part 5

1130 Words
Nessa berdiri dengan koper kecil di depan sebuah rumah super mewah, ia terpaku melihat betapa mewahnya rumah tersebut. Ia menekan bel yang terletak di sebelah pagar, beberapa kali ia tekan hingga seorang security membukakan pagar "Nona cari siapa?" Tanya si security "Saya dokter Vanessa dari rumah sakit Mutiara yang ditugaskan untuk merawat dan menangani sakit jantung ibu Nadin." "Oh dokter Vanessa, iya tuan juga sudah memberitahu saya kalau hari ini ada dokter yang datang untuk merawat ibu, silahkan masuk dok." Vanessa mengikuti security yang berjalan masuk dan harus berjalan cukup jauh karena jarak antara pagar rumah dan pintu rumah cukup jauh, seorang art membukakan pintu untuk Nessa. Security memberitahu tentang tujuan Nessa datang ke rumah ini dan art itu mengerti. Art itu mengantarkan Nessa ke kamar yang sudah disiapkan yaitu di sebelah kanan kamar ibu Nadin agar bisa secara intens merawatnya sedangkan Kamar Tristan di sebelah kiri kamar Bu Nadin. Nessa masuk dalam kamar yang disiapkan untuknya dan meletakkan barang barang miliknya. Juga peralatan kedokteran yang ia bawa, kemudian ia masuk ke dalam kamar Bu Nadin, langkahnya terhenti begitu melihat ibu Nadin. Dirasakannya seluruh ototnya lemas hingga ia hampir terduduk di lantai tapi masih bisa dikendalikannya. "Mampus gue, ibu ini kan yang aku tangani tempo hari saat serangan jantung, dan dia ibu orang itu. Ya Allah apes banget hidup gue keluar mulut singa masuk kandang harimau ini namanya. Apa yang harus gue lakuin, gue udah disini jadi gue gak bisa mundur, ya Allah bantuin dong." Nessa menguatkan hatinya, ia melangkahkan kakinya mendekati ranjang Bu Nadin dengan pelan. Bu Nadin membuka matanya dan tersenyum melihat Nessa. "Langkah kaki saya berisik ya Bu, sampai ibu bangun. Maaf ya Bu." "Bukan dokter, memang saya agak tak nyenyak kalau tidur sering bangun tiba tiba." Nessa sengaja memakai baju dinas dokternya walau dia tidak dalam tugas resmi di rumah ini. "Ibu biasanya berbaring aja seperti ini setiap hari?" "Iya dok." "Mulai sekarang kita rubah ya kebiasaan ibu, itu tidak sehat." Nessa mencoba membangunkan tubuh Bu Nadin, ia mengajak Bu Nadin berkeliling halaman rumah karena halaman rumah ini sangat luas dengan bangku bangku di setiap sudutnya. Mereka duduk di sebuah sudut dengan berhadapan. "Bagaimana perasaan ibu?" "Jadi lebih segar dokter." "Vanessa, nama saya Vanessa Bu." "Dokter Vanessa, nama yang indah." "Terima kasih." "Apa ibu tinggal sendirian di rumah ini, rumah sebesar ini tampak lengang?" "Tidak dok, saya tinggal bersama anak tunggal saya, ayahnya meninggal sejak di kecil jadi kami hanya hidup berdua saja selama ini." "Maafkan saya Bu sudah mengingatkan tentang kesedihan ibu." "Tidak apa apa dokter." "Apa ada yang begitu ibu fikirkan sampai ibu sering mengalami serangan jantung ringan?" "Iya, mungkin fikiran itu yang menjadi beban saya sehingga saya rentan terkena serangan jantung itu." "Saran saya hilangkan beban itu Bu, ibu bisa sharing dengan seseorang untuk meringankan beban itu." "Itulah masalahnya dok, saya tidak punya seseorang untuk diajak berbagi cerita, akhirnya saya pendam semuanya sendiri." ucap ibu Nadin sambil menghela nafas. Nessa menggenggam tangan Bu Nadin "Kalau ibu tidak keberatan ibu bisa cerita kepada saya," Ucap Nessa Pandangan ibu Nadin menerawang, ia hanya terdiam. Nessa pun tak memaksa Bu Nadin untuk bercerita karena ia adalah orang luar. Nessa mencoba membuat Bu Nadin relax dengan menanyakan beberapa hal kecil dan bercerita hal lucu. Nessa ingin Bu Nadin merasa terhibur dan melupakan bebannya sejenak. Bu Nadin tertawa lepas saat Nessa menceritakan pengalaman lucunya saat ospek. Tristan pulang lebih awal hari ini karena ingin menemui dokter yang dikirim oleh rumah sakit Mutiara, ia langsung naik menuju kamar ibunya tetapi tak menemukannya. Tristan panik dan berlari turun mencari ibunya, dia bertanya pada art yang ia temui yang mengatakan Bu Nadin sedang berada di halaman belakang, setengah berlari ia menuju halaman belakang dan dari jauh melihat ibunya duduk bersama seseorang yang ia lihat adalah dokter dari rumah sakit Mutiara. Ia akan berjalan mendekat tetapi tawa mamanya membuatnya menghentikan langkah, sudah sangat lama ia tak melihat tawa lepas mamanya. Ia bersembunyi di balik pohon, ia ingin melihat senyum dan tawa mamanya yang selama ini hilang. Ia akui ia terlalu sibuk dengan pekerjaan sehingga lupa memperhatikan mamanya yang selalu sendirian di rumah hanya ditemani pembantu. Walau di rumah ini banyak pembantu tetapi tetap saja mamanya merasa kesepian. Tristan melangkah menjauh dan kembali masuk dalam rumah, ia menuju kamarnya untuk mandi dan membersihkan diri. Ia mengintip kehalaman belakang melalui jendela kamarnya, mamanya sudah tidak ada di halaman belakang, ia pun keluar kamar untuk menemui mamanya yang mungkin sudah ada di kamar, ia langkahkan kakinya menuju kamar mamanya tetapi saat ia akan membuka pintu kamar, pintu tersebut terbuka dan seseorang keluar dari kamar mamanya. Nessa terkejut melihat Tristan sudah ada di depannya, Tristan yang melihat Nessa menyipitkan matanya, ia seperti seperti pernah melihat Nessa. "Kamu......?!, Kamu dokter yang merawat mama?" "Iya." "Bukannya kamu juga yang waktu itu menyerempet mobilku?" Nessa hanya nyengir kuda lalu buru buru pergi ke kamarnya. "Permisi." "Hei tunggu.....," ucap Tristan tapi Nessa sudah menutup pintu kamarnya, Tristan melangkahkan kakinya menuju kamar Nessa dan mengetuk pintunya "Buka......." Nessa yang berada di balik pintu hanya bisa diam, Tristan yang merasa tidak diperdulikan mengetuk pintu semakin keras dengan terpaksa Nessa membukanya. "Berisik tau....." Tristan bersedekap dan menatap tajam pada Nessa "Bagaimana bisa kamu yang merawat mamaku?" "Lah kan situ yang minta, gue mah ogah kalau tau dari awal ini rumah situ," jawab Nessa ketus. Tristan terdiam, memang ia yang meminta dokter yang menangani mamanya saat mendapat serangan jantung di rumah sakit waktu itu, tapi ia tak mengira kalau dokter itu gadis yang menyebabkan mobilnya harus menginap di bengkel selama sebulan. "Bukannya kamu anak kuliahan?" "Emang saya bilang sama situ kalau saya masih kuliah, enggak kan?, Situ aja yang ambil kesimpulan sendiri, sekarang saya permisi mau bersih bersih diri", balas Nessa sambil menutup lagi pintu kamar. Tristan terpaku di tempatnya tak menyangka ia akan bertemu lagi dengan gadis itu. Ia kemudian kembali ke kamarnya menunggu waktu makan malam karena saat ini waktu masih menunjukkan pukul 4 sore. Ia putuskan membuka laptopnya dan mengerjakan pekerjaannya di rumah secara online, ia tenggelam dalam pekerjaan sampai sebuah ketukan membuatnya menghentikan pekerjaannya. Ia berjalan ke pintu untuk membukanya yang ternyata mamanya. "Mama......kok ada disini, mama istirahat saja." "Nggak Tan, kata dokter Vanessa mama harus lebih banyak bergerak agar badan mama nggak kaku sayang." "Dokter Vanessa??" "Iya dokter Vanessa, dokter yang merawat mama. Kamu belum ketemu?" "Oh dokter Vanessa, iya Tristan sudah ketemu dia ma." "Ya udah ayo makan malam, udah lama kita nggak makan malam bersama", ajak Bu Nadin, Tristan menurut dan membimbing mamanya untuk turun ke ruang makan. Bibik mempersiapkan makan malam. "Bik, tolong panggilkan dokter Vanessa untuk makan malam ya." Tristan memandang mamanya tak setuju. "Tapi ma dia kan orang luar, bukan keluarga." protes Tristan. "Tapi kan dia tamu Tan, dia kan yang akan merawat mama sebulan ini." Tristan hanya bisa menyetujui permintaan mamanya tersebut. Lynagabrielangga
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD