Bab 2 – Meet Stranger

1303 Words
Las Vegas, Nevada. Sebuah club mewah di Las Vegas ini menjadi salah satu tempat yang sering didatangi oleh para artis dan kalangan atas. XS Nightclub, club mewah yang berada di Las Vegas ini tidak pernah sepi. Setiap harinya selalu ramai dengan para pengunjung. Kehidupan malam di Las Vegas memang sudah terkenal. Miranda dan Helen yang sudah tiba di Las Vegas tadi pagi. Mereka langsung mengunjungi XS Nightclub, Mereka sudah tidak sabar untuk bersenang-senang menikmati kebebasan mereka. Terutama Miranda, dia harus bersenang-senang sebelum kembali ke Roma Kini Miranda melangkah masuk ke dalam klub malam. Tubuhnya telah terbalut oleh mini dress berwarna gold yang terlihat begitu sempurna. Sangat seksi, dress ini benar-benar memperlihatkan lengkuk tubuhnya yang indah. Begitu pun Helen, tidak kalah cantik dari Miranda. Helen mengenakan mini dress berwarna merah dan lipstik merah. Warna merah yang begitu terlihat menggoda. Miranda dan Helen duduk di kursi tepat di hadapan bartender, mereka langsung memesan vodka. Tidak lama kemudian, bartender memberikan vodka yang telah mereka pesan pada Miranda dan Helen. Mereka pun langsung menyesap minuman mereka perlahan seraya menikmati suara detuman musik. “Miranda, apa kau tidak lihat? Pria diujung sana terus memperhatikanmu,” ucap Helen yang tak lepas menatap pria itu dengan sebuah tatapan kagumnnya. Miranda menaikan sebelah alisnya, dia menatap seorang pria yang tengah bersama dengan beberapa wanita disekelilingnya. Ya, pria itu memang sangat tampan. Namun dengan cepat Miranda mengalihkan pandangannya, kala dia melihat salah satu wanita di sana, tiba-tiba mencium bibir pria itu. Rasanya menyebalkan sekali kalau dirinya melihat adegan mesra seperti ini. Sial, sejak dulu Miranda memang membenci melihat dua insan yang bermesraan di hadapan publik.    “Tidak perlu kau perdulikan, apa kau tidak lihat? Pria itu dikelilingi banyak wanita,” Miranda memesan kembali vodka yang ada di tangannya, lalu menegaknya hingga tandas. “Tapi kau lebih cantik dari pada wanita-wanita di sana,” tukas Helen meyakinkan. “Yasudah, lebih baik kita berdansa saja. Kita bisa mendapatkan pria tampan di sana,” lanjutnya seraya melirik para pria yang ada disekitarnya. “Tidak, kau saja, aku sedang tidak ingin,” tolak Miranda cepat. Dia terus menegak vodka yang baru diberikan oleh bartender. Helen berdecak kesal. “Kalau begitu kau tunggu di sini, aku ingin bersenang-senang. Aku ingin mencari pria untuk menemani malamku,” ujarnya dengan senyuman di wajahnya. Miranda mengibaskan tangannya sebagai jawaban membiarkan Helen, mencari apa yang dia inginkan. Dengan senang hati, Helen langsung beranjak dari tempat duduknya, dia menuju lantai dansa. “Vodka please,” ucap Miranda pada Sang Bartender tepat di saat Helen meninggalkannya. “Alright miss.” Sang Bartender pun memberikan vodka pada Miranda.   Miranda kembali menegak vodkanya. Entah sudah gelas keberapa, dia pun tidak perduli. Dengan minum, segala beban yang ada dipikirannya akan menghilang. “Sepertinya kau terlihat begitu kesepian. Temanmu memilih berdansa dengan para pria, tapi kau memilih duduk di sini menyendiri.” Suara bariton menyapa sontak membuat Miranda sedikit terkejut, dan langsung mengalihkan pandangannya. “Kau-“ Kening Miranda berkerut, menatap sosok pria tampan yang berdiri di sampingnya. Miranda bersumpah, pria yang berdiri di sampingnya, begitu tampan. Rahang tegas, rambut coklat gelap serta manik mata coklat dan tubuh tegapnya, membuat pria itu benar-benar sempurna. “Apa kau sejak tadi memperhatikanku?” Pria itu kini duduk di samping Miranda, dia menggerakan tangannya, memberi isyarat pada bartender untuk memberikannya minuman. Sang bartender pun memberikan wine untuk pria itu. Kemudian, dia mengambil minumanny dan menyesapnya perlahan. Miranda melirik sekilas pria yang duduk di sampingnya. Entah kenapa jantungnya berdegup kencang kala duduk di samping pria itu. Namun dengan cepat Miranda bersikap tenang dan seolah dirinya tidak perduli. “Untuk apa kau di sini? Kau bukannya tadi bersama dengan para wanita,” jawabnya seraya menyesap minumannya dan tampak mengabaikan pria itu. Pria itu terkekeh dengan suara rendah yang terdengar begitu seksi. “Jadi benar, kau tadi memperhatikanku?” “Tidak,” Miranda meletakan gelas sloki di tangannya ke atas meja, lalu mengalihkan pandangannya ke pria yang berdiri di sampingnya itu. “Aku tidak memperhatikanmu. Aku hanya tidak sengaja melihatmu. Sekarang lebih baik kau kembali pada wanitamu, Tuan. Aku tidak ingin dia memikirkan hal buruk tentang diriku,” lanjutnya mengingatkan. Pria itu kembali terkekeh, dia tak lepas menatap Miranda. “Mereka bukan wanitaku. Kau jauh lebih menarik dimataku dari padanya.” “Dia bukan wanitamu?” Miranda menautkan alisnya, menatap pria itu dengan begitu lekat. “Ya,” Pria itu menyesap kembali wine yang ada di tangannya. “Berciuman dengannya, bukan diartikan sebagai pasangan kekasih, bukan? Lagi pula, sejak kau masuk ke dalam klub malam, tatapanku tidak lepas menatap dirimu. Dan aku rasa bukan hanya diriku. Tapi kau mampu menarik perhatian para pria di sini.” Miranda tersenyum tipis. “Berikan aku alasan kenapa kau harus menatapku? Masih banyak wanita yang lebih cantik. Harusnya kau menatap wanita lain bukan diriku.” “Well, sayangnya apa yang kau ucapkan salah.” Pria itu mendekat ke arah Miranda. Kini jarak di antara keduanya begitu dekat. Hingga membuat jantung Miranda berdegup kencang. Miranda mengumpat kala dia merasakan degup jantungnya berdetak kencang. Dengan cepat Miranda berusaha bersikap dingin. “Kenyataanya, kau jauh lebih cantik dari wanita di sini.” Pria itu kembali melanjutkan perkataannya dengan nada rendah yang terdengar begitu menggoda—dia kembali menyesap wine yang masih ada di tangannya, dan tatapan yang terus menatap manik mata perak Miranda. Miranda tersenyum miring. “Aku tidak mempan dengan rayuanmu, Tuan. Simpan saja rayuanmu untuk wanita lain,” tukasnya dengan nada sinis. Pria itu tertawa rendah mendengar perkataan Miranda. Sedangkan Miranda, tak henti menatap pria itu yang tengah tertawa. Ya, Miranda benar-benar mengakui, pria yang berdiri disampingnya ini mampu menggoda para wanita. Tubuhnya yang terbalut dengan kemeja slim fit, dada bidang dan otot lengannya benar-benar sempurna. Miranda berusaha mengalihkan pandangannya, tapi nyatanya matanya tak ingin lepas menatap pria itu. “Aku tidak suka merayu, Nona. Aku hanya berkata sesungguhnya. Dan Aku mengakui kau memang jauh lebih cantik dari wanita di sini,” jawab pria itu dengan seringai di wajahnya. Miranda hanya tersenyum tipis. Dia tidak lagi menjawab perkataan pria itu. Tiba-tiba kepalanya semakin memberat. Entah sudah berapa gelas dia menegak vodka ditangannya. Namun, meski pengaruh alokohol itu membuat tubuhnya hampiri ambruk, tapi Miranda masih melihat dengan jelas wajah pria yang ada di sampingnya itu. Kemudian, tatapan Miranda teralih pada sosok wanita yang berambut coklat tidak jauh darinya, yang menatap pria yang berada di sampingnya itu. “Lebih baik kau merayu wanita yang di sana. Dia terlihat begitu mengagumimu. Aku yakin, tidak masalah baginya untuk bercinta satu malam denganmu,” ujarnya memberitahu. Pria itu melirik sekilas wanita yang dimaksud Miranda. Tepat di saat dia melihat ke arah wanita yang duduk tak jauh darinya, dia pun hanya menyunggingkan senyuman tipis. Lalu dia kembali menatap Miranda seraya berkata, “Kau jauh lebih cantik dan menarik darinya.” Miranda tersenyum sinis seraya menggelengkan kepalanya. “Kau benar-benar seorang perayu, Tuan.” Pria mengangkat bahunya tak acuh. Kemudian dia semakin mendekat ke arah Miranda. Namun, tiba-tiba tubuh Miranda hampir ambruk. Dengan cepat pria itu langsung merengkuh pinggang Miranda. “Kau sudah mabuk,” dia berbisik serak di telinga Miranda. “Tidak, aku tidak mabuk.” Kini Miranda mengaitkan tangannya ke leher pria itu, saat tubuhnya benar-benar tidak mampu berdiri. Miranda mencium aroma parfume ditubuh pria itu. Parfume maskulin yang benar-benat menggodanya. Sesaat dia dan pria itu saling menatap satu sama lain. Sebuah tatapan yang tak mampu Miranda hindari. “Apa kau ingin berdansa denganku?” Pria itu mengelus pipi Miranda dengan begitu lembut. Serta menatap lekat manik mata perak Miranda. Miranda bersumpah, tatapan pria itu benar-benar menghipnotis dirinya. Dia bahkan tidak mampu rasanya jauh dari pria itu. Alkohol sialan, membuat dirinya tidak mempu menjauh dari pria yang kini berada di hadapannya. Jika bukan karena pengaruh alkohol, mungkin dirinya masih bisa menjauh. “Apakah aku harus menerima tawaranmu?” jawab Miranda dengan senyuman diwajahnya. Sebuah senyuman yang terlihat begitu menggoda. *** -To Be Continued  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD