Ia sungguh tidak menyangka jika Mariana akhirnya hamil. Padahal, pernikahan mereka baru saja berjalan beberapa bulan. Impiannya untuk segera mempunyai anak dari Mariana akhirnya terkabul. Zian sungguh sangat bahagia karena sebentar lagi dirinya akan menjadi seorang ayah. "Terima kasih, Sayang," ucap Zian mengungkapkan kebahagiaannya sambil mengecup kening istrinya di depan dokter. Sang dokter tersenyum melihat kebahagiaan pasangan muda itu. "Mood ibu hamil akan naik turun setiap harinya. Sebagai seorang suami, Bapak harus menjaga agar mood ibunya tetap stabil. Jangan sampai istri Anda mengalami stres dan yang nantinya akan berakibat buruk pada janin dalam kandungannya," jelas dokter sambil menatap ke arah Zian yang memperhatikan ucapannya dengan serius. Zian menganggukkan kepala mendengar semua penjelasan dokter. Lelaki itu beberapa kali bertanya tentang apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh istrinya. Ini adalah kehamilan Mariana yang pertama. Zian ingin tahu lebih banyak agar dia bisa mengantisipasi sesuatu yang tidak diinginkan nantinya. Zian ingin yang terbaik buat istri dan calon anaknya. Dia tidak mau sesuatu terjadi pada istrinya hanya karena ketidak tahuan dirinya. "Sebaiknya jangan berhubungan intim dulu karena usianya kehamilan masih muda. Nanti, jika kehamilan trimester pertama sudah lewat, Bapak baru boleh melakukannya." Dokter menjelaskan sambil tersenyum saat melihat wajah Zian yang langsung berubah masam. Mariana juga ikut tersenyum dengan wajah merona saat mendengar penjelasan dokter. "Sayang, bagaimana aku bisa menahan selama itu? Dua hari saja rasanya sudah nyut-nyutan," bisik Zian membuat Mariana tertawa pelan. "Puasa untuk sementara, Pak. Demi kesehatan calon bayinya," ucap dokter lagi. "Tapi, Dok–" "Kenapa? Tidak tahan, ya?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD