Prolog

483 Words
Senin (16.24), 22 Maret 2021 -------------------- “Aku tidak tahu lagi harus melakukan apa agar Carissa mau mendengarkan. Aku tidak mau kehilangan dirinya seperti aku kehilangan Kakaknya. Destia juga sangat sedih mengenai hal ini,” keluh Alan seraya memijat kepalanya yang terasa berdenyut. “Apa lagi yang dilakukannya kali ini?” tanya Rafka. “Dia pulang dengan tubuh penuh luka dan lebam. Katanya dia ikut tawuran. Ada murid dari sekolah lain yang mengejek murid dari sekolahnya lalu bla…bla…bla…” Alan mendesah. “Sepertinya dia mewarisi banyak gen Destia. Tapi setahuku Destia hanya hobby memanjat, bukan tawuran atau balap motor.” Rafka melirik Fachmi, mengangkat salah satu alis meminta pendapat. Tapi Fachmi hanya mengangkat bahu. Akhirnya dia kembali menatap Alan lalu menepuk pelan bahu sahabatnya itu. “Mungkin kau harus memberinya banyak kegiatan yang lebih positif. Dengan begitu dia jadi tidak punya waktu untuk melakukan hal-hal berbahaya.” Lagi-lagi Alan mendesah. “Kau pikir kenapa aku memaksanya memilih magang di perusahaan kalian? Aku ingin dia memiliki kegiatan positif. Juga ada Fachmi dan Farrel yang bisa mengawasinya. Tapi ternyata walau dia sibuk seharian, dia masih menggunakan waktu malamnya untuk membuat dirinya sendiri terluka. Aku dan Destia bahkan berencana mengurungnya semalaman. Tapi ternyata kami tidak setega itu. Kehilangan anak pertama membuat kami merasa semakin tidak berdaya sebagai orang tua.” Kening Fachmi berkerut memikirkan masalah yang sedang menimpa sahabat Papanya itu. Dia juga merasa iba. Alan dan Destia tidak ingin Carissa terluka namun Carissa menganggap sikap kedua orang tuanya terlalu berlebihan. Lalu entah angin apa, mendadak sebuah ide gila melintas di benak Fachmi. “Hmm, Om Alan. Saranku, nikahkan saja Carissa. Biasanya wanita akan merasa memiliki tanggung jawab begitu menjadi istri.” Alan dan Rafka sama-sama terbelalak mendengar saran Fachmi. “Menikah?!” Rafka bertanya dengan nada tinggi. “Carissa baru merayakan ulang tahunnya yang ketujuh belas dan dia masih kelas dua SMK.” Fachmi mengangkat bahu. “Itu hanya saran. Kalau dia menikah, akan ada yang mengawasinya selama dua puluh empat jam.” Rafka geleng kepala tidak setuju. “Itu saran yang benar-benar tidak masuk—” “Tapi siapa yang mau menikah dengannya? Apalagi setelah tahu kelakuan Carissa seperti itu.” Alan tampak frustasi. Rafka terbelalak mendengar ucapan Alan. “Maksudmu—kau setuju?” Alan meringis. “Kurasa Fachmi benar.” “Bukankah kau takut kehilangan putrimu lagi? Kalau dia menikah, dia pasti akan ikut suaminya.” “Itu lebih baik daripada dia meninggal seperti Clara. Aku masih bisa melihatnya kapan pun aku mau. Sementara Clara—” Alan tercekat, tidak sanggup melanjutkan lagi. Rafka menghela napas, paham betul perasaan Alan. “Kalau begitu, pertanyaanku sama seperti kau tadi. Siapa lelaki yang akan menikah dengannya?” “Aku,” celetuk Fachmi tanpa rasa bersalah dan raut datar. Sementara itu Alan dan Rafka mematung lalu keduanya menoleh ke arah Fachmi bersamaan. “APA?!” ---------------------- ♥ Aya Emily ♥
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD