Great Beast!

1600 Words
   Malam demi malam aku lalui begitu mencekam, seakan tiada hari untukku bernafas. Sedikit saja aku membuat kesalahan saat itu juga merek akan menemukanku, nyawaku akan tercabut dalam sekian detik dari tubuh renta ini.    Malam-malam gila yang datang setiap hari terasa begitu mengerikan, burung malam terus saja beterbangan di atas langit seakan mengintai setiap pergerakan di daratan. Hari ini di malam yang begitu menguras tenaga dan membebani jiwa raga ini aku memutar kepalaku di setiap sudut jalanan sepi, tak ada satupun makhluk hidup yang masih hidup berkeliaran disana.    Ku tatap jalanan yang di terangi oleh beberapa lampu namun begitu redup, udara mala mini pun sangat dingin dari biasanya. Ku lihat lampu di seberang jalan yang mulai meredup namun sedikit demi sedikit terang kembali.    Lampu itu berada di dekat pohon dan sebuah rumah tak jauh dari tempatku berlindung, di bawah pohon itu terdapat sesuatu yang seakan menarik perhatianku dalam sekejab. Aku tak bisa melihat apa yang ada di bawah pohon itu karena sinar lampu tidak menjangkaunya.    Semakin aku memfokuskan mataku, semakin terang lampu menyinari sosok di bawah pohon besar itu. Lama kelamaan aku menyadari bahwa disana terdapat mayat yang telah di makan, di lihat dari bentuknya aku tahu bahwa mayat itu di bunih dalam dua atau tiga jam yang lalu.    Suasana dalam kota ini makin mencekam tak bisa ku hindari, jeritan yang ku dengar makin nyaring terdengar. Setiap jeritan yang aku dengar menandakan orang-orang telah di temukan oleh makhluk berbulu itu.    “Hei, Ethan” panggil seorang gadis di belakangku.    Tak bisa aku ungkapkan lagi bagaimana perasaanku saat melihat kondisinya, caranya berjalan sudah terseok-seok hampir roboh. Gadis itu menjatuhkan pipa besi berlumuran darah di dekat kakinya, tak banyak yang bisa ku lakukan selain menahan dirinya agar tidak jatuh terjerembab.    “K-kau.. apa yang terjadi padamu.. Viona.. kau berlumuran darah” ucapku terbata-bata.    Viona terduduk lemas bersandar pada dinding bangunan kosong tempat kami bersembunyi, “Aah, aku tak sengaja terkena gigitan dari makhluk besar tadi, haha” jawabnya santai, gadis cantik berambut cokelat ini tersenyun dengan tangannya yang berlumuran darah.    Ku robek syalku yang kotor dan menutup luka Viona, keterkejutanku tak berhenti sampai disana tatkala aku baru sadar kalau tangan kiri Viona telah di makan oleh makhluk berbulu tadi. Perutnya pun robek sekitar sembilan inci setelah di cakar oleh mutan, tangan kanan Viona berusaha menutupi darah yang terus saja mengalir deras.    “Vi-Viona..” ucapku pelan.    Viona tersenyum tenang, “Jangan khawatir, Ethan. Kita semua akan mati pada waktunya, hanya saja aku tidak beruntung bisa mati dengan tenang. Aku tidak pernah berpikir akan mati dalam keadaan seperti ini. Aku selalu berpikir akan beranjak tua dan melihat langit biru di pedesaan yang damai, hari tuaku makin sempurna ketika di temani oleh orang yang tepat”    Tak terasa air mataku mengalir begitu derasnya seiring dengan darah dari tangan kiri dan perut Viona yang terusa saja mengalir. Aku tak sanggup melihat darah yang terus saja keluar dari tubuh gadis yang telah menemaniku lari dari kejaran makhluk pemakan manusia selama berhari-hari ini.    “Viona.. tidak tidak. Jangan mati dulu, aku akan menyelamatkanmu” isakku sambil berusaha mengikat kencang lengan kiri Viona yang terus mengeluarkan darah.    Wajah Viona makin lama makin pucat dan hal itu sukses menakuti aku, “Ethan, hentikan. Semua ini tak ada gunanya lagi, kau harus segera pergi dari sini sebelum,-” ucapannya ku potong sebelum dia banyak bicara lagi.    Aku tidak ingin berhenti menutup lukanya jadi aku terus saja mengikatkan syalku pada tubuh Viona, “Tidak! Aku tak akan pernah membiarkanmu mati! Kau dan aku harus tetap hidup dan pergi dari kota ini, aku tak akan membiarkanmu mati! Tidak akan!” teriakku menolak keinginan Viona.   “Ethan, hentikan!” ucapnya agak keras dan sukses membangunkan aku.    Tak ku sangka wajah Viona telah pucat pasi dan bibirnya begitu kering, aku tak pernah tahu bahwa tubuhnya telah kehilangan banyak darah sejak kami berlarian menghindari makhluk setinggi dua meter dengan tubuh penuh bulu. Kehilangan banyak darah telah membuat tubuh kuat Viona berubah lemah dalam beberapa waktu saja, tapi senyumannya tak pernah pudar dari wajah cantik itu.    “Dengarkan aku, Ethan. Great beast bisa mencium bau darah sejauh dua ratus meter, aku yakin cepat atau lambat mereka akan menemukan aku” jantungku terasa mati mendadak, aku benar-benar tak sadar bahwa darah Viona bisa memudahkan makhluk bernama Great beast itu menemukan tempat persembunyian kami.    “Jadi sebelum mereka menemukan kita, aku ingin kau lari dari sini”    “Tidak, tidak akan pernah! Aku akan menemukan cara untuk membuat kita keluar dari tempat ini, aku akan menyelamatkanmu Viona!”    Viona menggeleng pelan walaupun di paksakan, “Pergilah Ethan, pergilah sebelum mereka menemukan kita”    Air mataku tak bisa berhenti mengalir, “Tapi kamu.. aku tak bisa meninggalkanmu, aku tak bisa melakukannya Viona..” ucapku penuh penyesalan.    Jeritan yang kami dengar makin terasa memilukan di kota ini, entah berapa banyak orang yang mereka butuhkan sampai harus memangsa setiap rumah bahkan sampai ke ujung kota. Great beast punya indra penciuman dan kemampuan memangsa yang sangat hebat melebihi hewan buas sendiri, bila aku tetap berlama-lama di tempat ini aku yakin mereka akan menemukan aku dan Viona cepat atau lambat.    “Bawa dirimu lari sejauh mungkin hingga mereka tak bisa menemukanmu lagi, kau punya kaki dan tubuh yang kuat dari pada aku, kau akan kesulitan bila terus membawaku bersamamu. Aku yakin kau akan selamat dari mereka, ku mohon jangan pernah berhenti berlari sampai kau melihat langit biru” ujar Viona terbata-bata, napasnya sudah terasa berat dan keringat Viona mengucur deras.    “Aku akan melakukannya, aku mohon jangan lupakan aku” ujarku sembari memeluk tubuh ringkih Viona.    “Tentu, tentu saja Ehan” jawabnya pelan hampir tak bisa ku dengar.    “Tetaplah disini sampai matahari muncul, tetaplah bersamaku sampai matahari bersinar mengusir mereka”    “Hahaha, kau ini gila. Mana mungkin matahari tiba-tiba muncul di tengah malam begini, kau hanya akan mati di telan oleh Great beast jika terus menerus disini bersamaku, dasar pria aneh!” oloknya dengan nada serak, napas Viona makin lama makin lemah aku menyadari itu.     Air mataku tetap mengalir deras namun aku berusaha untuk menahan sesak di dadaku, “Kalau begitu istirahatlah dengan tenang. Aku akan terus disini denganmu, Viona”    Viona kembali mengangguk, “Aaah, hangat sekali. Aku pasti akan merindukan kehangatan ini di akhirat nanti” bisiknya pelan.    Air mataku mulai menetes kembali ketika kelopak mata Viona mulai tertutup, “Sampai jumpa, Ethan. Sampai jumpa di kehidupan selanjutnya”    Itulah kalimat terakhir yang di ucapkan oleh Viona sebelum menutup mata di pelukanku, malam dimana Viona menghembuskan napas terakhirnya menjadi pukulan terberat dalam hidupku. Malam dimana untuk kesekian kalinya aku kehilangan ratusan orang akibat pembantaian makhluk yang di sebut dengan Great beast.    Dan malam ini menjadi penentu untuk malam-malam selanjutnya yang akan ku lalui, malam yang terasa gila ini menjadi momok ketakutan tersediri untuk setiap orang di kota ini.    Napas Viona benar-benar telah berhenti total, tubuhnya makin lama makin terasa dingin bagai es. Aku tak tahu bila aku telah memeluknya selama lebih dari satu jam lamanya, sorot mataku kosong menatap gang sempit rumah-rumah di kota ini.    Sekali lagi aku memegang wajah cantik yang telah kehilangan nyawa itu, wajahnya kini terlihat sangat damai seakan terbebas dari beban hidup. Aku tak menyalahkannya bila di bisa tidur tenang begini, wajah cantik Viona sungguh membuyarkan lamunanku.    “Pastikan kamu selalu melihatku berjuang, ku mohon lihatlah aku dari atas sana” gumamku perlahan.    Sreek.. sreek…    Langkah kaki yang sangat aku kenali mulai berjalan mendekati tempatku bersembunyi lagi, langkah kaki berat itu terasa makin lama makin mendekat hingga terdengar sekitar lima meter saja dari tempatku sekarang.    Makhluk setinggi dua meter dengan berat tubuh sekitar seratus empat puluh kilogram itu mendekat dengan membawa kayu untuk memukul mangsanya hingga tewas. Langkah kaki yang ku dengar berat ini telah sampai di tempatku dan Viona bersembunyi, tetesan air liur di iringi dengan hembusan napas berat makhluk itu sangatlah nyata terdengar.    Great beast, makhluk buas jelmaan srigala itu berdiri di ujung gang menatapku takjub. Matanya yang memiliki iris tipis seakan mengunci keberadaanku di sini, sepasang mata makhluk rakus itu terlihat lapar. Bagaimana tidak, tubuhku sendiri tengah berlumuran darah Vion.    Dengan tubuh setinggi dua meter dan cakar panjang dan runcing, makhluk ini mampu mengoyak tubuhku dalam sekejab. Sepuluh menit, tidak tidak, aku yakin dalam dua menit saja setiap bagian tubuhku akan terpisah dengan cakar mautnya.    Aah, menyebalkan sekali..    Aku menginjak dua perahu sekaligus, yang mana aku harus meninggalkan jasad Viona disini lalu membiarkan makhluk itu memangsanya akan tetapi aku tidak yakin akan berhasil selamat bila lari darinya mengingat teman-teman makhluk ini masih berkeliaran di kota.    Yang kedua aku harus tetap melindungi jasad Viona agar bisa ku makamkan dengan layak, tapi aku harus melawan Great beast dengan kekuatan manusiaku yang ala kadarnya ini. Aku yakin dengan lolongannya, dia akan memanggil teman-temannya untuk melenyapkan aku dalam sekejab saja.    Selama aku menghabiskan waktu untuk memikirkan jalan keluar, tanpa ku sadari makhluk itu telah berjalan mendekat dengan jarak sekitar dua puluh meter. Makhluk itu menyeringai ketika melihatku berdiri.    Benar, tak ada salahnya jika aku mencoba untuk melawan makhluk buas ini. Akan ku buat dia kehilangan beberapa panca indra dalam sekejab, ketika dia kesakitan disanalah aku akan kabur dan membawa tubuh dingin Viona lari bersamaku.    Aku membiarkannya berjalan lebih dekat lagi denganku, saat jarak kami hanya sekitar tiga hingga empat meter aku akan menyerangnya membabi buta.    Ku angkat pipa besi milik Viona setinggi bahuku dan berdiri dengan kuda-kuda bertahan. Melihat mangsanya yang memegang senjata dengan ekspresi siap menyerang, makhluk di depanku menggeram marah seakan nyawanya terancam.    Ia menggonggong keras hingga menimbulkan suara menggema dan berisik di tengah kota yang sepi ini, “Cih, aku tahu kau akan memanggil teman-temanku.    "Kemarilah, akan ku buat kalian sengsara!” *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD