Gadis itu terus saja merengek untuk membatalkan pernikahannya. Ibunya hanya diam, semua tanggal dan tempat telah di tentukan. Tinggal menunggu ijab khabul saja. "Nduk cah ayu, kamu itu sudah besar. Ayah hanya ingin yang terbaik untukmu, mungkin dari dulu sudah memiliki firasat, kalau Ibu tidak mungkin bisa menjaga kamu terus-terusan. Apalagi Bulik kamu sudah menikah, Nduk, dia memiliki suami dan tanggung jawabnya. Turuti saja kemauan Ayah, Ibu tidak bisa membatalkan."
"Bu, aku bisa jaga diri sendiri. Ada Bang Manyu yang jagain juga. Ini bukan jaman Siti Nurbaya, Bu, masa jaman udah modern masih aja ada perjodohan. Ayolah, Bu, nanti kalau calon suami aku nggak mau punya istri kaya aku gimana?"
Perempuan paruh baya itu menggelengkan kepalanya lembut. "Dia nggak mungkin menolak, Nduk. Dia sudah berjanji akan menikahi kamu, pokoknya apapun yang terjadi kamu harus terima. Nanti kalau sudah menikah, nurut sama dia. Dia itu suami kamu, kurangi jadwal berkumpulmu itu. Kalau bisa di rumah aja, nggak baik perempuan malem-malem keluyuran."
Gadis itu pergi tanpa meninggalkan sepatah kata apapun.
"Inget, gadis itu masih sekolah. Kamu jangan keras ataupun kasar sama dia, nanti yang ada dia tambah keras. Papa mau kamu jaga dia, seperti wasiat yang tertulis. Papa tahu kamu sulit menerima dia, tapi suatu saat kamu akan berterima kasih pada Papa karena sudah menjodohkan kamu dengan dia.