TJG - 2

1471 Words
Bagas bingung dan menggaruk tengkuknya, tapi akhirnya ia mengikuti perintah bosnya dan pergi dari ruangan itu. Setelah pintu ditutup, pria itu memusatkan perhatian pada Kaila dengan teliti dari atas hingga bawah. Ia bersandar pada meja panjang itu dan menyilangkan kakinya dengan santai. “Siapa nama kamu?” “Kaila, pak.” Eh, benarkan ia memanggilnya bapak? Pria ini terlihat lebih tua dari Bagas, pria yang menyeleksi barusan. Tapi walaupun wajah pria itu jauh lebih tampan daripada Bagas, tetap saja Kaila merasa yang satu ini lebih tua. Pria itu mencari lembaran CV wanita itu di tumpukan di atas meja tersebut. Bagas menaruhnya paling atas, sehingga memudahkannya untuk melihat histori dan asal usul latar belakang gadis itu dengan mudah. “Kamu bukan dari jurusan akting, dan tidak ada pengalaman di dunia seni peran sama sekali?” Pria itu menaikkan alisnya pada Kaila. “Masih kuliah di jurusan sastra inggris. Kenapa ingin menjadi artis kalo begitu?” “Saya butuh uang pak.” Dalam hati ia sudah ingin menggerutu. Dirinya sudah jelas tidak akan diterima di sini jadi untuk apa pria itu masih menginterogasinya seperti itu. Sambil menjawab pertanyaan pria itu, Kaila memperhatikan sosok di depannya. Rahangnya tegas, ditumbuhi bulu halus disekitarnya. Matanya berwarna cokelat gelap dengan tatapan cerdas, dan hidungnya menjulang dengan percaya diri dilengkapi bibirnya yang tipis namun sedikit berisi terlihat cocok untuk tampilan wajahnya yang selalu terlihat angkuh. Badannya ramping, namun Kaila bisa melihat otot bersembulan di balik lengan kemejanya yang sedikit pas badan. Rambutnya disisir ke belakang, memperlihatkan keningnya. Jika ia sedang dalam kondisi normal, ia pasti akan memuja pria itu. tapi sayang, kondisi keluarganya membuat dirinya tidak bisa merasakan kesenangan saat melihat pria tampan yang ada di dekatnya seperti dulu. Ia lebih senang menghabiskan waktu dan pikirannya untuk mencari cara agar bisa mendapat uang dengan cepat. Lebih berguna dibandingkan mengagumi pria tampan berbadan seksi seperti yang ada di hadapannya sekarang. “Kamu pernah kuliah di UI tanpa jalur beasiswa tapi membutuhkan uang?” Pria itu heran, kuliah di UI membutuhkan biaya yang tidak sedikit, apalagi tanpa jalur beasiswa, tapi wanita ini disini dan membutuhkan uang dia bilang? Wanita itu mengangguk, “Iya pak, orang tua saya bangkrut dan tidak sanggup membiayai kuliah saya lagi.”Kaila merasa tidak nyaman karena harus menceritakan keadaan keluarganya, hal yang sangat pribadi, kepada orang asing ini. Tapi, tidak ada yang bisa ia lakukan selain menarik simpati pria itu, siapa tahu pria yang di sebut Bagas sebagai ‘BOS’ itu dapat membantu Kaila dan meloloskan seleksi ini agar ia bisa mendapat uang dengan cepat untuk membantu orang tuanya. “Seberapa besar kebutuhanmu terhadap uang?” Kali ini giliran Kaila yang mengerutkan alis, memangnya ada pertanyaan seperti ini saat wawancara kerja? Batinnya. Namun, ia tetap menjawab pertanyaan pria itu. “Sangat membutuhkan pak, orang tua saya sudah tidak bekerja lagi dan sekarang mereka ada di kampung halaman bersama nenek saya.” Pria itu meneliti lagi wajah Kaila, nampak sedang berfikir. Jarinya mengetuk-ngetukan pinggiran meja selagi membuat keputusan di dalam otaknya. “Baiklah, aku akan mempekerjakanmu.” Mata Kaila terbelalak karena tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Senyum di bibirnya terkembang sedikit demi sedikit. Hingga pria itu mengatakan padanya, “Tapi bukan sebagai pemeran di project ini.” Lantas senyum itu hilang dengan segera dari wajah Kaila. “Jadi sebagai apa pak kalau bukan pemeran ini?” “Pemuas nafsuku.” Kaila mematung sebelum akhirnya memberanikan diri untuk berbicara pada pria itu, “Pak, maaf tapi mungkin saya salah dengar tapi tadi saya kira bapak mengatakan..” “Ngga, kamu ga salah dengar.” Pria itu memotong kalimat Kaila sebelum selesai. “Aku menawarkanmu menjadi pemuas nafsuku, dengan bayaran kurang lebih sama dengan bayaran menjadi pemeran utama di project yang sedang Bagas buat tadi. Bagaimana?” Sebadung – badungnya Kaila, tetapi ia tidak pernah dengan sengaja menjual dirinya kepada orang lain. Ia bergonta – ganti pacar itu sudah biasa, tapi tidak dengan menjual dirinya. “Tapi, bapak salah paham. Saya datang kesini untuk mencari kerja pak, bukan untuk menjual diri.” “Aku kira kita satu tujuan, kamu membutuhkan uang dan aku membutuhkanmu.” Tubuhmu lebih tepatnya, batin pria itu dalam hati. Kaila menggigit bibirnya mendengar perkataan pria itu. Jika ia menolak, apakah ia dapat mendapatkan pekerjaan yang sama besar dengan uang yang pria itu tawarkan? Tapi jika ia menerima tawaran pria itu, apa itu artinya ia adalah seorang pelacur? “Tidak apa – apa jika tidak mau. Terima kasih sudah datang untuk mengikuti audisi ini.” Ucap pria itu menutup pembicaraan disertai tangannya menyimpan berkas-berkas yang ia pegang ke atas meja, secara tidak langsung meminta Kaila untuk keluar dari sana. Tapi Kaila tidak menggerakan kakinya sedikitpun, ia masih menatap lantai sambil berpikir. Hingga akhirnya ia memutuskan tekad di dalam hatinya. “Baik pak, saya bersedia.” Pria itu sama tidak percayanya dengan Kaila, saat tiba – tiba wanita itu bilang bersedia menjadi pemuas nafsunya. Ia hanya mencoba keberuntungannya saat menawarkan hal itu pada wanita di depannya, tapi tidak ia sangka wanita itu bersedia menerima tawarannya. Pria itu mengangguk dan mengulurkan tangan ke hadapan Kaila. Mereka berdua sama – sama tidak menyadari bahwa sedari tadi pria itu belum menyebutkan namanya. “Jagad. Jagad Aku akan segera mengurus kontraknya untukmu.” “Ada kontraknya juga?” Kaila terkejut, untuk pemuas nafsu saja ia memiliki kontrak. “Tentu saja, aku tidak ingin hubungan ini tersebar pada siapapun. Kamu akan dikenakan denda jika ada orang yang mengetahuinya selama kamu bekerja untukku.” “Tunggu, aku tidak hanya melakukan itu sekali?” “Sekali? Tidak, kamu akan menjadi pemuas nafsuku hingga aku ingin kamu berhenti melakukannya.” Pria itu menarik kursi yang berderet di belakang meja ke hadapan Kaila. “Duduk. Aku akan menjelaskan secara singkat isi kontrak yang akan kamu terima.” Kaila bersyukur pria itu memberinya kursi, karena sepertinya kakinya tidak dapat menahan tubuhnya lebih lama lagi akibat mendengar permintaan pria tadi. Ia kira ia hanya akan memberikan tubuhnya sekali saja untuk pria itu, tapi keinginan pria itu, Jagad, berbeda dari perkiraannya. “Aku akan memberikanmu tempat tinggal, tapi kamu tidak boleh membawa siapapun menginap di tempat itu. Karena aku akan mendatangimu kapanpun aku mau. Lalu aku tidak ingin kamu bersikap mengenalku di luar apartemen. Kita hanya saling mengenal saat aku menginginkanmu di tempat tidur. Ketiga, aku tidak ingin kamu melakukan hubungan badan dengan pria lain selain aku. Sampai sini kamu paham?” “Tapi, saya sudah punya tempat tinggal pak.” Jagad menggeleng, “Aku tidak ingin tinggal dan melakukan itu denganmu di sembarang tempat. Risikonya besar. Mengerti?” Otaknya sedari tadi mencerna kalimat Jagad dengan cermat, lalu ia mengangguk. Sudahlah, tidak ada yang harus ia sesali jika setelah ini ia dapat membantu orangtuanya dengan uang yang diberikan Jagad. Dan menolong kehidupan sosialnya juga. “Baik pak.” “Ah, satu lagi. Jangan memanggilku pak, aku tidak bercinta dengan bawahanku.” Ucap pria itu menyindir Kaila. Lagi – lagi Kaila mengangguk, padahal jika ia di bayar untuk bercinta dengan pria itu, bukankah itu artinya ia menjadi bawahannya? Namun, siapa yang peduli. Tapi, apa ia harus memanggil namanya? Pria ini terlihat jauh lebih tua darinya. Tanpa pikir panjang pertanyaan itu keluar dari mulutnya, “Jadi jika bukan pak, aku harus memanggil apa?” “Aku baru berusia 29 tahun. Tidak setua itu untuk kamu panggil bapak.” Ya, dan Kaila baru berusia 21 tahun saat ini, mungkin om adalah panggilan yang tepat, tapi Kaila menggidik memikirkan itu. Om adalah panggilan yang buruk untuk pria berwajah tampan dengan tubuh gagah yang menggoda setiap wanita itu. Yang membuat ia heran, dengan tubuh dan wajah seperti itu mengapa ia harus membayar orang untuk berhubungan badan dengannya? “Baiklah, aku akan mengirimkan surat kontrak itu ke alamatmu.” Jagad mengacungkan berkas CV Kaila, “Yang tertera disini?” Tanya pria itu. “Iya pak.” Alis Jagad terangkat ketika Kaila tidak sengaja memanggil pria itu dengan sebutan ‘Pak’ lagi. Kaila sadar akan kesalahannya. “Maksudku, iya mas.” Jagad mengangguk saat mendengar wanita itu mengubah nama panggilannya. Walau pun dalam hati ada sedikit perasaan aneh saat mendengar Kaila memanggilnya seperti itu. Ia mengira wanita itu akan memanggil namanya saja, atau mungkin ‘Kak’, ya walau pun akan terdengar aneh jika wanita itu mendesahkan namanya dan memanggil ia dengan sebutan ‘Kak’ di tengah percintaan mereka nanti. Sepertinya ‘Mas’ memang lebih baik dari pada pilihan yang lain. “Aku akan membuatkan kontrak dulu denganmu, setelah itu aku baru akan mencicipimu.” Mencicipi, dia bilang? Memangnya Jagad pikir Kaila ini pudding cokelat penutup hidangan yang harus ia cicipi sebelum di sajikan? Ia sungguh mulai kesal dengan pria ini, tapi Kaila membutuhkan uang itu. Jadi ia hanya mengangguk lalu pamit untuk pergi dari sana. Kaila sudah tidak tahan lagi mempermalukan harga dirinya lebih jauh, padahal ia belum melakukan apa – apa tapi ia sudah merasa menjadi perempuan hina hari ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD