Chasing Memory 9b

1052 Words
"Mengenang masa lalu," jawab Aaron disertai senyum samar. "Masa bahagia bersama kekasihmu dulu?" tanya Annette hati-hati. "Hm …, begitulah." Aaron mengedarkan pandang ke sekeliling taman ini, tempat ia berbagi gelak tawa bersama Zea dulu. "Tempat ini banyak menyimpan kenanganku bersamanya. Dari awal ketika kami masih merupakan orang asing, sampai hari-hari terakhir kami bersama." "Sepertinya ini tempat yang sering kalian datangi," tebak Annette. Aaron mengangguk mengiakan. "Awalnya dia yang sering menghabiskan waktu di sini. Lama-lama aku juga sering mendatangi taman ini demi bisa melihat dia. Bahkan ketika dia menghilang, aku tetap kembali ke sini. Seolah dengan begitu aku masih bisa merasakan kehadirannya." Annette tiba-tiba merasakan dadanya sesak tanpa alasan. Sakit sekali di dalam sana, membuat Annette kesulitan bernapas. Namun ia berusaha untuk tidak menunjukkannya. Aaron menoleh ke samping. "Kau sendiri, kenapa senang ke tempat ini?"  "Sejujurnya, ini kali pertama aku ke sini, tanpa alasan khusus." Annette mengangkat bahunya santai. Aaron melirik jam tangannya, kemudian bertanya heran. "Kau tidak bekerja?" Selama menguntit Annette sepanjang minggu kemarin, sedikit banyak Aaron jadi tahu kebiasaan gadis itu. Ia belum pernah melihat Annette meninggalkan butiknya untuk berjalan-jalan seperti ini. Gadis itu lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam butik, sepanjang hari. "Aku sedang jenuh dan membutuhkan udara segar," ujar Annette apa adanya. "Kenapa tidak ke tempat lain saja?" "Aku hanya melangkah tanpa arah dan berakhir di sini.” Annette tersenyum malu. “Aku belum tahu tempat-tempat menarik di Verz. Selama tiga bulan di sini, waktuku habis untuk mengurus butik." "Mau kutemani berkeliling?" Pertanyaan itu lolos begitu saja dari bibir Aaron tanpa dipikir lebih dulu. "Sepertinya tidak buruk." Respon itu juga keluar tanpa dipikir dulu oleh Annette. Aaron berdiri lebih dulu, menunggu Annette mengikutinya, kemudian mulai berjalan perlahan. "Tempat seperti apa yang kau suka?"  "Tidak ada yang spesifik.” Annette menggeleng bingung. “Yang pasti aku menyukai keramaian. Aku suka berada di tengah banyak orang." Jelas saja. Bagi orang yang biasanya terkurung dalam rumah dan kesepian, melihat dunia luar saja sudah merupakan suatu kebahagiaan. "Lalu kalau demikian, kenapa kau lebih banyak menghabiskan waktumu di dalam butik?" Annette memasukkan tangannya ke dalam saku untuk membuatnya hangat. "Karena ayahku sedikit berlebihan. Ia takut aku mengalami hal-hal buruk di luaran. Ia memintaku agar sebisa mungkin tidak meninggalkan butik." Sepotong cerita dari Annette membuat Aaron tertarik. Ia ingin tahu lebih banyak tentang kehidupan gadis itu. Aaron ingin tahu kenapa ayah Annette sedemikian protektif terhadap putrinya? Apa yang membuat pria itu begitu melindungi Annette dari dunia luar?  "Lalu apa sekarang tidak masalah kau berada di jalan seperti ini?" tanya Aaron. Matanya mulai mengawasi sekitar untuk menilai situasi. "Seharusnya tidak. Tapi aku tahu pengawalku selalu mengikuti ke mana saja aku pergi meski sudah kukatakan ingin sendiri." "Ternyata kau hidup seperti putri," gumam Aaron. Pantas saja ia merasa seperti diikuti oleh orang lain sejak mereka meninggalkan taman kota. Annette menggeleng sedih. "Aku tidak suka hidup seperti ini. Membosankan." Tiba-tiba sebuah ide melintas di kepala Aaron ketika melihat wajah sedih Annette. "Kau ingin lepas dari pengawasan pengawalmu?" "Bagaimana caranya?" tanya Annette tertarik. "Mudah.” Aaron tersenyum nakal. “Kau ingin aku membantumu?" "Kau bisa?"  "Tentu saja. Mau atau tidak?" "Tentu mau!” Annette menyambut tawaran itu tanpa ragu. “Aku ingin sebentar saja merasakan bernapas dengan bebas, tanpa pengawasan." "Baiklah, aku akan membantumu." Aaron melemparkan pandang ke berbagai sudut tanpa kentara. "Berapa banyak pengawal yang mengikutimu?" "Hanya satu." "Kurasa lebih dari satu," gumam Aaron cepat. "Dari mana kau tahu?" Annette mengernyit heran. Bagaimana pria ini bisa tahu sementara ia saja tidak? Aaron menoleh ke arah Annette yang berjalan di sampingnya. "Apa kau memakai semacam alat pelacak di tubuhmu?" "Aku tidak tahu." "Alat elektronik?" "Hanya jam tangan." "Coba kuperiksa sebentar." Aaron merogoh ponselnya, membuka sebuah aplikasi, kemudian mengarahkannya ke tubuh wanita itu. Tidak berapa lama, lampu di ponsel Aaron berkedip. "Ah! Aku menemukannya." Annette terdiam dengan rasa takjub. "Gelangmu." Aaron mengulurkan tangan dan menyentuh gelang perak di pergelangan tangan Annette.  Annette menunduk melihat gelangnya dan merasa terkejut. "Aku baru tahu." "Berapa waktu yang kau butuhkan untuk merasakan kebebasan?"  "Satu atau dua jam sepertinya cukup." Aaron mengangguk kecil, meraba gelang Annette, kemudian mengutak-atik sesuatu di ponselnya. Tidak berapa lama, pria itu tersenyum kecil. "Sudah kumatikan alat pelacaknya untuk dua jam mendatang." "Bagaimana caranya?" Annette melebarkan mata penuh kekaguman. Ini benar-benar hebat. "Sekarang bukan itu yang penting,” jawab Aaron kemudian mendekatkan ponselnya ke telinga. “Aku akan mengurus pengawal-pengawalmu dulu."  Annette menunggu dengan tegang hal yang akan Aaron lakukan. “Jav, aku butuh bantuanmu,” ujar Aaron begitu panggilan tersambung. “Katakan!” ujar Javier tenang. Aaron mendongak dan melihat berkeliling untuk mencari tempat yang mudah dikenali. “Aku sedang berada di dekat Big Hall bersama temanku. Dan ada beberapa prajurit kecil yang mengganggu kenyamanan kami.” “Ke mana harus kugiring mereka?” Tanpa perlu dijelaskan panjang lebar, Javier sudah langsung paham maksud Aaron. Bagi Javier, menangani hal semacam ini adalah sesuatu yang sudah biasa dilakukannya. Prajurit kecil adalah kode yang mereka pakai untuk menyebut pengawal yang bertugas membuntuti seseorang, dan menyingkirkan mereka adalah keahlian Javier. “Aku akan menuju Cape Bridge, kau arahkan saja mereka ke mana yang kau suka.” Aaron menjawab Javier sambil menunduk ke arah Annette dan tersenyum kecil. “Tunggulah sekitar delapan menit, setelah itu mereka tidak bisa mengikutimu lagi.” “Thanks, Jav!” Aaron mematikan sambungan dan kembali menyimpan ponselnya di saku. “Ayo, kita berjalan lagi!” “Siapa yang kau hubungi?”  “Temanku.” “Apa yang kalian lakukan?” “Hanya membuat pengawalmu sibuk agar kita bisa bebas.” “Caranya?” tanya Annette penasaran. “Kapan-kapan akan kuceritakan.” Aaron mengedip jenaka sambil tersenyum nakal. Hari ini, Annette banyak melihat sisi lain diri Aaron. Jika sebelumnya hanya wajah sendu yang Aaron perlihatkan, nyatanya hari ini berbeda.  "Kita sudah bebas,” ujar Aaron saat ia yakin pengawal Annette tidak bisa mengikuti mereka lagi.” Sontak mata Annette berbinar. “Kau senang?" tanya Aaron geli. "Hm. Terima kasih," ujar Annette tulus. Aaron hanya mengangguk menanggapi ucapan terima kasih Annette. Tanpa disadarinya, senyum hangat membayang di wajah Aaron. Senyum Aaron kali ini berhasil membuat Annette terkejut. Ini kali pertama Annette melihat Aaron benar-benar tersenyum, senyum yang mencapai matanya, bukan senyum kikuk karena canggung seperti yang biasa ia lihat. Namun yang luar biasa, senyum hangat Aaron mengirimkan getar yang sama hangatnya ke dalam hati Annette. ***--- to be continue ---
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD