Pertemuan Tak Terduga

2203 Words
Sepeninggal Sofyan ke ruang kerjanya, Widya dan Alisha kembali berpelukan. Keduanya menangis bersama. Alisha tahu kalau Ayahnya sangat mencintai Ibunya sehingga tidak tahan bila melihat sang istri memohon sambil menangis seperti tadi. "Sudah, Sha, tidak apa-apa. Perlahan-lahan semua akan kembali seperti sedia kala," ucap Widya masih sesenggukan. Alisha mengangguk, dia percaya apa yang ibunya katakan. Alisha hanya harus bersabar saja untuk meluluhkan hati sang Ayah, ada Ibu dan Kakaknya yang akan membantu, dia tidak sendirian. "Apa Ayah akan baik-baik saja kepada Ibu setelah ini?" tanya Alisha khawatir. Widya mengusap air mata yang menetes di pipi Alisha dengan jemarinya. "Kau tidak perlu khawatir, Sayang. Ibu bisa mengatasi Ayah," kata Widya menenangkan Alisha. "Terima kasih, Bu." Alisha kembali memeluk Widya. "Bawakan saja cucu Ibu ke sini, Sha," ucap Widya seraya mengusap punggung Alisha lembut. Tak terasa sudah berjam-jam Alisha berada di rumah orang tuanya. "Bu, Sha pulang dulu. Tidak enak meninggalkan Tante Karin dan Kyara terlalu lama padahal mereka sedang tak sehat," ujar Alisha. "Oh, baiklah. Kapan-kapan ajak Kyara ke sini dan kalau bisa kalian tinggal di sini juga," pinta Widya. Alisha tidak mungkin membiarkan Karina tinggal sendirian, bagaiman pun juga dia adalah wanita yang berjasa dalam hidupnya sepanjang sepuluh tahun ini. Tanpa Karina mungkin dia tidak akan seperti sekarang ini. "Kita bahas itu nanti, Bu," balas Alisha dengan senyum tipis. Alisha mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya dan mulai memesan taksi online. "Kapan-kapan, Ibu akan berkunjung ke tokomu," ucap Widya. "Sha akan tunggu kedatangan, Ibu, dan membuat cake yang paling enak untuk Ibu nanti," balas Alisha senang. "Wah, putri Ibu sudah hebat ternyata," puji Widya. Widya benar-benar menyesali sepuluh tahun lalu, seharusnya dia bisa mencegah kepergian Alisha dan melindunginya. Akibatnya dia melewatkan masa-masa putrinya menjadi dewasa. Bunyi klakson mobil membuat Alisha membereskan tas selempang yang dibawanya. Widya mengantar Alisha hingga ke halaman depan rumah mereka. Sebuah mobil Avanza silver terlah terparkir di pinggir jalan. "Sha, salam untuk Karina dan Kyara," ucap Widya sebelum gadis itu masuk ke mobil. Alisha mengangguk. "Pasti, Bu, Sha akan sampaikan nanti." Keduanya kembali berpelukan, kemudian Alisha masuk ke kursi penumpang belakang. Widya melambai ketika mobil yang ditumpangi Alisha bergerak membawanya menjauh hingga hilang di tikungan jalan. Ada sepasang mata yang memperhatikan dari jendela ruang kerja, menyaksikan kepergian mobil yang ditumpangi Alisha mulai menjauh. Sofyan mendesah lelah, ternyata gengsinya lebih besar dari rasa rindu akan putrinya. ** Alisha tiba di toko ketika jarum jam telah bergeser ke angka dua. Ternyata cukup lama juga dirinya di rumah orang tuanya. Gadis itu mendorong pintu kaca, ruang depan nampak sepi. Ada cangkir kopi dan piring kosong bekas cake di salah satu meja. "Apa ada yang datang?" tanyanya. Alisha masuk ke ruangan lebih dalam yang menuju ke lantai atas. "Sudah pulang, Sha?" sapa Karina begitu melihat Alisha muncul di balik pintu lantai atas. "Maaf aku lama ya, Tan," ucap Alisha menyesal. "Kenapa minta maaf? Bagaimana kabar orang tuamu?" tanya Karina lagi. Karina dan Kyara tengah menonton tayangan bersama sambil menikmati camilan. "Mereka baik. Kapan-kapan aku akan membawa Kyara ke sana," ucap Alisha. Karina membawa sebuah selembar undangan dan menyodorkannya ke arah Alisha. "Apa ini?" tanyanya seraya membaca tulisan yang tertera di kertas undangan itu. "Undangan sebuah seminar usaha mandiri." Tadi setelah Adrian pergi, sekitar satu jam kemudian ada seorang yang datang ke toko mereka dan mengantarkan undangan seminar. "Apa kita harus membayar untuk masuk ke seminar itu?" tanya Alisha seraya membaca keseluruhan kata-kata di lembaran undangan. "Tapi, tadi pria itu mengatakan kita tidak perlu membayar apa-apa. Cukup datang saja dan mengisi formulir yang disediakan di sana," terang Karina. Alisha manggut-manggut. "Acaranya besok siang." "Apa kau mau menghadiri acara itu?" tanya Karina ragu. Alisha memandang Karina dengan senyum yang menampilkan sederetan giginya yang putih. "Tentu saja. Kapan lagi kita bisa dapat undangan bergengsi seperti ini, apa lagi acara ini di sponsori oleh perusahaan ternama di kota ini," balas Alisha senang. "Oh, syukurlah," ucap Karina lega. Waktu bergulir cepat, tak terasa senja telah berganti dengan gelap malam. Alisha menyiapkan makan malam di dapur kecil mereka yang berada di lantai atas. Setelah makan malam siap, gadis itu memanggil Karina dan Kyara untuk makan. Karina dan Kyara berjalan menuju meja makan yang menyatu dengan dapur. "Sayuran semua?" keluh Kyara begitu melihat menu yang ada di meja makan. Kyara memang gadis pemilih makanan terutama sayuran dia akan menyingkirkan sayuran di piringnya bila setiap kali makan. Alisha melirik putrinya yang memang sejak awal tidak menyukai sayuran, dia sengaja memasak menu sayur agar membiasakan Kyara bisa ikut makan makanan itu juga tanpa memilih-milih menu. "Ayo, dicoba dulu. Ini enak loh, ada bakso dan sosisnya juga, bukan cuma sayuran saja," ucap Alisha seraya menyendok sayur capcay ke piring Kyara. "Habiskan!" titahnya lagi. Kyara mencebik. Dia tidak suka sayuran. "Dimakan, Sayang," ujar Karina menyemangati Kyara. Usai makan malam, Alisha membereskan dapur, kemudian menemani Kyara tidur di kamarnya. Biasanya Karina yang akan menemani, tapi karena toko tutup sejak siang jadi Alisha bisa menggantikan wanita itu. "Ma, apa Kyara gak akan punya Papa?" Pertanyaan Kyara saat ini mampu membuatnya sedikit terkejut. Dia tahu cepat atau lambat gadis kecilnya akan bertanya soal itu. Berkali-kali Alisha mempersiapkan dirinya untuk pertanyaan seputar laki-laki yang dimiliki setiap anak. "Kyara punya Papa, kok, kata siapa gak punya?" tanya Alisha perlahan menyingkirkan setetes bening di sudut matanya. "Tapi kok, Kyara gak pernah ketemu?" tanya gadis itu polos. "Papanya Kyara kan lagi kerja, nyari uang yang banyak untuk sekolah Kyara nanti," ucap Alisha berbohong. "Nanti juga Papanya Kyara bakal dateng ke sini jemput Kyara." "Beneran?" tanya gadis kecil itu memastikan. Alisha mengangguk mantap, lalu menatap bola mata kecil Kyara berbinar cerah. "Yeay!" seru Kyara senang. Hati Alisha seakan tercubit, sakit. Tak berapa lama gadis kecil itu pun terpejam. "Sha," panggil Karina yang berdiri di pintu kamar Kyara yang terbuka. "Ada Evan di bawah." Alisha beranjak dari ranjang Kyara pelan, lalu bergantian Karina berbaring di sebelah anak angkatnya. Alisha keluar dari kamar Kyara dan menutup pintunya pelan. Kemudian gadis itu berdiri di depan cermin yang ada di wastafel kamar mandi melirik penampilannya, lalu bergegas turun ke lantai bawah menemui Evan. "Hai," sapa Alisha pada pria yang saat ini tengah berdiri membelakanginya. Pria yang disapanya berbalik, lalu secepat kilat Alisha menubruk tubuh Evan dan mendekapnya. Evan tahu pasti Alisha tengah melewati hari yang berat sepanjang hari ini. Gadis dalam dekapannya terdengar sesenggukan dengan tangis yang tertahan. Alisha menyadari dia butuh seseorang untuk meluapkan semua emosinya. Tapi, dia belum bisa untuk membuka hatinya. Tangan pria itu terulur mengusap surai panjang gadis itu lembut. ** Sekitar pukul 11.00 siang, suasana toko lumayan ramai yang dipenuhi oleh mahasiswa. Alisha dan Rusi saling bergantian tugas, sedangkan Karina hanya diperbolehkan menjaga kasir saja untuk sementara. Saat ini mereka sudah memasang lowongan pekerjaan di depan pintu toko. Berharap secepatnya ada yang berjodoh dengan mereka. Jam satu siang nanti Alisha akan keluar untuk menghadiri undangan seminar yang diadakan di ballroom hotel X. "Kakak, maaf. Apakah kalian sedang menerima pegawai?" tanya gadis muda yang sepertinya seorang mahasiswi, kepada Karina di depan konter. "Benar, kami sedang mencari pegawai," jawab Karina ramah. "Apa saya boleh melamar, tapi saya hanya bisa ambil kerja paruh waktu," ucap gadis itu hati-hati. "Sebentar, ya," ucap Karina turun dari kursi Kasir. Karina masuk ke kitchen dan memanggil Alisha yang tengah sibuk di depan alat panggang. "Ada apa, Tan?" tanya Alisha. "Ada yang bersedia bekerja di sini, tapi dia ambil paruh waktu saja," ungkap Karina. "Mungkin dia seorang mahasiswi." "Sepertinya begitu." "Apa Tante tidak keberatan?" Karina berpikir sejenak, kemudian wanita itu mengangguk. Setelah keduanya yakin, Alisha dan Karina pun berjalan ke arah konter kasir di mana gadis berambut sebahu itu masih menunggu di sana. "Hai, selamat siang, bisa kita bicara di sana," sapa Alisha mengajak gadis muda itu untuk duduk di kursi yang kosong. Alisha melangkah lebih dulu ke satu set meja dan kursi yang tadi ditunjuknya, diikuti oleh gadis muda itu. Setelah keduanya duduk saling berhadapan, Alisha pun mulai membuka obrolan dan menanyakan identitas gadis itu. "Namaku Raina, usia 19 tahun ...," ucap gadis bernama Raina mulai memperkenalkan dirinya. Usai perkenalan dan tanya jawab, akhirnya Alisha pun menerima Raina bekerja di toko mereka. "Kau bisa datang sesuai jam kerjamu, kalau ada halangan atau tak bisa datang, tolong hubungi kami secepatnya," pinta Alisha ramah. "Baik, Kak. Sebelumnya terima kasih," ucap gadis itu tulus. Raina pamit undur diri untuk kembali ke kampus karena ada kelas, setelah melakukan interview dengan Alisha. Gadis itu akan datang lagi besok siang untuk memulai pertama kerja. Alisha pamit pada Karina untuk bersiap pergi menghadiri undangan, lalu gadis itu naik ke lantai atas untuk membersihkan diri. ** Adrian tengah menghadiri rapat direksi yang dipimpin langsung oleh ayahnya selaku direktur utama Pratama Group. Perusahaan mereka akan mengucurkan dana modal usaha sebesar 1 Miliar untuk para penggiat usaha kecil mandiri. Rapat yang bertujuan untuk memperbesar usaha kecil dengan maksud saling menguntungkan perusahaan mereka dan usaha yang menerima dana modal dari mereka. Pratama Group adalah perusahaan yang bergerak dalam beberapa produk dan salah satunya adalah produk bahan baku makanan. Adrian dan beberapa orang utusan akan menjadi pembicara dalam acara nanti yang dihadiri oleh beberapa pemilik usaha. Hotel X. Alisha sudah berada di lobby Hotel X untuk menghadiri acara yang ada di lantai 6. Hari ini gadis itu memakai dress selutut yang dipadu dengan blazer berwarna merah marun. Lalu, rambut panjang hitamnya dibiarkan tergerai indah. Masih ada waktu sekitar tiga puluh menit lagi sebelum acara dimulai, Alisha memilih untuk duduk sebentar di sofa yang tersedia di lobby Hotel. Benda pipih yang disimpan dalam tas selempang yang dipakainya bergetar lama, tanda ada sebuah panggilan masuk. Tertera nama Evan dilayar ponselnya, gegas gadis itu pun menekan ikon hijau dan menjawab panggilan. "Ya, Van?" sapanya. "Sudah makan siang?" tanya pria itu. "Sudah tadi," balas Alisha sembari tangannya memeriksa isi dalam tasnya, mencari sesuatu. "Lagi di mana sekarang?" "Eng ...." Alisha belum menjawab pertanyaan Evan memilih fokus pada benda yang dia cari di dalam tasnya. "Alisha?" "Alisha, kamu masih di sana kan?" tanya Evan khawatir karena sejak tadi tidak mendapat jawaban dari gadis yang dicintainya itu. "Astaga! Hampir saja!" seru Alisha lega setelah menemukan undangan yang dia cari ternyata tergeletak manis di sebelahnya. "Ada apa?" Kembali Evan bertanya khawatir. "Aku ada di hotel yang semalam kita bicarakan," balas Alisha memberitahu. "Kamu jadi pergi ke sana?" "Iya, aku tidak enak untuk menolak. Tante pasti bakal kecewa." "Selesai jam berapa, biar kujemput nanti?" "Aku belum tahu, nanti kukabari lagi, ya." "Oke. Sampai nanti, Dear." Alisha menutup ponselnya setelah membalas salam dari Evan, kemudian gadis itu beranjak dari sofa lobby dan melangkah ke lift. Ada beberapa orang yang berdiri di depan kotak besi itu menunggu untuk terbuka dan membawa mereka naik ke lantai atas. Tak lama pintu lift itu terbuka, beberapa orang yang menunggu bersama Alisha masuk ke kotak besi itu untuk ke atas. Pintu lift terbuka di lantai enam di mana ballroom hotel berada. Alisha keluar dari lift dengan dua orang lainnya. Ternyata mereka juga akan menghadiri acara yang sama dengan Alisha. Ketika sampai di meja penerima tamu, tiba-tiba Alisha merasakan mulas yang luar biasa. Akhirnya gadis itu pun menanyakan di mana letak toilet kepada dua wanita yang bertugas menerima tamu acara. Setelah diberitahu letak toilet, Alisha gegas menuju arah yang di tuju. Sekitar lima belas menit kemudian dia selesai, sebelum keluar gadis itu merapikan riasan wajah dan penampilannya. Ketika dirasa sudah oke, Alisha pun kembali ke ruangan di mana acara itu berlangsung. "Silakan isi form dulu, ya, Bu," ucap salah satu wanita cantik yang menjaga buku tamu. Alisha melihat barisan nama di dalam buku tamu itu semua yang hadir menyertakan nomor ponsel. Gadis itu ragu. "Apa mengisi nomor ponsel ini wajib?" tanyanya skeptis. "Sebenarnya tidak wajib, tapi kalau Ibu keberatan boleh tidak mengisinya. Cukup menulis alamat lengkap tempat usaha saja," balas wanita itu ramah. Alisha pun memilih tidak mengisinya, gadis itu hanya mengisi alamat tokonya saja. Setelah mengisi buku tamu, Alisha pun masuk ke dalam ballroom yang sepertinya sudah mulai sejak tadi. Beberapa kursi sudah terisi penuh, gadis itu mencari kursi yang kosong di deretan belakang. Di atas podium. Adrian yang tidak sengaja menoleh ke arah pintu masuk, melihat seorang wanita dengan dress selutut menyelinap mencari kursi kosong. "Alisha?" ucapnya pelan. Dari podium Adrian bisa melihat dengan jelas gadis ber-blazer warna merah marun yang baru saja bergabung dengan tamu-tamu yang hadir. Dia yakin sekali itu gadisnya yang dia cari-cari selama ini. Adrian yakin Alisha belum menyadari keberadaannya di sini, sehingga pria itu telah menyusun rencana untuk bisa bertemu dan berbicara dengan gadis itu. Dia akan bersabar untuk menunggu acara berakhir sekitar dua jam kedepan. Di kursinya, Alisha mulai memindai seluruh orang yang hadir di sini. Ketika matanya tengah menyisir orang-orang yang menjadi pembicara di depan sana mata gadis itu langsung terbelalak, terkejut. "Benarkah apa yang kulihat?" ucapnya membatin. Alisha menunduk, walau hanya sekali menatap dia langsung yakin kalau pria yang duduk di deretan depan sana adalah orang yang dia kenal sepuluh tahun lalu. Wajahnya tak banyak berubah, masih tampan seperti dulu. Eh?! Acara belum selesai, tapi Alisha sudah beranjak dari kursinya dan melesat dengan langkah cepat keluar ballroom. Adrian sempat terkejut melihat tindak tanduk Alisha yang sudah menyadari keberadaannya. Dilihatnya gadis itu bangun dari kursinya dan berjalan meninggalkan acara yang tengah berlangsung. Pria itu pun segera mengejar Alisha dia tidak ingin kehilangan jejak lagi. Cepat-cepat dia pun berlari keluar. "Alisha!" teriak Adrian ketika sudah berada di luar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD