11. Hati Yang Terbagi

1334 Words
Ayu Kinanti cemas kalau Anggara akan kembali melakukannya hari ini, namun melihat mobil Anggara melaju dengan kecepatan sedang menuju ke kediamannya.. Ayu merasa lega. “Di rumah ada siapa saja?” Tanya pria itu padanya. “Di rumah Ayu cuma ada Bibi, Mas.” “Ke rumahku saja sepi.” Sahut Anggara seraya memutar kemudi mobilnya menuju ke arah kediamannya, bukan ke arah kediaman Ayu. Ayu Kinanti menggigit ibu jarinya, dalam hatinya cemas sekali. Dia tahu ini bukan jam Dita untuk ikut pelajaran tambahan. Ayu ingin mengatakan itu pada Anggara, mungkin saja pria di sebelahnya itu tidak hafal dengan jadwal Andita. “Mas, Dita hari ini nggak ada pelajaran tambahan. Jadi kemungkinan dia pulang agak siangan..” ucapnya sambil menoleh pada Anggara. “Iya, paling siang Dita sampai di rumah juga jam dua belas kan? Kita sudah hampir sampai kok.” Ucapnya. Ayu baru tahu kalau Anggara tahu jalan pintas untuk lebih cepat tiba di kediaman Anggara. Ada rasa cemas dan takut menyelinap di dalam hati Ayu Kinanti. Gadis itu tidak bisa mengucapkan kata-kata tentang penolakan yang sempat terlintas di dalam benaknya. Setiap dia berhasil memikirkan kalimat itu, tetap saja kalimat itu gagal meluncur dari bibirnya. “Mas, aku-aku ingin,” “Ingin apa?” Potong Anggara, mobil Anggara sudah masuk ke dalam halaman. Waktu perjalanan pulang ke rumah dalam waktu tiga puluh menit terasa begitu singkat sekali. Terlambat! Selalu saja terlambat! Anggara sudah melepaskan sabuk pengaman pada pinggangnya, pria itu turun dari dalam mobilnya lalu membuka pintu untuk Ayu Kinanti. “Ayo turun,” perintahnya seraya mengedikkan dagunya ke samping. Dengan perlahan Ayu Kinanti turun dari dalam mobil Anggara, karena terlalu lama Anggara langsung menarik pergelangan tangan gadis tersebut masuk ke dalam rumah. Dari pintu samping garasi Ayu Kinanti masuk ke dalam ruang tengah. Anggara mendahuluinya duduk di kursi panjang ruang tersebut. Ragu-ragu Ayu Kinanti berjalan mendekat menuju ke arahnya. “Duduk di sini.” Anggara menepuk kursi di sebelahnya. Begitu Ayu Kinanti duduk di sana Anggara langsung memutar badan menghadap Ayu. Pria itu mengurung tubuh Ayu menggunakan kedua lengannya. Ayu menelan ludahnya berulangkali. Napasnya terasa sedikit sesak tatkala pria itu mendekatkan wajahnya dan mulai melabuhkan bibirnya pada bibir Ayu Kinanti. Anggara mengambil kedua lengan Ayu, lalu meletakkannya di atas kedua bahunya. Saat ia memperdalam ciumannya, Ayu Kinanti mulai meremas kuat kedua bahunya. Anggara mulai melepaskan kancing sisi atas baju yang kini dikenakan Ayu. “Mas, jangan..” Ayu Kinanti menggenggam erat gaun yang menutupi dadanya. Kepala gadis itu menggeleng pelan. Tatapan tajam dari sorot mata Anggara membuatnya cemas dan takut. “Kenapa? Kenapa nggak sejak awal nolak? Kenapa nggak dari kemarin bilang kamu nggak suka sama aku, heh?” “Ini untuk sekarang dan seterusnya, Mas. Ayu merasa semua yang kita lakukan ini salah, dan sebaiknya kita sudahi saja sekarang.” Ucapnya dengan suara lirih. Ayu Kinanti benar-benar takut jika Andini mengetahui kalau dirinya selama beberapa hari terakhir sudah bermain gila dengan Anggara. Padahal awalnya dia tidak mengira kalau akan sedekat ini dengan pria yang menjadi pujaan hatinya itu. “Telat Yu! Telat! Kamu anggap aku ini apa? Barang yang bisa kamu pungut lalu kamu buang sesuka hati! Nggak apa-apa kamu nolak aku sekarang, lakukan saja apa yang kamu inginkan. Tapi ingat, malam nanti aku akan datang ke rumah kamu, dan aku akan ngomong sama Pak Darus tentang hubungan terlarang kita..” bisiknya sambil mendekatkan wajahnya pada wajah Ayu. Ayu cemas dan takut, dia tidak mau sampai kedua orangtuanya tahu kalau Anggara sudah menidurinya. Ayu menggeleng cepat. “Jangan, Mas.. Ayu mohon.. jangan bilang sama Bapak dan ibu.” Pintanya pada Anggara. “Ya, makanya layani aku.. sebentar saja kok, aku juga harus berangkat ke kampus.” Desisnya seraya menarik baju Ayu Kinanti. Anggara memulai aksinya, rintihan yang sangat ingin dia dengar itu mulai samar-samar keluar dari bibir ranum Ayu Kinanti. Napas keduanya beradu saling terengah, keringat dari tubuh Anggara menyatu dengan tubuh Ayu Kinanti. Direngkuhnya dan diciuminya Ayu Kinanti. Tidak ada pilihan lain bagi Ayu, sama sekali tidak pernah ada pilihan lain selain menerima semua labuhan cinta dan nafsu dari Anggara Lesmana. Anggara memilih berbagai posisi, dan itu pertama kalinya bagi Ayu menikmati sensasi yang diajarkan oleh Anggara padanya. Sudah dua kali Anggara menyelesaikannya, masih banyak waktu yang tersisa. Tubuh Ayu juga mengejang berkali-kali akibat ulah nakalnya itu. “Buka kakimu lebih lebar,” bisik Anggara. Ayu menurut, dan bibir Anggara berlabuh di area intim Ayu Kinanti. Entah itu cara Anggara memanjakannya atau sensasi itu yang Anggara tahu sangat disukai oleh lawan mainnya itu. “Mas, sudah.. aku nggak kuat!” Jerit Ayu Kinanti seraya mengangkat wajahnya. Ayu menarik lengan Anggara agar meninggalkan wilayah tersebut, Anggara hanya mengukir senyum lalu mencubit ujung hidung gadis jelita yang kini tergolek pasrah di bawah tubuhnya. “Cantik sekali kamu Yu, bikin aku makin gemas saja.” Bisiknya sambil kembali memulai permainan ke tiga. “Mas, akh!” Ayu memekik, Anggara memberikan kejutan dengan hentakkan kuat dan cepat. Anggara menekan kedua kaki Ayu ke samping untuk lebih leluasa mengambil apa yang dia mau. Tubuh Ayu Kinanti bergetar hebat, akhir dari permainan itu mereka sampai pada batas yang mereka mau dalam waktu bersamaan. “Mas sudah jam setengah dua belas, Mas nanti ke kampus jam berapa?” Tanya Ayu pada Anggara. Pria itu sudah memakai bajunya kembali, sementara Ayu baru beranjak duduk dari posisi rebah. “Kenapa? Nanya-nanya? Kamu mau ikut aku ke kampus lagi? Biar ketemu sama si Dul? Kangen sama dia! Jatuh cinta!??” Sindir Anggara. Anggara merasa cemburu melihat Abdul membisikkan sesuatu pada Ayu Kinanti saat mereka sedang berada di kampus pagi ini. “Nggak Mas, maksud Ayu kalau Mas balik ke kampus, Ayu nanti pulangnya ngikut Mas gara, atau nanti naik taksi saja..” Ucapnya sambil memakai pakaian dalamnya. Padahal Ayu tadi ingin bertanya apakah Anggara mau mengantar atau dia pulang sendiri saja. Tapi Anggara malah salah paham dan mengira kalau dirinya ingin bertemu sama Abdul lagi. “Kamu pikir aku nggak mau ngantar kamu?! Begitu!?” “Mas, salah paham sama Ayu.” Anggara langsung mencekal lengannya, hingga Ayu batal memakai bajunya. “Aku paling nggak suka lihat mata kamu itu jelalatan sama pria lain, Yu!” “Mas.. sakit.” Rengek Ayu seraya meronta dari genggaman tangan Anggara. “Makanya nurut sama aku! Apa susahnya sih nurutin aku? Jangan sekali-kali mikir kabur atau dekat dengan laki-laki lain! Awas saja kalau sampai aku tahu, aku akan kurung kamu di dalam rumahku setiap Dini nggak ada di rumah! Mau pulang merangkak?” Ancam Anggara pada Ayu Kinanti. “Nggak Mas, begini saja kakiku sakit sekali..” ucapnya sambil memijit kedua lututnya yang belum tertutup oleh apapun. “Pakai bajumu, aku antar kamu balik ke rumah.” Perintahnya pada Ayu Kinanti. Anggara beranjak berdiri dari sofa lalu berjalan menuju ke ruang makan untuk mengambil segelas air. Ayu Kinanti baru saja selesai membenahi bajunya, gadis itu berjalan ke ruang makan menyusul Anggara. “Haus nggak? Minum dulu, kamu lihat di kulkas mungkin Dita simpan minuman dingin di sana.” Ucapnya sambil menatap Ayu Kinanti melalui ekor matanya. Ayu Kinanti berjalan menuju ke arah lemari pendingin, dia membuka tutupnya dan mengambil satu kaleng minuman rasa lemon tanpa alkohol. Anggara berjalan mendekatinya lalu menghimpitnya dari belakang. “Aku tahu kamu akan mengambil yang ini, aku membelinya dua dus.. sengaja aku simpan di sini untukmu.” Bisik pria itu pada daun telinga Ayu. Ayu langsung menoleh sambil mengusap lengan kokoh yang kini mengait pada pinggang ramping miliknya, dan bibirnya berakhir dalam pagutan Anggara Lesmana. “Mas siapin ini untuk aku?” “Hem. Kapan kamu nginap lagi di sini? Aku pengen kamu tinggal lama kayak dulu-dulu. Sejak kita tidur bersama kamu jarang sekali ke sini, Yu.” Protesnya. Sikap Anggara tiba-tiba berubah lembut, sikap seperti ini yang sangat Ayu sukai dari Anggara. “Belum tahu.. Mas,” “Malam ini kamu nginap di sini, ya?” pintanya tiba-tiba. “Mas, kita sudah..” “Aku masih kurang. Selalu kurang, Yu..” Wajah Ayu memerah, lengan Anggara sudah berpindah bukan lagi pada pinggangnya tapi pada sisi bawah tubuhnya!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD