Suara dalam kepalanya berbicara dengan nada getir. Ia menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Tidak tahu mana yang lebih menyakitkan—pengkhianatan Talita, atau fakta bahwa dia sempat mempercayai wanita itu. ‘Bahkan sebelum video itu... aku sudah curiga. Sudah ada yang terasa tidak beres sejak awal. Tapi aku... tetap diam. Aku biarkan dia menempel. Aku biarkan dia mengklaim bayi itu anakku dan menghancurkan semuanya... demi apa? Rasa bersalah? Simpati murahan?’ Ia menghela napas kasar, tubuhnya berguncang sedikit karena emosi yang tak tertahankan. ‘Dan untuk semua itu… aku kehilangan Lyora.’ Nama itu keluar seperti sembilu. Menyayat. Lyora. Gadis dengan sorot mata bening yang dulu selalu mengingatkannya untuk berhati-hati. Yang mengenalnya lebih dari siapa pun. Yang pernah menatapn

