9. Jemputan Anggara Ke Kediaman Ayu Kinanti

1090 Words
Andini terdiam, dia merasa sudah salah mengucapkan sesuatu. Padahal selama ini dia tidak pernah menganggap Andita sebagai orang lain. Bagi Andini.. Andita adalah adiknya sendiri sama seperti Anggara menganggap Andini. Andita diam-diam mencuri pandang ke arah Andini lalu bergantian ke arah kakaknya. Dia merasa segalanya berubah menjadi sangat canggung sekali. Andita segera mengambil tasnya dari belakang punggungnya. Gadis itu berdiri lalu berpamitan pada Anggara dan juga Andini untuk berangkat pergi ke kampus. "Mas Gara, Mbak Dini.. Dita berangkat ke kampus dulu.. assalamualaikum.." pamitnya seraya mengambil telapak tangan Anggara lalu Andini. "Waalaikum salam.." Jawaban serempak Dita dengar dari bibir Anggara juga Andini. Anggara belum sempat menikmati setengah piring sarapannya, pria itu mendadak berdiri dari kursinya dan berlari kecil menyusul Dita. Andini hanya bisa menundukkan kepalanya dalam-dalam, hatinya pedih dan sakit. Kedua anak Andini yang duduk di sampingnya menarik lengan baju Andini. "Mama, Papa sering banget bikin Mama nangis seperti ini. Sebenarnya apa salah Mama? Papa jutek terus ya Ma?" Tanya Keisya pada ibunya. Andini mau tidak mau langsung mengukir senyum manis lalu menyentuh puncak kepala Keisya. "Mama tadi bikin salah sama Papa, Keisya nggak boleh benci sama Papa. Papa seperti itu.. semuanya karena Mama yang salah." Ucapnya pada putranya. Keisya mengangguk pelan lalu kembali menyendok nasi dan menyuapnya ke dalam mulutnya sendiri. Di sisi lain, Anggara Lesmana sudah berhasil menyusul Andita. Pria itu mengejar adiknya untuk menahan kepergian Andita. Dengan gesit Anggara mengambil lebih dulu kunci motor matic yang biasa digunakan Andita pergi ke kampus dari gantungan di dinding. Andita baru saja memakai helmnya. Gadis itu meraba-raba paku di dinding. Dia biasa mengembalikan kunci motornya di sana. Kini kunci itu raib, dan Dita tidak tahu entah di mana. "Hilang? Kok bisa? Masa sih? Perasaan aku kemarin taruh di sini deh." Gumam Andita pada dirinya sendiri seraya menatap beberapa kunci kendaraan yang ada di sana. Namun dia tak kunjung menemukan kunci motornya. "Nyari apa sih? Ngomel-ngomel terus." Anggara berjalan mendekati sang adik, pria itu mengulum senyum pada bibirnya lantaran melihat Andita kini menggembungkan kedua pipinya seraya berkacak pinggang menghadap ke arah Anggara. Anggara berpura-pura meraba tempat kunci di dinding. "Sudahlah Mas, sini kasih ke Dita!" Seru Andita dengan wajah kesal lantaran dia tahu kalau Anggara yang sudah mengambil kunci motornya sebelum dia tiba di sana. Anggara menoleh ke kiri-kanan, pria itu berpura-pura duduk berjongkok lalu mengambil kunci dari bawah kakinya. Anggara tersenyum menatap Andita mengulurkan tangannya untuk mengambil kunci tersebut dari genggaman tangannya. "Mas, buruan! Telat nanti aku!" Omelnya. "Telepon Ayu dulu dong, suruh dia datang ke kampusku. Harus hari ini!" Desak Anggara pada adiknya. Andita mengepalkan tangan kanannya lalu menggunakan tinju kanannya untuk memukul kepala Anggara, hanya sekedar menakuti kakaknya itu. Dan Anggara mengulum senyumnya sambil menepis tangan Dita. Andita segera menghubungi Ayu Kinanti. "Panggilan video! Buruan!" Desak Anggara lagi pada Dita. "Dasar mata keranjang!" Omel Dita, tapi tetap segera mengalihkan panggilan dari telepon biasa ke panggilan video. Di seberang sana.. Ayu Kinanti sedang berendam di dalam bathtub, dia baru saja bangun. Tubuhnya terasa sangat penat karena harus melayani Anggara berkali-kali. Dari parkiran hotel, dan di lorong kecil samping kediamannya. Anggara meminta dirinya untuk melayani terus-menerus. Ayu merasa Anggara sudah ketagihan untuk terus menyentuh tubuhnya tanpa jeda sehari saja. Mendengar dering ponselnya Ayu segera berdiri untuk mengambil dari atas meja. "Video call? Tumbenan Dita, jangan-jangan Mas Gara?" Ayu langsung mengambil baju mandinya lalu menerima panggilan tersebut. "Halo Dita?" Dugaannya tepat, di belakang punggung Andita ada Anggara Lesmana. Pria itu melambaikan tangannya sambil menumpukan kedua lengannya di belakang punggung Andita. Ayu menelan ludahnya sendiri menatap betapa segar dan tampannya wajah Anggara, pria yang sering menyentuh tubuhnya hampir setiap hari itu. "Ada apa Dit? Aku masih mandi tadi." Ucap Ayu seraya mengeringkan wajahnya menggunakan sehelai handuk. "Ini em, Mas Gara minta kamu datang ke kampus. Katanya masalah pendaftaran untuk kuliah. Dah gitu saja, jangan lupa datang hari ini. Jam berapa Mas?" Tanya Dita seraya menoleh ke belakang. "Jam sembilan paling lambat!" Anggara tersenyum manis menatap rambut basah Ayu Kinanti di seberang sana. Betapa cantiknya wajah gadis simpanannya itu. Membuat Anggara kembali teringat bagaimana tubuh langsing dan segar itu menggeliat pelan di dalam tahanannya! "Iya Mas, nanti Ayu pamit ke Mama sama Papa.. biar supir yang antar Ayu ke kampus Mas Gara." Ucapnya pada Anggara. "Nggak usah, aku mau ke sana.. kamu siap-siap saja sekarang. Aku mau ngantar Andini ke klinik lalu langsung mampir ke rumah kamu." Ujar Anggara tanpa ragu. Pria itu tidak menunggu jawaban dari Ayu Kinanti tapi segera berlalu pergi dari belakang punggung adiknya, Dita. "Dasar Mas Gara! Yu, maafkan Abangku ya? Dia memang sedikit sinting, saban hari ngamuk-ngamuk nggak jelas. Kamu yang sabar ya ngadepin truk seperti dia!" Seru Dita untuk menenangkan hati sahabatnya itu. Ayu hanya mengangguk pelan, lalu mengukir senyum paksa pada bibirnya. Sebenarnya dia belum ingin bertemu dengan Anggara Lesmana hari ini. Tubuhnya butuh istirahat. Namun melihat Anggara memaksanya pagi ini, niat istirahat itu terpaksa Ayu batalkan. "Yu? Ayu? Ayo sarapan dulu nak!" Ibu Ayu Kinanti mengetuk pintu kamar. "Iya Buk, sebentar. Ayu masih terima telepon dari Dita!" Serunya dengan suara keras pada Mariam dari dalam kamarnya sambil menoleh ke arah pintu. "Dita, aku tutup dulu ya teleponnya..? Ibu memintaku sarapan." Pamit gadis itu pada Dita di seberang sana. "Ya." Sahut Dita seraya menganggukkan kepalanya. Dita segera memasukkan ponselnya ke dalam tas. Dita berjalan ke arah garasi motor matic di garasi yang ada di sebelah rumah. Kunci motor yang dia cari sudah menancap pada motornya dan ada uang dua ratus ribu di atas jok motor tersebut. Dita segera memasukkan uang itu ke dalam tasnya. Dita tahu uang tersebut pemberian dari Andini, bukan dari Anggara. Andini selalu memberikan uang pada Dita secara diam-diam karena Dita banyak membantu pekerjaan rumah, juga mengurus kedua anak Andini. Motor matic yang Dita pakai juga milik Andini sengaja Andini berikan sebagai hadiah ulang tahun adiknya itu, Anggara marah besar dan menyuruh istrinya untuk menjual motor baru tersebut. Andini beralasan kalau motor itu akan dipakainya saat berpergian di sekitar rumah, dan sementara dia memakai mobilnya.. Andini meminta Dita untuk memakai motor tersebut agar tidak rusak. "Senang punya kakak ipar perhatian, baik, dan penyayang kayak Mbak Dini.. Mas Gara saja yang kelewatan! Istri cantik, berprestasi seperti itu masih saja diselingkuhi! Aslinya juga nggak mau pisah sama Mbak Dini." Gerutu Andita sambil menuntun motornya keluar dari dalam garasi. Andita masih ingat dulu, waktu duduk di bangku kuliah. Saat itu Ayah, Ibu dari Andini mendatangi kakaknya. Dita tidak tahu apa yang mereka katakan pada Anggara. Setahu Dita setelah kepergian kedua orang itu, kakaknya mengamuk dan berteriak-teriak lalu menangis tiga hari tiga malam sambil menyebut nama Andini Septian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD