05 - Pria menyebalkan - √

1612 Words
Ani berbalik menghadap Reza, menatap Reza dengan mata memicing dan tangan bersedekap. "Kamu mau ke mana?" tanyanya bingung. Ani bingung karena Reza malah mengikuti langkahnya, dan bukan pulang bersama orang tuanya. "Mau ikut." Kerutan di kening Ani semakin terlihat dengan jelas. Ia bingung begitu mendengar jawaban Reza. "Ikut ke mana?" "Ikut masuk lah." "Masuk ke mana?" tanya Ani, nyaris berteriak. "Ke kamar dong," sahut Reza sambil menunjuk pintu kamar coklat di balik punggung Ani yang ia yakini adalah kamar milik Ani. Mata Ani membola begitu mendengar jawaban Reza. "Mau ngapain ikut masuk aku kamar aku?" teriaknya histeris. Reza terkekeh, dengan cepat menghampiri Ani, menggendong Ani ala bridal style. Ani tentu saja terkejut dengan apa yang baru saja Reza lakukan. Ani langsung mengalungkan kedua tangannya pada leher Reza, ia takut terjatuh. Ani lantas memukul bahu Reza, terus menggerakan kakinya, berharap Reza mau menurunkannya. "Reza turunin!" Teriaknya histeris. Reza mengabaikan teriakan Ani dan malah semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Ani. "Jangan teriak-teriak An, nanti yang lain dengar!" "Makanya turunin." Reza menggeleng, menolak permintaan Ani. "Buka pintunya!" Ani mendengus, tapi tak ayal menuruti perintah Reza. Dengan susah payah Ani membuka pintu kamarnya dan setelah memasuki kamar, Reza menutup pintu kamar Ani dengan kakinya. Reza menghempaskan tubuh Ani di tempat tidur dan langsung memerangkap tubuh Ani di bawah kungkungannya. "Mau nga–" ucapan Ani terpotong karena bibir Reza sudah terlebih dahulu mendarat di bibirnya, melumat bibir atas dan bawahnya dengan rakus. Reza menahan pergelangan tangan Ani dengan kedua tangannya saat Ani berniat untuk memukul atau meninju bahunya. Cekalan tangan Reza tidak terlalu erat, karena pria itu tidak mau menyakiti Ani. Sentuhan lembut yang Reza berikan membuat Ani terbuai. Kini, mata keduanya sama-sama terpejam, menikmati keintiman yang sedang mereka rasakan. Reza menggeram karena Ani sama sekali tidak mau membalas ciumannya. "Balas Ani." Ani menggeleng, menolak permintaan Reza, membuat Reza semakin tertangtang untuk menaklukan calon tunangannya ini. Reza melepas tautan bibirnya, menurunkan ciumannya menuju leher jenjang Ani yang putih dan halus. Desahan Ani kembali lolos kala bibir tipis Reza mendarat tepat di ceruk lehernya, menghisap kulit lehernya dengan kuat, dan Ani pastikan kalau kulit lehernya pasti akan memerah. Tubuh Ani melengkung, membuat Reza semakin bergairah karena kini tubuhnya dan tubuh Ani saling menempel. Pria itu bahkan bisa merasakan padatnya payudara Ani. Setelas puas bermain dengan leher jenjang Ani, Reza kembali membungkam bibir Ani. Kali ini Ani membalas ciuman Reza, membuat Reza tersenyum puas di sela kegiatannya. Lenguhan erotis Ani lolos saat bibir tipis Reza menyesap lembut bibir atas dan bawahnya secara bergantian. Cukup lama keduanya berciuman, saling melumat dan bertukar saliva. Ani mencengkram kuat bahu Reza, memberi tahu Reza kalau ia butuh waktu untuk bernafas, sekarang juga. Dengan perasaan tidak rela, Reza melepas tautan bibirnya. Ani segera menghirup udara sebanyak-banyaknya, mengisi pasokan udara di paru-parunya yang sudah menipis. "Ka-kamu mau bunuh aku ya?" tanya Ani dengan nafas tersengal. Reza hanya terkekeh dan kembali mengecup bibir Ani yang membengkak. "Sakit ya?" tanyanya dengan nada menyesal saat melihat bibir Ani membengkak akibat gigitannya. Ani memutar matanya jengah begitu mendengar pertanyaan Reza. "Iya lah sakit," jawabnya ketus. "Maaf," bisik Reza dengan nada menyesal. Jemari Reza terulur, membelai bibir bawah Ani dengan gerakan sensual. Ani menggangguk, lalu mendorong bahu Reza agar menyingkir dari atas tubuhnya, tapi Reza tetap diam tak bergeming dan malah semakin menempelkan tubuhnya pada tubuh Ani. "Reza berat," rengek Ani. Ia mulai kesal karena Reza malah semakin merapatkan tubuhnya, bahkan ia bisa merasakan sesuatu yang menyembul diantara selangkangan Reza menekan tepat pada intinya. "Reza sialan!" Umpat Ani dalam hati. Reza menggigit hidung Ani sebelum akhirnya bergeser dari atas tubuh Ani. Ani memukul bahu guna melampiaskan rasa kesalnya karena Reza baru saja menggigit hidungnya yang terasa sakit. "Jangan di gigit Reza, sakit!" Ani beranjak turun dari tempat tidur lalu menarik kedua tangan Reza agar Reza mau ikut berdiri. "Reza bangun," rengek Anik kesal. Kesal karena Reza hanya diam dan tidak mau bangun dari tempat tidurnya. Reza beranjak bangun dan Ani tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia langsung mendorong tubuh Reza menuju pintu kamar. "Sana pulang!" Ani mendorong punggung Reza menuju pintu kamar, tapi Reza malah berbalik membuat Ani terkejut dan hampir saja terjatuh kalau saja Reza tidak menahannya. "Nanti malam ikut kan?" tanya Reza santai. Ani mendengus, lalu menatap Reza dengan mata menyipit penuh tanya. "Ikut ke mana?" tanyanya penasaran. "Acara ulang tahun perusahaan." "Perusahaan siapa?" Reza mencubit pipi, membuat Ani meringis karenanya. "Perusahaan Ayah kamulah," sahutnya ketus. "Gak tahu," jawab Ani acuh. "Pokoknya harus ikut ya. Awas kalau kamu gak ikut! Aku bakalan datang ke rumah kalau kamu gak ikut!" Ancam Reza sungguh-sungguh. "Iya-iya ih! Sana!" Ani kembali mendorong tubuh Reza keluar dari kamarnya dengan tidak sabaran. Ani ingin segera mandi karena tubuhnya terasa lengket dan juga berkeringat. Ani mengunci pintu kamar sesaat setelah Reza keluar dari kamarnya. Ia takut kalau Reza berbalik dan kembali memasuki kamarnya. Ani membuang nafasnya secara perlahan, mengusap debaran jantungnya yang selalu saja menggila jika berdekatan dengan Reza. Pria itu benar-benar tidak baik untuk kesehatan jantung, hati, serta otaknya. *** Ani menuruni anak tangga dengan langkah tergesa-gesa, ia mengedarkan pandangannya kesegala penjuru ruangan, mencari di mana Haikal berada. Ani melangkah menuju teras belakang saat ia tidak melihat sosok Haikal di ruang tamu ataupun ruang keluarga. Ani mempercepat langkahnya begitu ia melihat Haikal yang sedang duduk bersandar di sofa dengan ponsel dalam genggamannya. Ani memeluk Haikal, membuat Haikal terkejut, tapi Ani malah tertawa terpingkal-pingkal merasa senang begitu melihat respon Haikal yang terkejut. Haikal menoleh, menatap Ani dengan mata melotot. "Jangan buat Ayah jantungan Ani," ujarnya kesal yang hanya Ani tanggapi dengan tawa renyahnya. "Maaf, Ayah." Ani mengecup pipi Haikal sebagai bentuk permintaan maaf lalu duduk di samping Haikal dengan kepala bersandar manja di bahu Haikal dan tangan kanan yang melingkari pinggang Haikal. "Ayah." "Apa Sayang?" "Boleh gak kalau Ani gak ikut acara ulang tahun perusahaan?" Sebenarnya ia ragu kalau Haikal akan mengiyakan permintaannya. Haikal menggeleng. "Kamu harus ikut, temani Ayah. Nanti kalau kamu gak ada di samping Ayah, banyak perempuan yang dekatin Ayah." "Ih, Ayah mah kepedean!" "Siapa yang kepedean? Itu kan kenyataan." Bibir Ani mencebik begitu mendengar jawaban Haikal yang memang benar adanya. "Acaranya sampai jam berapa?" Kening Haikal mengkerut, mencoba mengingat sampai jam berapa acara ulang tahun perusahaannya akan di laksanakan. "Mungkin sampai jam 10," jawabnya tak yakin. "Lama banget," keluh Ani. Haikal terkekeh sambil menjawil hidung mancung Ani. "Namanya juga acara ulang tahun perusahaan, ya pasti lama sayang," jawabnya gemas. Ani melepas pelukannya dari pinggang Haikal. "Ya sudah deh, Ani siap-siap dulu ya." Haikal menggangguk dan Ani berlalu dari hadapan Haikal, kembali menaiki tangga menuju kamarnya, meninggalkan Haikal sendiri. Ani lebih sering menggunakan anak tangga ketimbang lift, katanya itung-itung olahraga. 15 menit adalah waktu yang Haikal dan Ani tempuh untuk sampai di tempat acara ulang tahun perusahaan milik Haikal. Acara tersebut di adakan di salah satu hotel bintang ternama. "Ayo Ani, turun." Dengan perasaan malas, mau tak mau, Ani keluar dari mobil, lalu menghampiri Haikal dan menggandeng tangan kanan Haikal dengan erat. Keduanya memasuki ballroom. Begitu sampai di dalam, suasana sudah ramai, bahkan sepanjang jalan, banyak sekali tamu yang menyapa dan menyalami Haikal dan Ani. "Ayah," bisik Ani. "Apa, Nak?" tanya Haikal, ikut berbisik. "Ani mau ambil makanan dulu ya, boleh gak?" Haikal mengangguk dan Ani berlalu dari samping Haikal. Tadi ia sempat melihat stand makanan yang sangat menggugah selera. Baru saja Ani akan meraih piring dan sendok, tapi tubuhnya sudah lebih dulu tertarik ke belakang, menubruk tubuh pria yang baru saja menarik pinggangnya. Ani berbalik, menatap tajam pria yang baru saja membuatnya terkejut. "Breng–" Ani tidak sempat melanjutkan umpatannya karena bibirnya sudah lebih di bungkam oleh bibir tipis pria yang baru saja menarik dan memeluk tubuhnya secara tiba-tiba. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Reza. Reza merangkum wajah Ani, melesakan lidahnya menerobos rongga mulut Ani, mengabsen setiap deretan gigi Ani. Ani memukul pundak Reza dengan kekuatan penuh saat Reza semakin memperdalam ciumannya. Reza seolah tak peduli kalau orang-orang di sekitar mereka akan melihat aksi tidak senonoh yang sekarang mereka lakukan. Reza melepas tautan bibirnya, lalu menyerukan wajahnya di ceruk leher Ani yang sangat wangi. Bulu kuduk Ani meremang saat hembusan nafas hangat Reza menerpa kulit lehernya. "Kamu benar-benar keterlaluan!" umpat Ani lirih di tengah deru nafasnya yang memburu. "Tiba-tiba narik tubuh aku, terus cium aku di depan banyak orang," lanjutnya penuh emosi. Reza terkekeh, lalu mengecup sekilas leher jenjang Ani. "Kamu cantik banget, buat aku gak bisa nahan buat melumat bibir tipis kamu," sahutnya blak-blakan. Ani membenamkan wajahnya di dada bidang Reza, merasa malu karena beberapa pasang mata kini menatap mereka dengan berbagai macam pandangan. "Astaga! Semoga saja mereka tidak berpikir yang aneh-aneh tentangnya dengan Reza." Doa Ani dalam hati. "Kenapa?" tanya Reza geli. Ani memutar jengah bola matanya begitu mendengar pertanyaan Reza. Apa Reza tidak malu atau mungkin urat malu Reza sudah putus? Karena itulah Reza tidak memperdulikan orang-orang yang kini menatap mereka berdua? "Malu tahu," lirih Ani ketus yang sontak saja membuat tawa Reza berderai. "Kenapa harus malu?" tanyanya di sela tawa. Ok! Sepertinya Reza memang benar-benar tidak mempunyai urat malu sama sekali. "Dasar pria menyebalkan," gerutunya dalam hati. "Banyak orang yang lihat adegan ciuman barusan!" sahut Ani ketus, benar-benar ketus. "Lebih baik kita berdansa." Reza memilih mengabaikan jawaban Ani, ia malas kalau harus membicarakan sesuatu yang menurutnya sangat tidak penting. Ani lantas mendongak, menatap Reza dengan mata bulatnya yang jernih. "Aku gak bisa da-dansa," jawabnya terbata. Reza mengecup kening Ani dan entah mengapa itu membuat perasaan Ani membaik. "Kamu tinggal ikutan gerakan aku." Ani menggeleng kuat, menolak dengan tegas ajakan Reza. "Enggak mau!" Reza tidak peduli dengan penolakan tegas yang Ani berikan, karena kini Reza sudah berjalan menuju lantai dansa. Ani hanya bisa pasrah saat Reza menariknya menuruni lantai dansa, dan saat itulah ia luar biasa gugup.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD