Pertemuan 1

808 Words
Di Antara Dua Pilihan - Pertemuan "Aksara." Aksara menyebutkan namanya saat bersalaman dengan Daniel di sebuah ruangan ukuran empat kali tiga meter yang di fungsikan sebagai kantor di yayasan. "Anda, pengurus juga di sini?" tanya Daniel setelah mereka duduk. Agus datang membawakan tiga botol minuman dingin. "Saya hanya membantu Mas Agus mengelola tempat ini, mencarikan donatur dan mengurus sesuatu yang saya mampu. Untuk kepengurusan mutlak ada di tangan teman saya, Pak Daniel." Aksara menjelaskan. Agus yang baru duduk itu menatap teman dekatnya. Laki-laki pendiam dengan jiwa kepedulian yang tinggi. Aksara terlalu merendah. Padahal dia punya andil besar untuk mengurusi dan mencarikan donatur tetap yayasan. Daniel mengangguk-angguk sambil memperhatikan keluar dari jendela kaca. Tadi waktu ia baru masuk, tampak ada bangunan yang terbengkalai di samping sebelah kiri. Di pojok ruangan ada kardus-kardus berisi sumbangan buku bacaan yang belum sempat dibuka, karena tempat untuk menyimpan benda itu masih belum selesai di bangun. "Saya lihat ada bangunan yang terbengkalai." "Ya, kami kekurangan dana. Kalau untuk sumber daya manusianya kami mendapatkan banyak bantuan sukarela dari teman dan anak-anak kuliah. Tapi Alhamdulillah, untuk makan, pakaian, dan obat-obatan kami nggak pernah kekurangan. Selalu saja ada rezeki yang datang. Memang untuk tempat bacaan yang sedang kami bangun ini, sementara dihentikan. Dana masih kami gunakan untuk keperluan yang lebih penting." Aksara yang menjelaskan karena Agus kembali keluar saat ada tamu lain yang datang. Selain mengurusi yayasan, Agus juga seorang aktivis lingkungan. "Oke. Saya akan mendanai pembangunan ruang bacaan itu sampai final." Aksara tersenyum lega. Dia dan Agus mendapatkan jalan keluar. Untuk menerima dana sumbangan, Aksara mempersilakan Daniel berhubungan langsung dengan Agus. Dia tidak mengurusi soal keuangan. "Mas Agus yang akan mengurusi soal dana dari donatur, Pak Daniel. Sebab saya sendiri tidak selalu ada di sini." "Kamu bekerja di mana?" tanya Daniel pada laki-laki yang seumuran dengan adiknya. Sekilas Aksara menceritakan tentang pekerjaannya di sebuah perusahaan. Dari sini Daniel bisa menilai Aksara itu seperti apa. Laki-laki yang tidak hanya tampan, tapi bersahaja dan tegas. ***LS*** Marisa termenung di dekat jendela kamarnya. Kenyamanan bekerja kini terusik oleh ulah si bos yang makin intens menggodanya. Dia tidak bisa cerita masalah sensitif ini ke ibunya, ke Ulfa, atau ke rekannya yang lain kecuali pada Ari. "Hati-hati, Ris. Kalau Pak Daniel hanya sekedar bernafsu padamu. Dia akan mencari yang lain setelah kamu tolak. Tapi dia akan terus mengejar jika memang jatuh cinta padamu." Marisa ingat kata-kata Ari tadi siang. "Kurang apa istrinya. Udah cantik, se*si, dan kaya. Juga telah melahirkan dua anak untuknya." "Kita nggak tahu apa alasannya jatuh cinta pada perempuan lain selain istrinya. Mungkin dia nggak bahagia, nggak harmonis dengan pasangannya. Atau bisa jadi karena dia memang tipe lelaki buaya." Marisa merinding mengingat percakapannya dengan Ari tadi. Sudah berapa saja kisah perempuan menjadi selingkuhan dari laki-laki tajir. Entah itu hanya menjadi simpanan atau dinikahi siri. Marisa ngeri menjadi salah satu di antaranya. Semoga imannya dikuatkan, semoga Daniel diberikan kesadaran. Bagi Marisa laki-laki itu hanya ingin mencari kesenangan dengannya. Berpikir secara logis saja, mana mungkin istrinya yang kaya itu akan ditukar dengan gadis miskin seperti dirinya. Yang jelas Daniel seperti kebanyakan pria kaya, memiliki simpanan di luar sana. Dan Marisa yang menjadi sasarannya. Kalau harus berhenti kerja karena hal begini, terlalu konyol bagi Marisa. Dia benar-benar butuh pekerjaan dengan gaji lumayan. Semenjak lulus kuliah dia telah bekerja di perusahaan itu hingga sekarang. Tapi baru dua tahun ini Daniel masuk perusahaan setelah kembali dari luar negeri. Laki-laki yang awalnya dingin itu, akhir-akhir ini malah sibuk merayunya. Memang sejak pertama melihat Marisa, Daniel diam-diam memperhatikannya. Melayani bosnya hanya akan menambah daftar panjang beban hidup Marisa. Mungkin dia akan memiliki banyak uang, tapi harga diri tergadaikan. Belum lagi kalau akhirnya diketahui oleh istri bosnya. Tidak. Menjadi wanita simpanan tak pernah ada dalam kamus hidupnya. Sang ibu juga tidak pernah mengajarinya menjadi wanita perusak. Ibu mengajarinya menjadi perempuan bermartabat. Istri Daniel bukan wanita sembarangan. Dia anak orang berada. Tentu tidak akan terima suaminya mendua. Meski Daniel bicara dan minta izin baik-baik untuk menikah lagi. Dilihatnya kembali jarum jam. Dia cemas kalau tiba-tiba Daniel memang benar-benar menjemputnya di depan rumah. Segera dimatikan ponselnya. Kekhawatiran terhadap godaan si bos, membuat Marisa melupakan patah hatinya pada Dimas. Lamunan Marisa buyar saat pintu kamarnya diketuk dari luar. Gadis itu berdiri dan membuka pintu. Najwa sudah berdiri di sana sambil membawa buku. Kemudian langsung masuk ke kamar kakaknya. Kebetulan malam itu Marisa tidur sendirian. Karena Ulfa tidur di kamar Ziyan. Sedangkan adik lelakinya ikut teman-teman di lingkungan tempat tinggal mereka untuk tidur di masjid. Sebenarnya kedua gadis itu butuh ruang privasi masing-masing. Hanya saja keadaan yang tidak memberikan kesempatan. "Kamu belum tidur?" tanya Marisa mendekati Najwa. "Belum, Mbak. Aku punya PR. Tadi nggak sempat ngerjain di tempat les, Mbak ajarin, ya." Najwa menunjukkan buka Bahasa Jawa pada sang kakak. Marisa mengangguk dan kemudian duduk di atas dipan bersama si bungsu. Selesai mengerjakan PR, Najwa bercerita tentang kejadian tadi sore.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD