Part-7

738 Words
Tubuh Alan menegang. Tentu saja. Suara yang didengarnya adalah suara yang selalu ia dengar setiap hari. Dengan perlahan, Alan menegakkan kepala. Mata Alan bertemu dengan mata Putri yang sedang berdiri di depannya. Bukan semburat kemarahan yang ia dapat, melainkan senyum sumringah yang Putri tunjukkan. "Silakan menunya ...." Putri memberikan daftar menu yang dipegangnya. Di meja yang Alan tempati, ada delapan orang. Di mana Alan dan Luna menjadi bagian dari mereka. Saat temannya sedang memilih menu, Alan justru mengamati Putri. Dalam hati ia bertanya, kenapa istrinya kini penuh dengan misteri? Kenapa di saat seharuanya ia marah, ia justru terlihat tersenyum sumringah saat suaminya dipepet wanita lain. "Lan ... kamu mau pesan apa?" tanya Luna dengan nada dibuat selembut mungkin. Luna melirik ke arah Putri, senyum miring tanda dirinya mengejek saingan di depannya, tersungging di bibirnya. "Lan ...." tidak mendapat respons dari Alan, membuat Luna memanggilnya lagi. "Ya?!" "Kamu mau pesan apa?" "Terserah kamu!" "Ok. Aku akan pesan makanan kesukaan kamu." Luna dan teman-temannya sudah mencatat pesanan mereka, kemudian memberikannya kepada Putri. "Baik, mohon ditunggu ...." Usai mengucapkan itu, Putri meninggalkan meja itu. Putri bersikap seolah tidak mengenal Alan, karena dia tahu semua teman Alan yang berada di sana, tidak ada yang tahu jika Alan telah menikah, selain Luna yang mengetahuinya. ** "Itu bukannya suami lo, Put?" tanya teman Putri sekaligus pemilik cafe itu. "Iya," jawab Putri singkat. "Cewek itu siapa? Ngelendot mulu gue perhatiin dari tadi." "Mantannya. Dulu si Alan ditinggal nikah sama dia, sampe akhirnya orang tuanya ngejodohin kami. Nah, cewek itu cerai sama suaminya. Eh, dianya malah ngejar-ngejar suami gue." "Terus suami lo diem aja?" "Seperti yang lo liat, orang dianya masih cinta sama tuh cewek." "Gila lo, pernikahan lo ada di ujung tanduk, lonya santai banget kaya gitu." "Gue nggak santai, gue aktif di rumah. Gue sekarang diam, soalnya nggak mau bikin Alan sama tuh cewek malu. Teman-temannya nggak ada yang tahu kalau Alan udah nikah." "Harusnya lo tadi labrak tuh cewek!" "Nggak ah, nggak elegan. Gue balas suami gue nanti di rumah." "Balas gimana?" "Ih, lo tahu nggak sih, sekarang gue jadi cewek agresif. Ngebayangin aja gue malu sendiri." "Sumpah, lo?! Agresif gimana?" "Gue jadi suka ngerayu suami gue, jadi suka pegang-pegang dia." "Pegang apanya?!" "Nggak usah gue kasih tahu, lo juga pasti tahu!" "Yakin, lo?! Belajar di mana?!" "Di mana aja, gue jadi suka baca artikel-artikel gitu. Temen gue juga ada yang nyaranin, sebagai antisipasi buat pelakor." "Hebat! Hebat! Lanjutkan!" ** Acara reuni itu terus berjalan. Namun, mata Alan fokus pada istrinya. Putri terlihat tertawa lepas bersama yang Alan duga adalah salah satu karyawan cafe itu. "Lihat tuh istri kamu! Ternyata begitu kelakuan istri kamu, pantas saja ia terlihat biasa saja saat melihat kita berciuman. Mungkin karena dia sudah terbiasa melakukan itu kali ya, ke teman prianya." Luna tidak menyia-nyiakan kesempatan. Ia mencoba untuk memanas-manasi Alan. Dan Luna tepat sasaran. Karena detik berikutnya, Alan mengajak Luna untuk pulang. Tatapan membunuh ia berikan kepada Putri, namun Putri tak sedikit pun melihat ke arah Alan. Setelah pamit, Alan segera membawa Luna keluar dari cafe itu. Sepanjang perjalanan menuju apartemen Luna, bayangan Putri b******u dengan pria lain melintas. Dalam bayangannya, Putri bersikap agresif pada pria yang bukan suaminya, sebagaimana Putri agresif padanya. Luna berhasil meracuni otak Alan. Sesampainya di depan gedung apartemen Luna, "Turunlah! Aku pulang." "Kamu yakin?! Istri kamu belum tentu ada di rumah, mungkin saja dia pergi bersama pria tadi." Alan tampak berpikir. Emosi tengah menguasai otaknya kini. Tidak membutuhkan waktu lama, Alan segera mengarahkan mobilnya ke arah basement. Dalam hati Luna bersorak kegirangan. Ia berhasil membuat Putri buruk di mata Alan. ** Masuk ke dalam apartemen Luna, Alan mencium Luna dengan membabi buta. Tubuh Luna ia dorong ke arah dinding. Tentu saja Luna menyambutnya. Bahkan ia menginginkan lebih dari itu. Alan terus menciumi Luna. Ia luapkan semua emosinya. "Kenapa berhenti? Istrimu bisa saja melakukan lebih dari ini. Lakukan apa yang kamu mau. Kamu tahu, aku sangat mencintaimu," rayu Luna. Tanpa menjawab, Alan melanjutakan kegiatannya. Bahkan ia menggendong Luna ke kamar tanpa melepas ciumannya. Di dalam kamar, Alan terus mencumbui Luna. Luna tak menolak sedikit pun. Bahkan Luna membantu Alan melepas pakaiannya. Hingga keduanya sama-sama t*******g. Alan berhasil memasuki Luna. Luna tersenyum. Tentu saja, itulah yang ia harapkan selama ini. Selesai dengan pelepasannya, Alan turun dari tubuh Luna. Kemudian tidur dengan tubuh tengkurap di samping Luna. Ia akan menginap di apartemen Luna malam ini. Yang tidak Alan sadari, hatinya mulai jatuh pada Putri, istrinya. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD