Pria Misterius

1174 Words
BRAK! Rey membuka pintu ruang kerja Bryan dengan napas terengah-engah dan wajah pucat seperti diburu hantu. Bryan yang tengah membaca dokumennya lalu mendongak, menatap sekertaris pribadi sekaligus teman dekatnya itu. "Kau sudah mengembalikannya kepada Donna?" tanya Bryan. Rey memijit kepalanya yang berkunang-kunang sambil mengangguk pelan, "Aku tidak tahu jika seorang wanita bisa berjalan seperti itu. Dia kabur dariku dengan kecepatan yang luar biasa!" Bryan menarik salah satu sudut bibirnya, "Dia mantan atlet jalan cepat tingkat nasional." Rey menoleh dengan tatapan tak percaya, lalu dia duduk di sofa sambil melonggarkan dasi di kemejanya. Bryan mengalihkan pandangannya dari Rey yang tengah kecapekan menuju laci meja kantornya itu. Dia menatap pita merah muda itu lama, sebelum akhirnya menutupnya dengan spontan. "Rey, siapkan mobilku. Kita akan pergi ke kota itu malam ini." Bryan berdiri dan mulai mengenakan jas putih yang senada dengan warna outfitnya. Rey yang baru saja melepas lelah lalu mendesah, "Baik, tuan muda." Rey berdiri dan mengambil kunci lamborghini putih kesayangan Bryan yang berada di atas meja dan berjalan lunglai ke luar. "Bergeraklah lebih cepat atau gajimu akan kupotong setiap detiknya." ancam Bryan, membuat Rey langsung berdiri tegap dan berjalan lebih cepat. Dia harus patuh dengan ucapan Bryan karena pada dasarnya Bryan adalah pemimpin utama di perusahaan konglomerat ini. Satu-satunya pewaris keluarga Zulkarnain yang memang tiada duanya. Setelah Rey pergi menuju parkiran, Bryan turun menggunakan lift menuju lobby untuk keluar. Saat lift terbuka dan dirinya melangkah di lobby, langsung terdengar sapaan hormat dan ramah para staff perusahaan. "Selamat malam, tuan President." "Selamat malam, tuan President." "Selamat malam, tuan President." Semua sapaan itu hanya dia balas dengan anggukan tanpa tersenyum sedikitpun. Namun, itu tidak mengurangi kadar ketampanannya yang memang melebihi ketampanan manusia pada umumnya. Para staff wanita mulai membicarakan ketampanan Bryan dan mereka beralih pada rumor bahwa Bryan tidak menyukai wanita dan memiliki gejala homoseksual. Namun, Bryan tidak menghiraukannya dan tetap berjalan. Jika kinerja mereka tidak baik maka Bryan dengan sangat mudah akan memecat mereka tanpa basa-basi. Sesampainya di luar gedung perusahaan raksasa itu, dirinya sudah disambut oleh Rey dan Lucy—nama lamborghini putih tersebut. "Siapa yang menyetir?" tanya Rey, Bryan membuka pintu dan duduk di kursi penumpang. Rey mengulum bibirnya pelan, tentu saja jawabannya dialah yang menyetir. Sabar ... sabar ... Popularitas Rey sendiri juga tak dapat dipungkiri. Wajahnya yang manis seperti oppa korea membuat banyak gadis tergila-gila padanya. Namun, Rey tidak menerima mereka semua karena tidak sesuai dengan tipikal yang Rey cari. "Bry," panggil Rey. Di luar jam kerja, maka mereka akan kembali menjadi sepasang sahabat. "Hm." Bryan tidak meliriknya dan hanya memandang ke luar jendela. Rey menatapnya sekilas lalu kembali memperhatikan jalanan. "Jujur, kau pasti teringat kejadian 10 tahun yang lalu kan?" Rey membuka pembicaraan, membuat Bryan yang tadinya tak minat lalu menoleh. "Kenapa?" tanyanya. Rey menaikan bahunya pelan, "Yah ... bagaimana ya, itu udah 10 tahun yang lalu Bry. Dia mungkin sudah tidak ingat denganmu lagi dan sudah punya keluarga. Ikhlasin, Bry ..." Bryan mendecih, "Gak segampang itu." dia lalu kembali menatap keluar jendela, dan keheningan tercipta di antara mereka. Rey yang merasa bersalah karena telah mengungkit masa kelam Bryan lalu mencoba untuk menyalakan radio dan memutar lagu waltz yang menenangkan. Seenggaknya biar dia gak marah lagi. Gawat kalau sampai gajiku dipotong. Bryan yang mendengarkan lagu berirama slow itu kemudian memejamkan matanya. Namun, entah kenapa pikirannya melayang kembali pada kejadian 10 tahun yang lalu. "Bry, sepulang sekolah mau ke taman?" "Kamu suka coklat, bunga, atau ... kamu suka aku?" "Bry, aku cinta sama kamu." "Maaf Bry ... aku harus pergi." "BRY ... BRYAN BANGUN!" spontan mata Bryan langsung terbuka. Di sampingnya ada Rey yang menatapnya kesal. Bryan mengucek matanya yang basah. Aku menangis? "Kita udah sampai," ujar Rey lagi, menyadarkan Bryan bahwa mobilnya sudah terparkir rapi di halaman parkir restoran tempatnya nostalgia. "Oh, iya." Bryan mengusap kedua matanya dan segera membuka dashboard mobil untuk mengambil masker dan kacamata hitam untuk menutupi identitasnya, takut jika ada orang yang mengenalinya di sana. "Kau udah mirip banget sama pedofil di televisi." Rey mengacungkan jempolnya di depan penampilan Bryan yang memang seperti penjahat ulung. "Berisik, ini agar tidak ada yang mengenaliku di dalam restoran nanti." Rey mengernyit, "Lagipula ini sudah 10 tahun, tidak akan ada yang mengenal kita di sini." "Terserah padaku." Bryan membuka pintu dan meninggalkan Rey di dalam. Rey menggeleng melihat tingkah temannya yang mudah sekali ngambek tersebut. * "Ini mas pesanannya ... dua sup iga buntut dengan topping bawang goreng full dan es kopi susu." seorang pelayan wanita membawakan pesanan Rey dan Bryan, namun mata wanita itu justru terpikat pada wajah Rey yang begitu manis. "Makasih, mbak." Rey tersenyum, membuat pelayan wanita itu hampir terbang karena saking senangnya. "E-eh?! Iya mas ... saya siap dilamar kapanpun kok." gadis yang notabenenya baru lulus SMA kemarin itu pun malu-malu kucing di depan Rey yang kebingungan. "Siti! Ini pesanannya banyak yang belum dianter ke meja!" teriak ibunya dari dapur. Wajah siti yang berseri-seri kemudian berubah cemberut. "Iye maaaaak! Ah gangerti banget anak perawannya lagi kesengsem apa. Ga asyik, ah!" Siti dengan berat hati melepaskan diri dari Rey dan kembali ke dapur untuk melanjutkan pekerjaannya. "Jangan banyak tingkah, habiskan makananmu lalu booking hotel terdekat dari sini." Bryan mengingatkannya, dia sebal ketika harus menunggui Rey berurusan dengan para wanita yang jatuh cinta padanya. "Baik-baik ..." Rey mulai menyeruput sup buntut yang sangat familiar di lidahnya, seperti menemukan kepingan puzzle terakhir yang menjadikannya sempurna. Bryan ikut menyesap sup yang kaya bumbu itu, semua kenangan yang sudah lama ia buang kemudian mengalir satu-persatu, membanjiri pikirannya. Tanpa sadar, matanya mulai mengeluarkan air mata. Tepat saat Bryan hendak mengusap ujung matanya, dia melihat sesuatu. Siapa gadis itu? Bryan melihat seorang gadis dalam balutan piyama dan jaket tengah duduk sambil memeluk lengannya sendiri. Sepertinya jaket yang ia kenakan sudah begitu tipis dan kumal sehingga tak mampu lagi menahan hawa dingin yang datang. Bukan itu. Bryan merasa ada yang familiar dengan gadis itu, namun dia tak mengetahui apa yang membuatnya merasa demikian. Gasp! Mata mereka berdua bertemu, gadis pemilik mata bundar dan lentik itu langsung menunduk takut, menghindari tatapan Bryan yang menurutnya sangat mengerikan. Bryan masih menatapnya lekat, bahkan ketika Rey tengah bercerita tentang betapa nikmatnya sup buntut ini Bryan sama sekali tidak mendengarnya. Namun, tatapannya tiba-tiba dihalangi oleh punggung seorang pria yang sedikit lebih pendek dan kurus darinya. Bryan berdecih karena pandangannya dihalangi. "Bry ... Bryan!" panggilan Rey menyadarkan lamunan Bryan dan membuatnya tergagap. "Apa?" "Cepat makan supmu atau itu akan dingin." Rey mengomel seperti seorang ibu. "Mas Raka, jawab akuuuu!!" Atensi mereka berdua teralih pada pasangan yang tengah bertengkar di tengah restaurant tersebut. Bryan mengerjap, itu gadis dengan jaket kumal dan pria yang baru datang tadi. Bryan mendengar kata-kata seperti 'wanita' 'hamil' dan 'selingkuh'. Secara garis besar dia sudah tahu garis besarnya. Namun dia sebenarnya tidak ingin mencampuri urusan mereka. Tidak. Tidak sampai gadis itu didorong secara kasar hingga menabrak kursi dengan keras. "Kau lindungi gadis itu." satu perintah yang jelas, Rey mengangguk dan segera melesat menuju gadis itu yang masih syok dengan keadaan. Bryan tanpa babibu langsung berdiri dan mengambil ancang-ancang untuk menghajar pria kurangajar itu tepat di tulang hidungnya. BUAGH!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD