Rizki

4234 Words
Aylin POV Pagi ini begitu cerah bagiku membuat aku senang ke Kampus. Aku akan menyelesaikan kuliahku lalu bisa mendapatkan perkerjaan yang baik. Soal kemarin, tentu saja aku masih memutuskannya tapi sebisa mungkin ku tepis semua itu dan fokus pada tujuan hidupku lagi.    Selesai sarapan aku langsung memanaskan mobil dan segera pergi ke kampus. Sesampai nya di sana, pria dengan baju rapi dan tataan rambut yang menarik menyapaku "Assalamualaikum warohmatullai wabarokatuh," sapanya lembut. "Wa'alaimusalam warohmatullahi wabarokatuh," balasku sambil menundukan kepala. "Aku pikir kamu tidak akan ke Kampus Ay," mulainya dengan basa-basi. "Saya berusaha datang karna tidak ingin menyia-nyiakan waktu untuk mencari ilmu yang sesuai Hadist Barangsiapa yang MENEMPUH perjalanan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan dengan mudah mengusahakan jalan menuju Surga. Tidakkah harus berjuang di salah satu rumah Allah (masjid) untuk membaca Kitabullah dan saling mempelajarinya di antara mereka, akan dibuka di atas mereka, rahmat diterbitkan mereka, para Malaikat "berbicara" mereka dan Allah "" menyanjung "mereka di hadapan Malaikat yang berada di sisi-Nya" (HR. Muslim no. 2699, Abu Dawud no. 3643, at-Tirmidzi no 2646, Ibnu Majah no 225 dan Ahmad II / 252, hadits dari Abu Hurairah). Dan juga hadist "Barangsiapa pergi ke masjid, dia tidak meminta bantuan atau memintanya, maka meminta pahala seperti orang yang melakukan HAJI, di mana hajinya sempurna" (HR. Ath-Thabrani, lihat Shahiihut Targhiib wat Tarhiib no. 86). "Sangat merugi kalau aku meningalkan setiap hari tidak memerlukan ilmu kan." Dia hanya tersenyum dengan manisnya "berhasil, seperti memahami hadist mu sudah mulai baik Ay, tentu saja aku tau hadist itu, ayo masuk kelas," balas pria itu lembut. Aku hanya mengangguk, dan mengikutinya di belakang dengan jarak yang jauh. Rizki Abqari Prameta. Dia sebenarnya tetanggaku, dia juga sahabat baik Arfan. Tentu dia tau tentang kisahku dan hidupku, dulunya kami selalu senang bersama aku mengerti hukum pertemanan antara pria dan wanita dan akhirnya aku memilih pergi dan dia mengaktifkan bersahabat dengan Arfan. Baru-baru ini kami mulai saling sapa lagi. •••••••• Saat di kelas aku agak heran mengapa para akhwat membenari kerudung mereka bahkan ada di antara mereka tampak memoleskan berbagai jenis make up ke pembicaraan. Saat aku melewati mereka, semua melihat sinis tentu saja karna kain yang aku pakai ini. Bukan hal baru lagi buatku akan tatapan itu. Tapi yang bisa dibenarkan adalah Muslim yang sebenarnya, aku tak tahan menghadapi tantangan dari Allah ini.   Aku segera duduk dan membaca materi yang akan k*****a. Decit pintu di buka terdengar nyaring di telinga dan menggema di ruangan ini. Sontak buat kegiatan mereka berhenti dan lihat siapa yang akan masuk. Sementara aku tak berani menganggkat wajahku saat aku melihat yang masuk dosen pria terlihat dari sepatunya. Tanpa banyak bicara dosen menjelaskan materinya. Tapi ... Serasa ada yang aneh dengan suara dosen baru ini, terkesan seperti aku sering mendengar suara lantang seperti ini. Saat aku melihat papan tulis, tak sengaja melihat ku, melihat dosennya dan ternyata.   Dia El, bagaimana bisa dia menjadi dosenku, oh benar tak ada yang tak mungkin bagi seorang El, bahkan orang pun pun   Hah rasanya sangat berbeda saat El yang mengajar tatapan hanya tertuju, dia selalu memperhatikan gerak gerikku. Menyebalkan sekali, Asstagfirullah hal adzim.   Sekarang kami di tugaskan untuk mencatat materi nya. Tak lama mengemudiam jamnya selesai semua kegiatan belajar selesai. Aku bernafas lega karna pandang akan teralihkan dariku. "Harap, tolong buat contoh soal materi ini sambil ditanyakan jawabannya pada kertas A4." terdengar suaranya diaktifkan. "Dan untuk nona Aylin, harap dapat membantu saya membawa semua makala ini ke dalam ruangan saya," Mendengar perintahnya membuatku terperanjat dan sontak semua mata memandang ke arahku. Menurutku ini hal yang paling menyebalkan saat mereka menatapku dengan tatapan tak sukanya. Aku hanya bisa mengangguk pelan dan berjalan ke depan. Aku membawa sebagian lalu berjalan mengiringinya. Sesampainya di ruanganku aku siapkan tugas kami laku siapkan akuikan "Tunggu!" Dia yang mampu membuatku berhenti seketika. "Ada yang perlu apa lagi pak?" tanyaku seseopan mungkin. "Aku ingin bicara denganmu," bisakah kurasakan dia melangkah mendekatiku. Asstagfirullah hal adzim, sungguh aku kesal dalam keadaan seperti ini. "Maaf pak, saya tidak bisa di dalam ruangan ini hanya ada kita berdua akan sangat tidak baik dan itu akan menimbulkan fitnah bagi kita,   Saat aku ingin melangkah dia langsung berdiri di depanku. Menyebalkan sekali, tapi aku harus sabar bagaimana pun dia dosen disini. "Ay, aku ingin bicara." Katanya SeolAh memohon "TIDAK Baik berbicara here ألا لا يخلون رجل بامرأة لا تحل له فإن ثالثهما الشيطان _‘Ketahuilah. Janganlah Seorang laki-laki berduaan DENGAN wanita Yang TIDAK baginya halal, sebab Yang ketiganya Adalah syaithan.’_ (HR. Ahmad dan Tirmidzi, dari Amir bin Rabi'ah) Ku harap kau mengerti El, dan aku tidak ingin membahas apapun dulu padamu. " "Ok kalau begitu," katanya misterius dan berjalan menduluiku ke luar kamar aku ingin dia sudah datang dengan ibu kantin yang mau lewat. Apa maksudnya itu ?? "Sekarang kita tidak bersama lagi, kita bertiga dengan bu kantin. Dia di sini untuk bersaksi bahwa kita tidak melakukan hal yang aneh aneh." katanya menjelaskan yang membuatku menganga seketika. Asstagfirullah hal adzim El ... Ingin merasa aku mendengar bahwa aku memang ingin berbicara, ada atau tidak ada ibu kantin yang sekarang tengah tersenyum senyum melihat kami. Aku yakin di senang dia berfikir aneh aneh tentang kami. Hah ... Aku mengela nafas berat, susah sekali bedagumen dengan anak ini. "Apa yang ingin kau bicarakan? Aku punya sedikit waktu untuk mendengarkan," kataku dingin. Aku bisa melihat senyumnya yang dikeluarkan dari pantulan keramik. "Apa kau benar-benar ingin belajar memafkanku?" katanya dengan nada selamat tergambar jelas di sana. Aku sangat terkejut dengan pertanyaannya, dari mana dia tau ?? Aku tak bisa menjawab apa, kalau aku bilang "ya" maka aku jamin dia akan membuat semena mena seperti dulu, tapi kalau aku jawab tidak maka aku akan menjawab, Aku benci mengerti. Pilihan terbaik adalah diam. "Diammu berarti iya," katanya menyimpulkan dan aku tetap diam "Ay, aku sangat senang mendengarnya, aku tau kesalahanku sangat besar tapi, aku berharap pengampunanmu, dan juga aku berharap kau melihat aku sedikit saja. , ku mohon sekali .. Saja lihatlah aku. " Aku masih menunduk diam mendengar katanya. "Aku permisi ini sudah 5 menit." kataku dingin menolak kata katanya sedikitpun, terlihat di sudut mataku kekecewaan di sudut. Aku tetap diam dan tak mengubrisnya. Melihat El diam aku langsung melintasinya dan langsung menuju kelasku berikutnya.   Entahlah mengapa aku masih tak suka pada El padahal aku sudah berniat memaafkannya, mungkin ini semua terjadi karena aku belum kuat. Ya Allah semoga kau mengukuhkan imanku agar lebih kuat lagi. *** Tak terasa selai kuliahku habis ku lewati dengan sering melamun, setelah selesai aku langsung pulang. Sesampainya di Rumah aku langsung menuju kamar mandi untuk berendam.   Pikiranku kembali mengingat kejadian di kampus tadi. El, benar benar keterlaluan. Aku hanya pernah membantunya sekali dia sudah terobsesi. Ku selesaikan mandiku dengan cepat untuk mengerjakan tugas dari dosen baru tadi. Karna aku tidak pernah meminta pekerjaan nunda karna itu tidak baik Aku mulai mengerjakan tugas itu dengan ditemani oleh acara tv kesenangan ku adalah ceramah tapi tidak menampakkan wajah siapa yang ceramah, yang di perlihatkan animasi permainan alam dan tulisan ceramah itu sendiri.  Kesabaran? Apakah arti kesabaran itu sendiri? Menurut KBBI, kesabaran itu membuktikan kemampuan untuk selalu tenang dalam percobaan. Memang kesabaran adalah suatu kata yang enak diucapkan oleh mulut namun sangat luar biasa sulit untuk dilakukan. Sebagai Agama yang sempurna Islam juga sudah siap tentang kesabaran ini. Allah yang sangat menyukai orang yang menunggu seperti di sebutkan dalam firmannya Allah berfirman: * * وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ * * Dan Allah memilih orang-orang yang sabar. [QS. Ali Imran: 146] Sungguh kesbaran itu memang sangat luar biasa mahalnya. Namun, kamu semua harus ingat kesabaran tak ada batasnya. Teruslah bersabar, Allah tak mungkin menurunkan masalah yang kita tak perlu untuk atasi. Akhir kata sang peceramah. Ustad RA Seketika aku terdiam, yaa benar aku suka tidak sabar menunggu Abdiel. Asstagfirullah hal adzim, sungguh ya Allah maafkanlah Hambamu ini. Jeritku dalam hati. Dan mulai mengerjakan tugas lagi.   Berapa lama saya mengerjakan tugas selesai melihat saya sudah menunjukkan pukul 15:30 berarti saya hanya punya waktu 30 menit untuk menyiapkan siap buku toko, siang sebelumnya sebelum saya akan mengantarkan ke toko buku bersama Rizki dan Naila. Setelah siap aku langsung keluar kamar ku lihat Rizki dan naila Mereka duduk di kursi tamu, dan Ummi di depanya. "Ah, itu dia Aylinnya." kata Ummi mengintrupsi. Aku berjalan dan langsung duduk disamping Ummi, kulihat naila begitu bahagia melihatku, dia adalah saudaraku sekaligus tetangga Rizki yang baru menginjak sekolah kls 2 sma "Karna Aylin dia sudah siap apa boleh kita pergi Ummi?" "Iya Tentu hati hati ya." pesan Ummi padakamu "Iya." Jawab kami seperempak lalu bergantian mencium tangan Ummi. Kami Berjalan Kaki Jaraknya lumayan jauh tapi akan lebih asik saat Berjalan Kaki. Dengan naila yang berjalan di tengah tengah. "Maaf, aku sedikit terlambat." "Tidak apa apa." balasnya lembut "Kak Ay kenapa terlambat? Biasanya tidak pernah." tanya zahwa heran "Karna kakak terlena mendengarkan nasehat ustad di tv," balasku senang "Ustad apa? Namanya kenapa aneh begitu?" "Naila, tidak baik menghina nama orang." tegur Rizki "Maaf kak." kata naila menyesal "Iya, jangan ulangi." balas Rizki dengan lembut. "Jadi, mana, menonton ustad RA itu, seperti apa memutar? Apa ceramahnya bagus ?." tanya Naila lagi "Eh iya ..." Pertanyaan Naila membuat aku tersadar dari lamunanku. Ku menatap Naila yang sepertinya menunggu jawabanku. "Bagus, kakak nonton di tv khusus ceramah, menang hari ini ustad RA, kakak senang dengan ceramah beliau sangat memotivasi dan menyejukan hati. Dia juga sering membawakan hal hal yang bertemakan cinta." "Wah menarik sekali." "Iya, dan lebih menarik lagi, dia tidak akan menampakannya, saat bertanya, dia menilai dia akan sombong saat orang memujanya dan memanggilnya ustad di masyarakat." "Masyaa Allah, siapa ustad rahasia itu ya kak," "Entahlah, dia begitu misterius." "Kita sudah sampai." kata Rizki yang membuat perbincangan antara aku dan Naila terhenti. "Nah ayo masuk." kata Naila bersemangat Kami masuk dengan semangat, karna buku buku yang di jual masih baru, biasanya kami akan membeli masing-masing 3 buku dan 1 buku dengan judul yang sama. "Dan judul buku yang kami beli kembar kali ini" Aku mencintaimu Karna Allah "sangat bagus. Selesai membeli buku aku langsung pulang dengan taksi tadinya Rizki ingin mengantarku tapi dia mendapat telpon penting mangkanya aku mau agar aku pulang sendiri. " Hati hati di jalan Ay , sampaikan maafku pada Ummi, "katanya terlihat pancaran rasa bersalah di mata nya " Iya, tak apa Riz, ummi pasti mengerti lagi pula ini belum terlalu sakit, "Wa'alaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh." Aku tersenyum dan masuk ke dalam taksi ~~~~ Sesampainya di rumah ku lihat Ummi tengah menyiapkan makanan di meja. "Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh." "Waalaikumusalam warohamtullahi wabarokatuh." "Rizki tidak mengantarmu nak?" tanya Ummi "Tidak Ummi, dia ada kepentingan mendadak dan sudah mangkanya aku kembali akan pulang sendiri." "Padahal Ummi sudah selesai makan malam buat kita makan bareng, dia bisa sholat di masjid kita kan." kata Ummi dengan lesu "Tak apa Ummi, lain kali dia pasti akan mampir. Maaf Ummi aku membuat rencana Ummi sia sia." kata ku menyesal sambil menunduk "Tak ada yang sia-sia di dunia ini nak, tak apa makanan ini akan diberikan kepada Yatim." "Iya Ummi." Selesai makan aku langsung tidur karna ada kelas pagi. ***** Pagi ini dimulai dengan membuka kata bijak nan memotivasi ustad misterius itu, semenjak ustad itu muncul aku sudah mengagumi betapa menakjubkanya dia. Sungguh semua kata katanya mampu membuatku merinding. Siapakah ustad itu sunggu aku penasaran tapi mau tanya lagi aku cuma bisa dengar suaranya tanpa melihat reaksi. "Ay, ayo turun nak, nanti kamu akan terlambat." "Iya Ummi." aku segera melangkah turun menuju meja makan lalu makan bersama Ummi. "Ay, kamu berangkat menggunakan taksi ya sudah ummi panggilkan tadi. " Astagfirullah ... Aku lupa menyelesaikan ini, mustika yang pembunuh super dan sangat menyeramkan itu, dia pasti akan memberiku hukuman. "Pagi." sapa ibu mustika dengan wajah sinis itu, yang entah tahun kapan akan berubah menjadi ramah "Pagi bu," kelas menjawab serentak. Semua berjalan ke depan dengan membawa tugas masing-masing mengeluarkan aku duduk dengan keringat dingin. "Kenapa Ay? Kamu terlihat pucat?" saya mendongak melihat siapa yang bertanya ternyata Widia Astuti gadis tinggi dengan wajah tirus. "Silakan kumpulkan tugas kalian masing-masing yang tidak mengumpulkan akan mendapatkan nilai E, dan yang pasti tidak akan lulus pelajaran saya," katanya sinis malas mengatakannya. "Iya Ay, ada apa?" tanya tiara gadis dengan kelas di karna senyum sapa selalu menjadi ciri khas dirinya. Dia tetap sama, gadis tenang tapi peduli sekitar Ulan febrianti. Idenya benar-benar memohon pada mustika Sementara dengan dingin dia berkata ya. Dia memberiku 1 jam pelajarannya. Saat di parkiran aku baru ingat kalau aku naik taksi ke sekolah. Ya Allah bagaimana ini kekhwatiran melingkupi diriku sepenuhnya aku takut. Aku berjalan ke kelas Rizki ingin meminta bantuan. Tapi saat aku sampai di sana ku lihat Rizki sangat serius dengan pelajarannya, dia memang suka pelajaran ini. "Aku... Lupa membawa makalanya." "What ! Yang benar saja kau akan mendapatkan nilai E Ay, dan mungkin tidak akan lulus lalu kami akan lulus duluan dengan nilai A karna pelajaran Bahasa Inggris keahlianku he he he." jujur aku benci suara melengking ini karna dia anak paling rusuh di kelas ini Ayu Novia Fajrin yang sering kami panggil dengan sebutan yuka, entah dari mana unsur kata yuka itu, hanya dia dan Allah yang tahu. "Maju ke depan dan bilang kau lupa membawa makalanya, minta waktu 5 menit pada bu mustika untuk mengambil makalanya." Suara itu memberi solusi dengan dingin dan acuh. Ku putuskan untuk mencari taxi, walaupun akan sulit. Aku menunggu lama tapi tidak ada 1 taxi pun, dan buruk nya lagi Hp ku ketinggalan di tas dan tas itu masih di kelas. Aku tidak takut Hp ku hilang karna Rizki pasti ke kelas saat dia melihat tasku pasti dia bawa. Saat aku memikirka banyak hal sebuah mobil berhenti di hadapanku. "Naiklah, aku akan mengambil makalamu," kata seseorang dalam mobil itu saat aku sedikit mengangkat kepalaku ternyaa dia El. "Tidak terima kasih," jawabku tegas. Maaf saja lebih baik saya tidak lulus dari satu mobil bertemu. "Kamu akan mendapatkan nilai E bahkan mungkin tidak sama sekali jika tidak mengumpulkan tugas itu," katanya tetap membujuk. "Itu lebih baik, aku berkhalwat denganmu." "Membantah," katanya sedikit frustasi selesai mengatakan dia menerima hp dan menelpon seseorang beberapa menit kemudi muncul perempuan dengan seragam hitam. "Mereka perempuan bukan, cepat naik atau kau tidak akan lulus!" Dia benar-benar aku tidak ada pilihan lain selain dia. Aku masuk dalam mobil di kursi belakang sementara dia di depan. Di sampingku ada 2 perempuan dan supirnya pun perempuan. Hanya ada keheningan dalam mobil ini, entah aku tidak tau harus bicara apa. Dia pun diam biasanya dia akan meminta maaf atau apa pun yang membuat telinga ku sakit. "Kita sudah sampai, menunggu aku bisa menunggu di sini." lamunanku buyar saat dia. Berkata seperti itu. "Iya." Aku pindah masuk ke dalam rumah dengan kunci cadangan karna memang Ummi tidak ada di rumah "Ya Allah di mana makalanya, aku sibuk mencari dan aku menemukan di atas kasur yang tertindih selimut." Setelah ketemu aku langsung turun dan masuk mobil El lagi. Lagi lagi hening, sampai di universitas aku dia tidak bicara. "Terima kasih bantuannya," ucapku mohon terima kasih. Ku lihat dia sedikit tersenyum. "Tentu, aku akan selalu ada untukkmu, saat kau membutuhkanku," balasnya senang. Aku hanya menganggukan kepaa sebentar dan pergi. Aku berjalan menuju ruangan bu mustika, setelah sampai langsung aku berikan dan kembali ke kelasku. Saat aku kembali ke kelas ku lihat Rizki sudah menungguku dia duduk di kursiku. "Maaf." hanya kata itu yang bisa aku ucapkan saat ini. "Ku mohon jangan ulangi Ay, aku akan selalu siap membantu dan teruslah bersandar padaku hingga akhir nya nanti," katanya menjelaskan. "Iya, maafkan aku ki," ujarku meminta maaf. "Iya, ku mohon jangan ulangi ya." Aku hanya bisa mengangguk. Aku mengerti sekali, pasti dia mengerti akan hal ini. Dulu, dia dan Arfan memang bersahabat. Setelah Afran berlalu aku sadar kalau dia akan menjagaku selamanya seperti janjinya waktu itu. Kilas balik di Tanah yang penuh dengan gundukan tanah yang membuat mataku terasa perih. Ku tatap gundukan tanah merwh di depanku yang baru saja di beberapa jam yang lalu. Sepi, aku benar-benar benar sendiri saat ini. Tak ku sangka karena hari pernikahanku akan menjadi hari paling indah buatku. Karena di hari pernikahanku aku kehilangan dua sosok paling rendah di Dunia ini. Abiku dan Suamiku. Ya Abi yang selalu bersamaku sejak kecil, dia yang mengjarkan banyak hal, memberikan kebahagiaan, dia yang selalu bahagia denganku, dia yang bekerja keras demiku kini sudah terkubur sendiri di dalam sana. Dan yang kedua Suamiku yang baru resmi mendapat gelar itu beberapa jam yang lalu. Suami yang ku impi-impikan pernikahan bahagia bersamanya. Asstagfirullah hal adzim ya Allah, sungguh ujian berat untukku. Tanpa terasa air mata mulai membasahi kain yang ku pakai ini. "Aku ingin hujan," jerit hatiku bertanya. Sungguh aku tak mau lemah sendiri. Aku ingin hujan yang menemani. Dan yaa sepertinya Allah mengabulkan doaku karena hujan turun menyertai tangaisku yang makin deras. Aku berjalan meninggalkan kuburan. Kakiku berlari tak tentu arah. Ku rasakan kalau kakiku menginjak duri namun tak ku indahkan, biarlah kaki ini terasa sakit agar aku merasakan bahwa aku masih hidup. Bruk! Aku terdiam di jalan aspal itu. Kurasakan lututku mulai perih karena ini. Aku menangis, menangis sekeras yang ku bisa. Hujan yang turun begitu derasnya seakan meredam tangisku. Sakit, sungguh rasanya hatiku mati saat ini juga. Kebahagiaanku hancur lebur! Mimpiku! Tujuan hidupku. Namun ku rasakan air hujan tak lagi mengenai tubuhku. Namun bukannya karena hujan berhenti karena suara hujan masih terdengar di telingaku. Kepalaku otomatis menonggak dan aku terkejut saat Rizki memayungiku dan dia kebasahan karenanya. "Ay, kau tidak sendiri. Masih ingat dengan sahabat kecilmu ini. Aku di sini Ay, aku di sini akan ku genggam tanganmu sampai mati. Aku di sini," aku makin menangis. Namun dia diam saja menamaniku sambil memayungi. Sampai aku tenang. Lalu dia mengajakku ke mobilnya. Saat melihatku menatap jalanan dengan termenung dia bersuara yang begitu mengetarkan hati lemahku. "Kau tau, Aku ini sahabtmu. Aku akan terus menjadi rumah untukmu sampai pada akhirnya ada rumah lain yang sedia untukmu bersandar. Aku selalu ada untukmu. Selalu andalkan aku Ay, aku di sini bersamamu!" ujarnya membuatku terdiam seketika. Sejak saat itulah, dia benar-benar selalu ada untukku dan ya aku terbiasa bersadar dengannya. Walaupun ak mengurangi sakitnya nakun dia mampu membuat hatiku sedikit membaik ... "Apa urusanmu sudah selesai ?." tanya Rizki yang membawaku ke masa depan, melupakan ingatanku di masa lalu itu. "Sudah, tadi... Aku di bantu seseorang," kataku pelan "Siapa?" tanya Rizki dengan nada pensaran "El," awabku singkat dan malas-malasan, aku mulai mengeluarkan buku. "El yang ..." "Iya, El yang membunuh Arfan dan Abi." jawabku mendahului kalimat Arfan karena aku tau arahnya kemana. "Dia hanya pelantara Ay, memang sudah takdirnya Arfan dan Abimu meninggal seperti itu." Nasihat Rizki, sekarang aku mulai berfikir bahwa Ummi dan Rizki itu anak dan ibu kenapa pemikiran dan mata kata mereka sama, bahwa El hanya pelantara. Mengingat itu air mataku mulai menetes lagi membasahi cadarku, Rizki yang duduk berjarak 2 kursi denganku mulai khawatir tanpak ingin mendekati ku tapi ... "Aylin... Kamu kenapa sayang ? Siapa yang menyakitimu ? Apa kau sakit ? Jawab aku..." suara itu kental akan kekhawatiran dan rasa peduli yang tinggi, bahkan seolah olah diapun merasakan sakit yang sama sepertiku. Tapi bedanya pria ini yang menghadirkan rasa sakit itu Abdiel, sumber air mataku ini, tapi dia juga yang merasakan sakitnya.. Aku diam saja dan masih menangis sambil menunduk, untungnya di ruangan ini hanya ada tersisa aku,Rizki dan El BUGH... BUGH.. "Apa yang kau lakukan pada Aylinku hah! k*****t kau.. Kenapa kau membuatnya menangis !? Akan ku bunuh kau.. !!!." Teriakkan dan pukulan itu seketika membuatku mengangkat kepalaku dan melihat apa yang terjadi.. Ya Allah... El dengan bringasnya menghajar Rizki sampai babak belur.. "El.. El sudah.. Hentikan ku mohonn," teriakku yang tak dia gubris dan tak mengentikan kebringasan El. "Aku akan menghantarmu ke neraka, air mata Aylinku lebih berharga dari nyawamu..!." ucap El berteriak dan masih memukul Rizki yang sudah lemah. Dengan keberanian tinggi aku menarik tangannya "Tolong lah El .. Ku mohon berhenti!" ucapku mencoba menghentikannya. Syukurnya dia berhenti dan terlihat beberapa orang masuk membantu Rizki. aku pun hendak membantu Rizki, tapi terhenti saat tangan El menarik pergelangan tanganku dengan mata memohon dan khawatir terhadapku. Yang ku balas dengan tatapan kebencian. Kenapa dengan pria ini ya Allah. **** Author POV Koridor itu tampak ramai menyaksikan korban perkelahian, bahkan itu tak pantas di sebut perkelahian, pasalnya hanya satu yang babak belur sedangkan pria itu tambak baik baik saja, masih dengan tangan mengepal dan tatapan matanya yang berkobar penuh kemarahan. "Riz.. Rizki... "Gadis bercadar itu menatap korban itu dengan air mata dan kekhawatiran, dan ikut dengan mereka yang ingin membawa Rizki ke rumah sakit Langkah kaki Aylin terhenti saat tangan seseorang menghentikannya Abdiel, pria yang sudah membuat sahabat Aylin terluka begitu parahnya. Dengan kekuatan penuh Aylin menghempaskan tangan nya dari pria itu, tapi apalah daya kekuatan seorang wanita lemah sepertinya. "Lepaskan.. !!" bentak Aylin, masih dengan usaha melepaskan tangannya dan menatap Rizki khawatir "Ay.. Jangan dekati dia, dia itu jahat, dia yang bikin kamu sampe nangis kan ? Dia bisa bikin kamu terluka lagi... Tetaplah bersamaku, di sampingku, maka kamu akan aman." racau El dengan sambil meyakinkan Aylin. "Kamu yang terus bikin aku terluka bukan dia." ucap Aylin dengan di iringi air mata. yang membuat pria itu diam seketika. Melihat itu dengan segera Aylin menghempaskan tangan El dan segera berlari untuk mengantar Rizki ke rumah sakit. *** Aylin duduk dengan khawatir di kursi tunggu itu, menatap cemas pada Rizki yang entah bagaimana keadaanya. Bukan luka kecil yang di buat oleh El, pria itu bahkan menghajar Rizki hingga darah mengalir dari hidung dan mulutnya. Lagi lagi air mata mengalir di pipi Aylin, dan membasahi cadarnya Dia lelah, sungguh berhadapan dengan pria seperti El membuat kepalanya sakit. Baru pagi tadi dia menganggap El sudah sedikit berubah tapi sekarang, dia mulai bertindak seperti dulu yang membuatnya takut, bertindak menakutkan dan terkesan gila. Semua itu hanya karena perasaan yang dia anggap El sebagai cinta. "Ay.. Aylin.. Bagaimana keadaan Rizki ? Ada apa ini sebenarnya ? Bagaimana dia bisa masuk rumah sakit ?." tanya seorang wanita paruh baya -Mariska ummi Rizki "Ay, tidak tau Ummi." balas Ay sambil menangis, begitupun dengan mariska. Mereka berdua menunggu dengan hati gelisa, Aylin sudah mengelus punggug Mariska untuk menenangkan Ummi Rizki itu, walaupun hatinyapun begitu khawatir. Setelah sekian lama, akhirnya dokter keluar dari ruangan tempat Rizki berada. Dan mengatakan bahwa keadaan Rizki tidak terlalu parah, sontak mereka menghembuskan nafas sedikit lega dan segera masuk untuk memeriksa keadaannya. Melihat Rizki yang terlihat begitu lemah dan terdapat banyak memar di pipinya yang warnanya bahkan sudah membiru, hidungnya pun sepertinya patah membuat perasaan bersalah dalam hati Aylin makin bertambah, karena dialah El menyakiti Rizki dan karena dia juga Rizki menjadi seperti ini Dengan hati yang terluka Aylin keluar dari ruangan di mana rizki berada, tapi tragisnya di depan pintu itu seseorang menatapnya dengan dengan khawatir lebih khawatir lagi melihat air mata Aylin, seakan dia merasakan sakit yang teramat sangat melihat air mata gadis itu. Abdiel, lelaki yang mencintainya dengan gila gadis di depannya ini. Seolah hanya dia satu satunya hal yang berharga di muka bumi ini. Yang di balas dengan perasaan benci yang mendalam oleh gadisnya itu. Dengan kesal Aylin berlari meninggalkan pria itu di tempatnya. "Ay...  Tunggu... !!" teriak pria itu mengejar Aylin hingga sampai di taman Rumah sakit itu, kecepatan berlari Aylin tak perlu di ragukan lagi, walaupun dia memakai gamis tapi tak membatasi geraknya yang lincah. Tetapi secepat apapun dia berlari, itu akan menjadi percuma bila dia menghindari El, pria itu bisa berlari bagai angin bila berhubungan dengan mengejar El, dalam sekejab pria itu sudah menangkap pergelangan tangan Aylin walaupun pegangan El terbataskan kain lengannya. "Ay, kamu kenapa ? Matamu kenapa sembab ? " tanya El begitu khawatir sedangkan Aylin masih berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman pria di depannya ini. "Siapa yang nyakitin kamu ??! Apa b******n b******k yang di kelas kamu tadi ?? Akan ku hajar dia sampai mati.." tekat El kuat lalu hendak berlalu pergi melaksanakan keinginanya. "Bukan dia.. Tapi kamu !! ." suara tegas Aylin mempu menghentikan langkah El seketika dan membuat dia menatap Aylin terkejut "Bukan Rizki yang bikin aku sakit dan terus numpahin air mata, tapi kamu." ulang Aylin sambil menangis yang terlihat jelas di balik cadarnya. "Aku... Memangnya aku kenapa ?." tanya El lemah, sungguh itu menyakitkan baginya. Mengetahui bahwa dialah yang membuat gadisnya ini menangis sampai sembab dan begitu kesakitan. "Rizki itu sahabat aku, dia udah kaya' saudara bagi aku, tapi kamu nyakitin dia. Dia tadi cuman nenangin aku.. Yang bikin aku nangis dan sakit hati sesungguhnya itu karrna Abi dan Arfan ninggalin aku karena kamu." uacap Aylin pilu Penuturan Aylin membuat El diam membisu dan sekali lagi perasaan benci, marah, bersalah melingkupi hatinya. "Ay.. Aku-- " "Kenapa El ... Kenapa kamu selalu nyakitin orang yang deket sama aku, apa yang kamu mau ? Dia itu sahabat aku, dia kenal sama aku lebih dulu daripada kamu." "Aku.. Aku cinta sama kam.." "Cinta apa El!" karena kesal bahkan Aylin tak sadar dia sudah berteriak "Perasaan kamu itu bukan cinta,itu cuman obsesi dan ambisimu, cinta itu fitrah, sedangkan cintamu, kalau kamu memang cinta sama aku kamu gak mungkin berbuat dosa sama Allah." "Aku beneran cinta sama kamu Ay... Kamu yang gak pernah ngeliat aku sedikit pun," bantah El tetap keras kepala. "Percuma ngomong sama kamu." hanya kata itu lalu Aylin pergi meninggalkan pria itu, kebetulan taxi berhenti di depannya. Di dalam mobilpun Aylin masih menanngis memikirkan rizki yang terluka karena El dan hal itu di sebabkan oleh dirinya. Andai pria itu tidak segila itu, pasti semuanya akan baik baik saja pikir Aylin. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD