Udara malam itu seperti menelan suara. Langit hitam pekat tanpa bintang, dan hanya lampu jalan yang berpendar redup di antara kabut tipis. Arga menatap jalan tanah yang membentang di depan mobilnya. Di sebelahnya, Bima duduk diam, wajahnya kaku seperti batu. Tidak ada percakapan di antara mereka sejak tadi. Hanya dengus napas dan suara mesin yang mengisi kekosongan. “Dia tinggal di sini?” tanya Bima pelan, matanya menatap rumah kecil di ujung jalan, diapit oleh pepohonan jati tua yang daunnya kering. Arga mengangguk. “Orang bilang, dia satu-satunya yang bisa bicara dengan yang sudah pergi.” Rumah itu tampak lusuh. Catnya terkelupas, dindingnya berlumut, dan angin yang lewat membuat tirainya bergoyang seperti tangan yang melambai. Aroma tanah lembap menyeruak begitu mereka keluar dari mo
Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books


