Chasing Memory 6b

1125 Words
“Kalau begitu, terima kasih sudah bersedia menanggapi pertanyaanku. Maaf jika sikapku membuatmu terganggu.” Aaron akhirnya sadar jika tidak ada gunanya lagi terus di sini. Sekeras apa pun usahanya, Annette tidak akan menjelma menjadi Zea. Ia harus menerima kenyataan itu dan melanjutkan hidup. Pertemuan yang tidak disengaja ini hanya akan menjadi satu hari yang berlalu seperti hari-hari lainnya, tanpa arti, tanpa kesan. Annette Johannsen hanya akan menjadi satu dari sekian banyak orang yang setiap hari bersinggungan dengan dirinya.  “Tidak apa,” jawab Annette tulus. “Kalau begitu aku permisi.” Aaron beranjak dari sofa dan membungkuk sopan pada Annette. Jauh di dalam hati, ada rasa terima kasih yang tidak terucap untuk perempuan di hadapannya ini. Terima kasih karena Annette memperlakukannya dengan baik, bukan malah menganggapnya orang gila, dan terima kasih karena pertemuannya dengan perempuan ini setidaknya bisa sedikit mengobati kerinduan Aaron akan sosok Zea. Meski  hanya sesaat. “Aku harap kau dapat bertemu kembali dengan kekasihmu,” ujar Annette ketika mengantarkan Aaron keluar dari butiknya. Aaron berjalan gontai meninggalkan butik Annette menuju tempat Javier menunggunya sejak tadi. “Apa dia Zea?” Itulah sapaan pertama yang Javier berikan begitu Aaron membuka pintu mobilnya.  Aaron mengempaskan tubuhnya ke kursi mobil Javier sambil menggeleng frustasi. “Bukan.” “Kau sudah memastikan?” tanya Javier hati-hati. Dari raut muka Aaron, terlihat jelas pria itu tengah kacau.  "Entah." Aaron menaikkan lengannya untuk menutupi mata. Rasanya ia begitu lelah. Rasanya ingin menangis juga, namun sial air matanya tidak bisa keluar. Ia perlu mengeluarkan sesak yang mengimpit dadanya, namun sayang Aaron tidak pernah tahu caranya.  “Siapa namanya?” “Annette Johannsen.” “Sesuai dengan data yang tercatat di sini,” gumam Javier perlahan. Gumaman Javier membuat Aaron tertarik. "Data apa yang kau maksud?" "Selama menunggumu tadi, aku melacak tentang butik itu." "Apa yang kau temukan?"  “Nama perempuan itu sama dengan yang kau sebutkan." Javier menekuni data di ponsel yang berhasil ia temukan, lalu membacakan poin-poin penting yang sekiranya perlu Aaron ketahui. "Annette Johnnsen, 27 tahun, perancang gaun pengantin, pemilik AJ Bridal. Fashion designer Lulusan Istituto Marangoni, Milan. Selama 12 tahun terakhir tinggal di Milan, dan baru enam bulan yang lalu datang ke Qruinz. Tiga bulan yang lalu mulai membuka AJ Bridal.” Mendengar paparan Javier, muncul satu pertanyaan dalam benak Aaron. “Untuk apa dia pindah ke Qruinz?”  Bagi seorang perancang busana, atau seseorang yang bergelut dalam dunia fashion, Milan adalah surga. Maka wajar rasanya mempertanyakan seseorang yang sudah menetap selama 12 tahun di sana malah memilih datang ke Qruinz dan memulai usaha di sini. Bukankah itu terlalu sayang? “Entah, aku belum mendapatkannya,” balas Javier. Informasi awal yang ia temukan biasanya menyangkut> “Kalau kewarganegaraannya? Asalnya? Atau tempat lahirnya?” tanya Aaron penasaran. “Ia lahir di Qruinz. Tinggal dan dibesarkan oleh neneknya, dari pihak ibu. Saat memasuki senior high school neneknya meninggal dan ia dibawa oleh ayahnya ke Milan.” “Ibunya?” “Meninggal saat melahirkan.” “Ayahnya?" tanya Aaron lagi. "Namanya? Pekerjaannya?” “Rafe Johannsen. Seorang arkeolog berkebangsaan Jerman yang menetap di Italia sejak kecil.” “Aneh,” gumam Aaron heran. Baik Zea Muller maupun Annette Johannsen, sama-sama menempuh pendidikan kemudian berkarir di bidang fashion. Sama-sama memiliki darah campuran Qruinz dan Jerman. Namun masing-masing dengan cerita yang berbeda. “Banyak kemiripan antara latar belakang Zea Muller dengan Annette Johannsen,” ujar Javier mengutarakan keanehan yang Aaron rasakan. Pandangan Aaron terlihat tidak fokus, seolah pikirannya tengah mengawang jauh. “Wajah mereka ..., sosok ..., dan suara mereka pun bahkan persis, Jav. Tapi sikap mereka berbeda.” Javier tahu ke mana arah pembicaraan Aaron. Ia yakin sahabatnya itu tengah mencari celah kemungkinan untuk memercayai bahkan dua perempuan itu adalah orang yang sama. “Tapi semua data ini sah, dan sudah ada sejak lama. Bukan data baru yang sengaja dibuat untuk memberi identitas baru pada seseorang.” Dalam dunia mereka, keduanya bukan baru sekali menghadapai kasus penggantian identitas. Bahkan mereka sendiri pernah merekayasa hal itu. “Jadi kesimpulannya mereka memang orang yang berbeda?” ujar Aaron sesak. Javier tidak berani menjawab. Apa pun jawabannya, pasti akan ada dampak buruk yang Aaron rasakan. Jika Javier mengatakan ada kemungkinan mereka adalah sosok yang sama, maka harapan Aaron akan tumbuh sedemikian tinggi. Namun jika Javier mengatakan sebaliknya, Aaron mungkin akan terpuruk. Maka yang terbaik adalah diam dan membiarkan Aaron memutuskan hal yang ingin ia percaya. Sepanjang perjalanan dari AJ Bridal ke kediaman Aaron, tidak ada lagi percakapan yang terjadi di antara keduanya. Sampai mereka tiba di kediaman Aaron dan disambut oleh Eldo dan Rocky, sementara Scarlet sudah diantarkan pulang sebelumnya. Rocky yang selama ini selalu menjadi teman berdebat Aaron, merasa begitu khawatir melihat kondisi pria itu. Mata Aaron terlihat sayu dan kosong. Sama sekali jauh berbeda dari Aaron yang cerewet, jail, dan senang berdebat. Rocky mendekat kemudian merangkul Aaron. “Kau berhasil berbicara dengannya?”  “Hm.” Hanya jawaban berupa gumaman lesu yang Aaron berikan. “Dia mengingatmu?” tanya Rocky penuh harap. “Dia tidak mengenalku," jawab Aaron datar sambil melangkah masuk ke dalam. “Dia kehilangan ingatannya?” tanya Rocky ngeri. Tidak heran jika seseorang berpikir demikian, mengingat  kemiripan yang ada di antara Annette dan Zea. Aaron menggeleng letih. “Dia orang yang berbeda.” Eldo yang berjalan di belakang ikut bertanya. “Kau yakin?”  “Jav sudah menemukan data tentang perempuan itu,” sahut Aaron. “Atau mungkin mereka kembar?” tanya Rocky. “Entah. Aku tidak peduli." Aaron mengangkat bahunya lesu. "Yang kubutuhkan bukan pengganti Zea, tapi sosoknya yang asli.” Meski wajah mereka sama, meski mereka kembar, Aaron tidak peduli. Yang ia inginkan hanya Zea. “Jadi kau akan menerima kenyataan bahwa perempuan itu bukan Zea, atau kau akan mencoba mencari tahu lebih jauh tentang dirinya?” tanya Eldo. “Aku belum tahu. Aku sedang tidak bisa berpikir," balas Aaron tanpa minat. “Pikirkanlah dengan tenang," ujar Eldo menenangkan. "Apa pun keputusanmu, aku akan selalu mendukungnya.” “Terima kasih,” sahut Aaron pelan lalu berjalan menuju kamar tidurnya. “Kalian pulanglah, aku ingin tidur.” “Kau tidak ingin ditemani?” tanya Eldo khawatir. “Aku bisa tidur di sini,” usul Rocky menawarkan diri.  “Tidak perlu. Aku baik-baik saja,” tolak Aaron tanpa menoleh ke belakang. “Kau tidak ingin kutemani minum?” tawar Javier. Rasanya lebih baik melihat Aaron mabuk di Riverside Point, ketimbang ia mengurung diri di rumahnya seperti ini.  “Tidak usah. Aku sedang tidak ingin,” tolak Aaron lagi. Tanpa memedulikan ketiga orang yang sedang menatapnya prihatin, Aaron terus berjalan ke kamarnya, menutup pintu, lalu langsung berbaring di tempat tidur. Ditatapnya langit-langit kamar sambil bergumam lirih. “Zea, kenapa kau sekejam ini?" *** --- to be continue --- --- --- --- Sampai sini, mulai penasarankah? --- --- ---
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD