bc

Revenge of Lucy

book_age18+
926
FOLLOW
3.0K
READ
revenge
dark
mafia
drama
tragedy
icy
like
intro-logo
Blurb

Semenjak Pengkhianatan yang dilakukan Hans Stone, Lucy bertekad untuk membalas dendam kepada suaminya itu. Ia mengubah segala tentang dirinya, termasuk namanya.

Berawal dari kerjasama bisnis dengan Hans yang sudah direncanakan Lucy, kedekatan mereka membawa keduanya kembali mengingat masa lalu kelam. Hingga sedikit demi sedikit, kebenaran tersibak.

Akankah keduanya saling memaafkan atau malah semakin saling membenci satu sama lain?

chap-preview
Free preview
Prologue 1.1
Lizy Ghustavno alias Lucy Setya Febriana adalah gadis asal Indonesia dan berkuliah di New York. Hidup Lucy awalnya baik-baik saja sebelum memijakkan kaki di sebuah Night club. Tempat itu mengubah hidupnya 180˚. Sarah –sahabat Lucy- mengajaknya ke sana untuk bersenang-senang sejenak. Namun, ia malah bertemu dengan seorang Hans Stone. Pria penguasa bisnis hitam di benua Amerika. Tanpa diduga, keduanya menjadi membutuhkan kerja sama yang mutualisme. Menikah adalah salah satu kerjasama itu, berdasarkan kontrak. Namun, perlahan rasa mulai tumbuh di hati Lucy karena perhatian juga kelembutan Hans. Ia mengira pria itu juga mencintainya. Nyatanya, Hans membunuh kedua orang tua Lucy, mencoba membunuh Lucy, dan berselingkuh tepat di depan matanya di saat Lucy sedang hamil. Ya, Lucy menyimpan dendam. Ia akan membalas perbuatan pria berengsek itu karena berani-beraninya mempermainkan kehidupan seseorang. Lucy membuka mata, menatap cermin yang memantulkan bayangannya. Wanita itu menyeringai, perubahan warna mata menjadi berwarna biru sebab operasi membuatnya benar-benar puas. Lucy menatap perubahan yang benar-benar membuatnya tidak mengenali dirinya sama sekali. Tubuhnya semakin tinggi, sebab ia olahraga setiap hari dan rutin meminum vitamin, rambutnya yang lurus menjadi keriting gantung, rambut yang dulunya cokelat-kehitaman itu menjadi berwarna pirang kecokelatan, warna kulitnya sedikit mencoklat karena berjemur, bentuk tubuhnya pun semakin langsing. Lucy yakin Hans tidak akan mengenalinya, tidak menyadari dirinya adalah istri yang dulunya pria itu khianati dan mengambil keuntungan atas keluguannya. Namun, Lucy sekarang berbeda dari dirinya yang dulu. Ia tidak akan mudah percaya pada siapa pun. Ia akan menjadi wanita nan lebih kuat. Lucy memerhatikan perubahan matanya terusenyum miring. "Perfect," gumamnya. "Lucy, apa kau benar-benar membencinya?" tanya Leon ragu. Leon adalah sahabatnya sejak dulu. Ia menoleh pada satu-satunya seseorang nan dapat ia percayai di New York. Lucy menoleh dengan tatapan sinis, seringai sadis tidak lepas dari bibir mungilnya. "Lucy?" Wanita itu mengulang. "Namaku Lizy Ghustavno," tegasnya memberi penekanan. Leon tersenyum kikuk. Pria itu menatap dalam wanita asia yang berusaha mengubah tampilannya itu. Leon mulai mendekati wanita yang menatapnya juga dengan tatapan dingin. Lucy alias Lizy merasakan setiap sentuhan di kulit pipinya, namun netranya tidak beralih. "Kau masih sahabatku, Lucy," lirih Leon pelan. Wanita itu menepis tangan Leon dari wajahnya, hingga tangan pria itu terlepas dari wajah mulusnya. "Jangan sebut nama itu lagi. Namaku sekarang Lizy, panggil aku Lizy! Aku benci dia!" bentak Lucy marah. Nama itu hanya mengingatkannya akan semua kepahitan yang ditorehkan Hans padanya. Tok....Tok....Tok.... Keduanya menoleh pada pintu, lalu terdengar suara, "Nona, Mr.Malvin Stone meminta ijin untuk—" "Suruh dia masuk," potong Lucy cepat. Lucy melipat kedua tangan di depan dada. Bagus jika Malvin datang, ia akan mengetes bahwa rencananya dapat berjalan mulus jika pria itu tidak mengenalinya. Malvin menatap tajam ke arah Leon dan Lucy, seakan tidak mengenali wanita yang berada di depannya, Malvin bertanya, "Di mana Lucy?" Mungkin Malvin mengira bahwa wanita yang berdiri bersama Leon adalah rekan balas dendam mereka. Lucy menyeringai, meskipun wajahnya hampir sama dengan dirinya sebelumnya tetap saja ia sangat berbeda dari dirinya yang dulu. Bagus, Malvin tidak menyadari perubahannya. Itu berarti Hans tidak akan mengenalinya. Lucy mendekati pria itu dan memiringkan kepalanya. "Lucy sudah mati. Sekarang namaku Lizy." Malvin mengkerutkan dahi, bingung dengan apa yang terjadi. Pria itu menatap ke dalam mata sosok di dapannya, tidak ada miripnya dengan Lucy, namun bibir, hidung, dan bentuk wajah sangat-sangat mirip dengan wanita yang tengah ia pikirkan. Apa wanita kasar ini adalah Lucy yang lembut dan lugu? Ia menjadi ragu. "L-Lucy?!" kaget Malvin saat menyadari perubahan drastis Lucy. Wanita itu mempelototi Malvin dengan tatapan membunuh, kemudian alis kanannya naik seolah-olah tidak suka dengan panggilan pria itu untuknya. Malvin tidak mendengarkan celotehan Lucy sejak tadi, bukankah ia sudah bilang bahwa jangan memanggilnya dengan nama terkutuk itu? "Namaku Lizy," bentaknya kasar. Malvin yang terkejut, menyeringai. Rencananya benar-benar membuat wanita itu membenci suaminya sendiri, semua berjalan sempurna. Dengan seperti ini, Malvin dapat mecuri Lucy dari Hans dengan mudah. Tapi, ada satu hal yang menjadi ancaman yang tidak terpikirkan olehnya adalah Leon. Ia tidak menyangka bahwa Leon akan ambil peran dalam hal ini. Ia tahu bahwa Leon pun menyukai Lucy dan tidak sepertinya, Leon itu setia tanpa pamrih mendukung Lucy. Sedangkan Malvin, ia ambisius, akan melakukan apa pun untuk mencapai tujuannya. Leon bisa saja menyadari sikap implusif Malvin untuk memisahkan Hans dan Lucy dari sudut pandang yang tenang, tidak seperti Lucy nan terbakar dendam. "Untuk apa kau di sini?" tanya Malvin tajam pada Leon yang tengah menatapnya juga. Leon menatapnya tidak kalah tajam, "Seharusnya aku yang bertanya padamu, apa yang kau lakukan di sini? Aku adalah sahabatnya dan kau? Kau adalah adik dari musuhnya." Malvin yang merasa terpojok semakin memincingkan matanya. "Aku hanya membantunya." Leon terkekeh tajam, "Membantu untuk melawan kakakmu sendiri? Setelah kau menipunya demi kakakmu?" "Stttt!" desis Lucy yang mampu membungkam mereka semua. Lucy mengambil cek di dalam tasnya dan menulis di atas kertas itu kemudian memberikannya pada Malvin. "Kau tidak perlu datang lagi, urusan kita hanya uang, bukan?" tanya Lucy menatapnya seolah mengusir. Malvin berdecak kemudian tertawa pahit. "Setelah aku menolongmu ini yang kau balas?" Lucy memincingkan mata, kemudian mendekatkan wajahnya pada pria itu, "Lalu apa maumu?" "Aku ingin ikut serta." Malvin berucap tegas. Kali ini Leon yang lebih penasaran, "Apa yang membuatmu ingin bergabung?" "Aku tidak ada urusan dengan—" Belum sempat Malvin menyelesaikan perkataannya sudah dipotong oleh Lucy. "Jika kau tanpa beralasan ingin ikut serta, aku tidak akan terima itu." Wanita itu melipat kedua tangannya di depan dada. "Aku ingin membalas perbuatannya yang merebut Chloe dariku, puas?!" jawabnya kesal. "Jadi kau sudah punya rencana?" tanya Lucy menaikkan alis kanannya. Malvin menyeringai sadis, "Kita akan membuat dia jatuh cinta kembali padamu dan aku akan merebutmu darinya, bagaimana?" Leon menatap datar ke arah Malvin dan menyilangkan kedua tangannya di depan dada, "Kau bukan mafia, bagaimana bisa kau ikut serta? Kakakmu akan merasa ada yang tidak beres, tiba-tiba adiknya bergabung dengan musuh? Itu aneh." Leon menatapnya dengan interogasi. "Tidak, aku hanya membantu dalam penyelidikan dan informasi soal pertemuan itu kita buat seolah-olah tidak disengaja," jawab Malvin santai. "Tapi aku tidak akan membuatnya hanya jatuh cinta padaku," ucap Lucy memberi jeda, "aku akan menghancurkan perusahaannya juga!" "Itu tidak mudah, dua tahun aku bersaing dengannya tidak juga aku menandinginya," sanggah Leon duduk di sofa. "Aku tidak akan mundur hanya karena kau bicara begitu," ucap Lucy tenang. ★ "Lucy.... kau dimana?" lirih Hans mengelus foto yang terpajang sangat besar di dinding kamarnya tepat di depan king size-nya, agar setiap ia bangun dari tidurnya ia dapat melihat wanita yang sangat ia cintai itu. Pria itu mendaratkan keningnya tepat di foto. Wajah frustasinya sangat terpancar. Meskipun orang-orang berkata ia semakin dingin setelah meninggalnya istrinya, namun itu tidak benar jika orang-orang melihat ia tengah berdiam diri di kamarnya memandangi foto wanita cantik asia yang tak lain adalah istrinya. Tok....Tok....Tok.... Hans tahu benar jika itu adalah Ken. Pria itu tidak membalas apapun, tidak ingin diganggu, ia juga tidak ingin berkata kasar lagi pada sahabatnya itu. Kematian istrinya sudah sangat-sangat mengguncangnya, jangan sampai ia mendapatkan masalah lagi dengan sahabatnya itu. Tok....Tok....Tok.... Pria itu memejamkan matanya, ia benar-benar merindukan wanita pujaannya. Wanita yang membuatnya lupa akan singgasananya, kekayaannya, sisi kejamnya, dan nama baiknya. Tanpa peringatan lain, Ken langsung mendobrak pintu takut terjadi sesuatu pada sahabatnya. Awalnya Ken akan marah karena pria itu tidak memberikan izin, namun melihat apa yang sahabatnya itu lakukan, membuat Ken mengurungkan niatnya. Ia tersenyum pahit dan menyentuh pundak pria itu. "Apa makan malam dengan Ms.Ghustavno batalkan saja?" tanya Ken sedikit khawatir. Hans menggeleng pelan. "Tidak, aku baik-baik saja, aku akan bersiap. Pergilah." Ken mengangguk pelan kemudian meninggalkannya. ★ "Apa kau siap bertemu dengannya malam ini?" tanya Leon memastikan sahabatnya itu. Lucy masih bersusah payah jalan di atas kayu panjang, berusaha mensejajarkan langkahnya agar sempurna dari beberapa bulan yang lalu, ia lakukan untuk pertemuan malam ini. "Jangan bertanya hal bodoh," jawab Lucy masih berjalan mondar-mandir dengan perlahan. Wanita itu turun dan mencoba mempraktekkan cara jalan yang sudah ia pelajari dari dulu setelah itu, ia masuk ke ruang tembak. Membidik dengan sudut mata yang dingin, memang masih payah namun setidaknya sudah ada perkembangan dari latihannya beberapa bulan yang lalu. Lucy terus menembak bagian vital gambar itu tanpa mempedulikan Leon. Cukup hingga lima gambar yang ia tembak masing-masing di bagian vital, gadis itu beralih lagi pada ruang fitness-nya. "Apa kau belum menemui anakmu?" tanya Leon setelah mengembuskan napas entah kesekian kalinya. "Setelah aku mandi tentunya," jawab Lucy seadanya. Leon mengacak-acak rambut wanita itu. "Cepatlah, mereka menunggumu.” Setelah mengucapkan kalimat itu Leon langsung pergi untuk pulang, sementara Lucy mendengus karena kesal rambutnya diacak-acak. Wanita itu mengambil handuknya kemudian membersihkan diri. Setelah itu ia mengambil kedua buah hatinya dari pengasuh yang selalu ada di rumahnya. "Mommy sayang kalian, mom akan kembali setelah urusan mom selesai. Mom berjanji besok kita akan bermain bersama karena besok adalah ulang tahun kalian." Lucy berucap dan mengecup kening anaknya secara bergantian, "Sherly, tolong jaga anakku." Pengasuh bernama Sherly itu mengangguk dan tersenyum ramah, setelah itu Lucy berjalan dengan langkah yang indah menuju mobilnya. Wanita itu sudah bisa mengendarai mobil Pagani Zonda Cinque Roadster. Pagani Zonda Cinque Roadster adalah mobil sport dengan harga $1.85 million. Mobil sport ini didukung dengan tampilan sporty dan kerennya lagi bodi berbahan Carbon-Titanium serta performanya hanya butuh waktu 3,4 detik untuk berakselerasi 0-100km/jam sedangkan top speed-nya 217 mph. Sampainya Lucy di sebuah Casino bernama The Mirage, ia melangkahkan kakinya keluar dan mengunci mobil diikuti oleh beberapa anak buahnya dari mobil lain. Pakaian yang ia kenakan hanya sebuah gaun hitam di atas lutut dengan blazer putih, sepatu heels yang tinggi, anting yang panjang dengan sentuhan tatapan datar dari sudut matanya. "Malam ini adalah awal dari pembayaran dosa-dosamu, Mr.Hans Stone," desis Lucy namun setitik airmata terjatuh dari sudut matanya, segera ia hapus itu.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
94.3K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.9K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.9K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.0K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook