"Tidak apa, saya hanya menghindari kemarahan warga saja bila tidak membawa anda ke rumah sakit dengan segera," ujar Adrian diplomatis, dengan tatapan fokus ke jalan raya.
Tak sampai lima belas menit, mobil yang dikendarai Adrian berhenti di pelataran rumah sakit. Adrian membantu Ibu dan gadis kecil itu turun dan membawanya ke UGD untuk segera mendapat perawatan.
Karina dan Kyara tengah ditangani perawat UGD. Karina mengalami luka gores di siku tangan dan lututnya yang lumayan besar, sedangkan Kyara hanya luka di bagian siku, jaket yang dikenakan gadis kecil itu sobek di bagian lengan.
Adrian berdiri sambil bersedekap memperhatikan Ibu dan anak tersebut. Pria berusia dua puluh delapan tahun itu memicingkan mata menatap gadis kecil yang tengah mendapat perawatan medis oleh suster.
"Wajahnya seperti mirip seseorang," batin pria itu.
Wajah gadis berparas cantik itu kembali memenuhi isi kepalanya. Senyum, suara, bahkan sentuhan jemarinya.
Adrian menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha menghapus memory lama yang hingga kini masih menelusup dalam relung hatinya.
"Bunda gak hubungi, Mama?" Terdengar suara gadis kecil itu terdengar sampai ke telinga Adrian.
"Bunda takut nanti Mama histeris kalau tahu kita di rumah sakit," ucap Karina. "Sebentar lagi kita pasti sudah boleh pulang," tambah wanita itu lagi.
Gadis kecil berkuncir kuda itu pun mengangguk paham dengan ucapan Bundanya.
Karina tidak ingin menimbulkan kegaduhan bila sampai Alisha tahu, lagi pula dia dan Kyara tidak mengalami luka serius, hanya luka-luka ringan saja. Karina sangat bangga dengan gadis kecil itu, karena tidak histeris bahkan rewel. Kyara sejak tadi bersikap sangat tenang.
Adrian yang memperhatikan dua perempuan berbeda generasi itu agak aneh dengan panggilan antara 'Bunda dan Mama'.
"Apa Ayah si gadis kecil itu memiliki dua istri?" Kembali Adrian membatin.
Seorang Dokter laki-laki yang bertanggung jawab dalam ruang UGD menghampiri Adrian yang masih berdiri agak jauh dari brangkar pasien.
"Beruntung pasien tidak mengalami luka serius, hanya beberapa memar, lecet di siku, dan lutut saja. Jadi, hari ini kedua pasien sudah diperbolehkan pulang," ucap Dokter muda yang ditaksir masih berusia di pertengahan tiga puluhan itu.
"Hm, Baiklah, Dok. Terima kasih," balas Adrian.
Setelah menyelesaikan biaya administrasi Adrian menawarkan untuk mengantar Karina dan putrinya pulang. Akan tetapi, wanita itu menolak, lebih memilih memakai motor miliknya saja.
"Biar saya antar saja, Tan. Sekalian saya juga ingin bertemu dengan keluarga Tante," ucap Adrian memohon.
"Kami tidak apa-apa. Saya akan pulang dengan kendaraan saya saja," ujar Karina menolak tawaran Adrian.
"Bagaimana bila saya pesankan taksi online? Tolonglah, Tan, jangan menolak lagi." Kembali Adrian mengiba pada Karina. "Saya yakin, putri anda itu trauma dengan kejadian tadi," tambah pria itu lagi.
Karina menatap Kyara yang terlihat lelah dan sedikit berantakan.
"Benar juga apa yang dikatakan pria itu," pikir Karina.
"Baiklah kalau begitu." Akhirnya Karina pun menyetujui permintaan Adrian untuk dipesankan taksi.
Karina akan meminta Alisha atau Rusi, pegawainya, untuk mengambil motor di parkiran rumah sakit, nanti.
"Boleh saya tahu alamat Tante?" tanya Adrian.
"Kami tinggal di sebuah toko kue yang merangkap sebagai cafe kecil," jawab Karina sembari menyebutkan nama lokasi tempat tinggalnya.
"Kapan-kapan saya akan mampir untuk minum kopi dan menikmati kue buatan anda," ujar Adrian penuh harap.
"Oh, tentu. Silakan datang, saya pasti akan senang sekali," balas Karina senang.
Karina dan Adrian berpisah ketika taksi online yang dipesan pria itu tiba. Adrian melangkah menuju mobilnya saat taksi yang ditumpangi Ibu dan anak itu telah menghilang di tikungan jalan.
**
Sejak tadi, Alisha berjalan mondar-mandir dari arah dapur lalu kembali ke depan toko. Gadis itu gusar, sudah lewat jam makan siang, tapi Karina dan Kyara belum juga sampai di rumah. Ponselnya pun tidak bisa dihubungi.
"Sudah datang?" tanya Rusi, pegawainya, yang menghampiri Alisha ke depan toko.
Alisha menggeleng lemah, ini sudah hampir pukul 3 sore dan biasanya paling lama mereka akan pulang jam satu siang itu pun dengan mengabari sebelumnya. Gadis itu takut bila terjadi sesuatu pada kedua wanita yang disayanginya itu.
Rusi menepuk pelan pundak Alisha mencoba menenangkan wanita itu.
Pelanggan siang ini lumayan ramai, meja hampir semua terisi. Sepertinya Karina harus membuka lowongan lagi untuk menambah pekerja di toko dan menambah ruang juga tentunya. Maklum ruangan di bawah yang dikhususkan untuk cafe tidaklah terlalu besar.
Evan datang siang itu setelah Alisha mengabarinya kalau Karina dan Kyara belum juga kembali sejak tadi dari sekolah. Alisha panik entah siapa yang bisa dia hubungi lagi selain pria itu.
"Apa sudah ada kabar?" tanya Evan yang baru saja datang. Pria itu memakai kemeja kotak-kotak yang digulung sebatas siku.
"Masih belum," ucap Alisha lemah, wajahnya sudah hampir menangis karena khawatir. "Ponsel Tante Karin gak bisa dihubungi sejak tadi, Van," keluh Alisha lagi.
Evan mencoba menenangkan Alisha yang masih panik. Ini pertama kalinya Karina pulang terlambat dan tidak memberi kabar dirinya, sebelumnya tidak pernah terjadi. Pantas saja bila Alisha panik luar biasa.
Tak berselang lama sebuah mobil berhenti di depan toko, lalu seorang wanita yang tidak lain adalah Karina turun dari mobil itu dengan hati-hati. Alisha berjalan cepat menuju mobil itu, begitu juga dengan Evan dan Rusi.
Alisha terkejut begitu melihat keadaan Karina dan Kyara yang mengalami luka-luka di sekujur tubuh.
"Ya ampun, apa yang terjadi?" tanya Alisha terkejut dengan apa yang dilihatnya.
Benar apa yang dia khawatirkan tadi, pasti terjadi sesuatu pada Karina dan Kyara. Evan membantu Kyara turun dari mobil, gadis kecil itu sudah menangis sesenggukan karena mendapat respon terkejut dari sang Mama.
"Tidak apa-apa, Sha," balas Karina tenang.
"Kita masuk dulu, ceritakan di dalam saja," kata Evan menggiring Kyara masuk ke toko.
Karina dan Alisha duduk di sofa cafe yang terdapat di sudut ruang. Rusi datang membawakan nampan berisi minuman dingin dan camilan juga.
Setelah sedikit tenang, Karina pun menceritakan kronologis dari kejadian yang terjadi siang tadi. Alisha, Evan, dan Rusi terkejut begitu tahu Karina dan Kyara kecelakaan.
"Kenapa gak hubungi aku, Tan?" tanya Alisha tak percaya hal segenting itu dia tidak dikabari.
"Tante gak kepikiran sama ponsel, Sha. Kejadiannya itu cepat banget. Tante cuma mikirin Kyara saja tadi tuh, jadi gak sempet buka ponsel atau semacamnya," jelas Karina panjang lebar.
"Lagi pula kami gak mengalami luka serius, kok," tambah Karina lagi.
"Mau luka serius mau gak, tetap saja siapa pun pasti khawatir kalau tahu salah satu keluarganya kecelakaan, Tan," balas Alisha gemas.
"Apa si pelaku bertanggung jawab, Tan?" tanya Evan.
Karina mengangguk. "Iya, dia bertanggung jawab tadi juga dia mau antar kami pulang, tapi Tante tolak."
"Kenapa ditolak, Tan? Kan Sha juga mau ketemu sama orangnya," kata Alisha kecewa. Entah apa yang ada dipikirkanTantenya itu.
Seorang pengendara motor berhenti di depan toko.
"Itu motor kita, kan?" tanya Alisha, Karina dan yang lainya ikut menoleh ke arah luar di mana kendaraan roda dua mereka berada.
"Itu kan pria yang ...." Karina tak melanjutkan ucapannya karena Alisha sudah lebih dulu menghampiri si pengantar kendaraan roda dua milik mereka.
Alisha menghampiri orang yang saat ini berdiri di sebelah kendaraan roda dua miliknya.
"Anda ...."
"Dengan Ibu Karina?" Ucapan Alisha terpotong oleh pertanyaan pria yang baru saja membuka helm berwarna hitam miliknya.
"Ah, iya. Benar," jawab Alisha.
Pria itu menyerahkan kunci motor beserta helm kepada Alisha, lalu pamit pergi. Gadis berambut panjang itu berdiri melongo, lalu kembali masuk ke dalam toko menghampiri yang lainnya.
"Bukan pria itu, Sha," kata Karina memberitahu, setelah Alisha kembali duduk di sebelah Kyara.
"Kupikir dia," keluh Alisha.
"Mungkin dia membayar orang untuk mengantar motor kita ke sini, karena tadi aku sudah memberikan alamat toko ini padanya," ungkap Karina menginfokan.
Alisha menganggukkan kepala tanda mengerti dengan penuturan Karina.
"Baiklah kalau begitu aku balik ke pabrik dulu, nanti malam aku mampir lagi," ujar Evan seraya bangkit dari kursinya.
"Terima kasih, Van. Maaf karena sudah dibuat cemas oleh Alisha," sahut Karina dengan senyum, menggoda pria jangkung itu.
Evan hanya membalas ucapan Karina dengan cengiran lebar.
"Ayo, kuantar ke depan," kata Alisha menawarkan.
Alisha dan Evan berjalan beriringan menuju di mana motor pria itu terparkir.
"Maaf sudah merepotkanmu," ucap Alisha sembari tangannya menyelipkan rambut ke belakang telinga.
"Aku senang kamu membutuhkanku, Al," ucap Evan. "Kamu boleh kapanpun menghubungiku bila ingin."
Evan meraih jemari gadis itu dan menggenggamnya erat. Alisha mengalihkan pandangan ke arah jalanan yang ramai dengan kendaraan berlalu-lalang menghindari tatapan pria di sampingnya. Evan mengulas senyum penuh arti pada gadis yang tengah tersipu malu-malu.
Pria itu akan menunggu sampai kapan pun hati gadis di sampingnya ini siap menerima dirinya. Patah hati dan trauma yang dialami Alisha bukanlah hal yang mudah disembuhkan. Gadis itu masih dibayangi penolakan dari pria yang dulu menjadi kekasih hatinya.
"Masuk sana!" titah Evan.
"Ya, sudah pergi," balas Alisha merajuk.
Evan mencubit pipi Alisha sehingga gadis itu memberengut kesal.
"Nanti malam aku datang lagi, kalau tidak sibuk," ucap Evan seraya memakai helm.
Alisha mengangguk mengerti.
"Bye, calon istri," ucap Evan menggoda Alisha, kemudian berlalu dengan kendaraan roda duanya meninggalkan gadis yang wajahnya kini tengah merah merona akibat ulah pria itu.
Alisha kembali masuk ke toko. Sore ini dia akan membuat roti kayu manis kesukaan Kyara. Tiba-tiba dia ingat sesuatu dengan seorang yang sangat menyukai roti kayu manis, yaitu Ayahnya. Wajah Alisha berubah murung, mengingat sosok beliau yang sudah dia kecewakan.
"Tante sedang apa?" Alisha yang baru saja masuk ke toko dikagetkan dengan Karina yang tengah memberesi piring bekas di meja pelanggan.
"Ini ...."
"Kenapa Tante gak baringan aja istirahat?" Alisha mengambil piring kotor dari tangan Karina dan membawanya ke kitchen.
Karina mengikuti Alisha ke kitchen dengan langkah terseok.
Rusi tampak sibuk dengan panggangan di depannya sedangkan Alisha tengah berada di wastafel mencuci peralatan bekas makan dan wadah kue.
"Apa kita kekurangan orang?" tanya Karina hati-hati.
Rusi melirik Alisha yang masih sibuk dengan spons dan busa sabun. Wanita itu mendengar pertanyaan Karina, tetapi dia belum ingin menanggapinya.
Kurang dari tiga puluh menit, Alisha sudah selesai membersihkan wadah dan menatanya di rak pengering. Wanita itu menghampiri Karina yang tengah duduk di kursi makan. Sebelum duduk di seberang Karina, mata Alisha menyisir pandangan lewat dinding kaca ke arah ruang depan, kalau-kalau ada pelanggan yang datang.
Rusi datang membawa nampan yang berisi bolu cokelat dan satu teko berisi teh, kemudian Alisha menuang teh ke tiga gelas yang sudah di siapkan oleh gadis berusia dua puluh empat tahun itu.
"Tante ingin menambah pegawai?" tanya Alisha menjawab pertanyaan Karina tadi.
"Sepertinya begitu. Bagaimana menurutmu, Sha?"
Alisha masih menimbang. "Kita buka lowongan mulai besok?"
"Ah, iya. Tentu saja," kata Karina setuju begitu pula dengan Rusi.
Alisha menutup toko lebih awal efek kecelakaan tadi siang yang menimpa Ibu angkat dan putrinya. Menjelang malam Karina mulai merasakan pegal-pegal di sejujur tubuhnya. Alisha pun berinisiatif mencarikan tukang pijat untuk Ibu angkatnya dan Kyara.
**
Hari ini toko tutup karena kesehatan Karina dan Kyara belum sehat benar. Alisha berencana akan mengunjungi rumah orang tuanya dan membawakan cake kayu manis favorit sang Ayah.
Alisha sudah bersiap akan pergi, tapi ada sedikit keraguan yang bersarang dalam dirinya.
"Sha?"
Alisha menoleh ke arah suara yang memanggilnya. Karina berdiri di bawah tangga dengan Kyara di sebelahnya.
Alisha menghampiri kedua perempuan yang disayanginya dan menggiring keduanya duduk di sofa. Sebenarnya Alisha berniat membawa Kyara hari ini, karena kecelakaan kemarin dia batal mengajaknya.
"Sudah bersiap?" tanya Karina lagi.
Alisha mengangguk menjawab, Karina melihat ada keraguan dari wajah anak angkatnya itu.
"Ada apa, Sha?" tanya Karina lagi.
"Um, apa tidak apa-apa Sha tinggal?" tanya Alisha khawatir.
"Tentu saja tak apa, Sha. Apa kamu menghawatirkan kami, itu sebabnya sejak tadi kamu ragu?" tebak Karina.
"Ya begitulah," balas Alisha jujur. "Aku takut terjadi apa-apa dengan kalian walaupun aku yakin tak akan lama pergi, mengingat ... Ayah masih marah padaku." Alisha menunduk, sesak di dadanya kembali menyeruak.
Karina mengusap punggung Alisha lembut, wanita itu sangat paham dengan apa yang dirasakan gadis itu. Bagaimana rasanya dibuang dan tidak dianggap lagi oleh orang yang disayang.
"Mama kenapa?" tanya Kyara polos.
Karina beralih pada Kyara begitu juga dengan Alisha langsung merengkuh gadis kecil itu dalam dekapannya. Alisha beruntung selama ini Kyara tidak kekurangan satu apa pun dia berusaha untuk mencukupi kebutuhan putrinya, meskipun gadis kecil itu pernah sekali menanyakan prihal sang papa.
"Kalau Kyara sudah sembuh kita ke rumah Oma sama-sama ya," kata Alisha.
"Oma?" tanya Kyara membeo.
Alisha mengangguk. "Oma, Opa, dan Om Kyara," balas Alisha lagi.
"Om yang kemarin datang ke sini?"
Alisha mengangguk dengan senyum merekah, dia hanya ingin putrinya tahu bahwa mereka tidak sendirian.
"Sebaiknya kau pergi sekarang saja, Sha, mumpung matahari belum terik" bujuk Karina.
Alisha pun sepakat apa yang dikatakan oleh Ibu angkatnya, gadis itu pun bersiap untuk pergi.
"Aku tak akan lama," kata Alisha memberitahu.
"Iya tak apa," balas Karina.
Alisha melangkah ke pintu kaca dan membuka kuncinya. Dia berdoa dalam hatinya semoga hari ini Ayahnya bisa menerimanya, meskipun harapan itu hanya 1 persen.
Sebuah mobil Avanza hitam berhenti di depan tokonya, lalu pria di dalamnya menurunkan kaca jendela mobilnya.
"Dengan Mbak Alisha?" ucap pria di balik kemudi.
"Iya, saya," balas Alisha gegas membuka pintu mobil di kursi penumpang belakang.
Mobil yang ditumpangi Alisha pun bergerak ke jalanan yang ramai dengan kendaraan. Tak hentinya gadis itu berdoa semoga hari ini baik-baik saja.
Tak berselang lama kepergian Alisha, sebuah mobil berwarna putih berhenti di depan toko. Si pengendara mobil itu turun, lalu melangkah menuju pintu kaca toko.
Karina yang tengah menemani Kyara menonton tayangan TV menoleh ke arah pintu kaca. Wajah wanita berusia 42 tahun itu terkejut melihat seorang pria yang berdiri di depan pintu kaca tokonya.
"Bun, itu 'kan orang yang kemarin," cicit Kyara di sebelah Karina.