Dua Belas

1583 Words
Kimberly dan Reynand saling diam di dalam lift, ada rasa tidak nyaman yang dirasakan oleh Kimberly, entah kenapa perasaan itu terus menghinggapinya padahal Reynand pria yang baik, tapi kenapa perasaannya selalu seperti ini saat bersama Reynand. Reynand mengajak Kimberly makan di cafe yang masih satu komplek dengan apartemen mereka, Kimberly sudah memesan spaghetti dan orange juice sedangkan Reynand hanya memesan coffee latte, kotak makan yang ia bawa ia letakkan di meja. "Seharusnya kamu tidak perlu seperti ini Reyn, aku bisa membeli makanan sendiri" "Tapi aku sudah janji dengan om Radit Kim" "Tapi kamu tidak harus, ini sudah larut, kamu seharian bertugas di rumah sakit dan kamu pasti lelah" "Tidak apa apa, rasanya sepadan mengingat kamu pernah menyelamatkan nyawaku, ini hal kecil dibandingkan.... " "Stop.... Don't talking about it,  please." "Kenapa Kim?" "Just don't" jawab Kimberly. "Oke oke, aku tidak akan membicarakan itu lagi" ucap Reynand lagi, ia ingin membicarakan tentang bagaimana saat itu Kimberly menolongnya namun reaksi Kimberly yang tidak suka membahasnya membuat Reynand terpaksa memendam perasaan ingin tahunya. Reynand tenggelam dalam fikirannya sendiri saat Kimberly sudah selesai makan, Kimberly melihat jam tangannya sudah pukul 10 malam. "Kamu tidak pulang?" tanya Kimberly yang sudah berdiri, Reynand sadar dari lamunannya. "Kamu sudah selesai?" "Sudah" Kimberly berjalan meninggalkan Reynand yang masih duduk, Reynand segera berdiri dan mengikuti langkah Kimberly keluar dari cafe dan menuju gedung apartemen mereka. Keesokan harinya Reynand pergi pagi pagi sekali, ia berencana breakfast di kantin rumah sakit saja, sebenarnya ia ingin kembali menikmati masakan mamanya tapi ia yakin mama, papa dan adiknya tidak membiarkan dirinya tenang, mereka pasti akan terus bertanya tentang Valeria dan ia malas menjelaskan detail masalahnya yang pasti diluar nalar dan keluarganya tidak akan percaya. Ia baru saja duduk di kantin saat ponselnya berbunyi, panggilan suara dari Arina. Reynand menghembuskan nafasnya kasar, ia tak ingin menjawabnya namun Arina terus saja menelepon. "Halo Rin" "Kak Reyn, kakak dimana, kenapa pagi pagi sudah menghilang?" "Kakak sudah di rumah sakit, ada yang urgent" jawab Reynand bohong. "Yaaa.... Aku mau minta antar ke kampus kak" "Berangkat sendiri Rin, kamu kan sudah dewasa" "Iya iya, tapi aku kan sudah lama tidak tinggal di Jakarta kak" "Naik taksi Rin, pengemudi taksi juga akan tahu, mama dan papa sudah berangkat ke kemenlu?" "Belum, mama masih masak" "Ya sudah, tutup teleponnya, kakak ada urusan" "Tapi kak,  aku.... " belum selesai kalimat Arina, Reynand sudah mengakhiri sambungan telepon mereka. Reynand memesan makanan di kantin rumah sakit itu, penjaga kantin heran kenapa masih sangat pagi Reynand sudah ada di rumah sakit. "Pagi sekali dokter Reynand?" tanya penjaga kantin. "Iya bu, ada urusan" kilah Reynand. Reynand menyantap sarapannya. ~~~ ~~~ Kimberly keluar dari ruang kelasnya, ia mau pulang, ia berjalan menyusuri lorong fakultasnya dan keluar menuju  halaman fakultasnya, fakultasnya berhadapan dengan fakultas Apa ekonomi, Kimberly menghentikan langkahnya saat melihat seorang gadis seperti sedang kebingungan di depan fakultas Ekonomi. Kimberly mendekati gadis itu. "Hai..... Kamu kenapa?, are you confused?" tegur Kimberly, gadis itu menatap Kimberly. "Hai... Iya, aku bingung banget ini, oh ya kamu ngerti nggak aku ngomong gini?, sepertinya kamu bukan asli Indonesia, mata kamu saja abu abu" "Kamu benar, tapi aku cukup fasih bicara bahasa Indonesia" jawab Kimberly ramah. "Baguslah kalau begitu, oh ya kenalkan aku Arina, aku transfer dari Singapore" "Hai, aku Kimberly, panggil saja Kim, baiklah Arina, kenapa kamu kebingungan?" "Aku mau ke kantor administrasi fakultas, dimana itu Kim?" "Baiklah, kamu fakultas Ekonomi kah?" "Iya"  "Baiklah, ayo aku antar" "Oke" Arina mengikuti Kimberly menuju kantor administrasi fakultas Ekonomi. "Oh ya Kim, kamu fakultas Ekonomi juga, aku ambil masterku, S1 ku di Singapore" "Oh ya?, berarti kita sama, aku juga ambil program pasca sarjana tapi bedanya aku ambil filsafat" "What??!!, filsafat?, encer juga otak kamu Kim" "Encer?  Maksud kamu?" tanya Kimberly bingung, ia tahu kata encer untuk benda cair. "Sorry sorry, perbendaharaan katamu masih terbatas ya?, encer itu sama seperti you are very clever" "Oh I see, akan kusimpan itu" kelakar Kimberly, keduanya tertawa bersama. Kimberly mengantar Arina, ia juga menunggu Arina, karena mereka janji makan siang bersama. Arina hanya sebentar, hanya untuk mendaftarkan ulang dirinya karena ia sudah mendaftar online. Arina dan Kimberly duduk di resto tak jauh dari kampus. "Kamu sudah lama di Jakarta Kim?" "Baru beberapa bulan, kalau kamu asli Indonesia atau Singapore?" "Aku asli Indonesia cuma papaku seorang diplomat jadi sering berpindah tempat tugas di berbagai negara, sejak kecil aku dan kakak aku ikut kedua orangtua berpindah pindah, tapi saat kuliah kakak aku pilih menatap disini dan aku juga memilih kuliah di Singapore." "Oh kamu punya kakak?, kuliah juga sekarang?" "Enggak, dia sudah kerja" "Setelah ini kamu mau pulang Kim?" "Iya, kamu?" "Aku ada urusan mau menemui kakak aku" "Baiklah, kita ketemu besok di kampus ya?, aku juga mau ada urusan sebentar" "Ok" ~~~ ~~~ Kimberly berjalan menyusuri trotoar, tidak ada satupun taksi yang lewat dan ia mendengar selentingan berita jika taksi konvensional maupun taksi online sedang demo kenaikan tarif dasar, hal itu lah yang membuat Kimberly sulit mendapat taksi untuk pulang. ia terus berjalan hingga lelah, sedangkan apartemennya masih sangat jauh dan hari sudah larut malam. Ia menghentikan langkahnya dan duduk di trotoar, jalanan masih ramai dengan mobil pribadi, Kimberly akan berdiri saat matanya silau oleh sinar lampu mobil. Ia melihat sebuah mobil berhenti di dekatnya, ia mulai waspada, ia ingat perkataan mr. John yang mengingat dirinya untuk waspada dengan siapapun karena bisa jadi salah satu dari mereka adalah black witched. Namun Kimberly bernafas lega karena ia melihat Reynand keluar dari jok pengemudi, entah kenapa kali ini ia senang bertemu Reynand, apa karena ia sudah putus asa tidak ada taksi yang akan membawanya pulang. Reynand berjalan mendekati Kimberly. "Kim...?, kenapa kamu duduk seorang diri disini?, ini sudah sangat malam, kamu tidak pulang?" tanya Reynand heran. "Aku mau pulang tapi taksi konvensional maupun taksi online sedang demo jadi sulit untuk mendapatkannya" "Baiklah, ayo pulang bersamaku" Reynand menarik tangan Kimberly, Kimberly tersentak saat kulitnya bersentuhan dengan kulit Reynand, ada perasaan aneh tiba tiba menghinggapi hatinya, namun ia menurut saja saat Reynand membuka pintu mobil dan memintanya masuk dalam mobil sedangkan ia berputar menuju jok pengemudi. Hening dalam perjalanan mereka tanpa ada yang mulai bicara, beberapa ruas jalan ditutup karena demo pengemudi taksi sehingga Reynand harus mencari jalan berputar yang cukup jauh, mobil Reynand melewati jalanan yang cukup sepi hingga sebuah motor tiba tiba memotong didepan mobil Reynand membuat Reynand dengan cepat menginjak pedal rem membuat suara berdecit. "Turun...!!" teriak pria tegap yang sudah turun dari motornya, ia berdiri bersama satu orang pria lainnya di depan mobil Reynand. "Siapa mereka Reyn?, kamu kenal?," tanya Kimberly menatap Reynand. "Aku tidak mengenal mereka, biar aku turun" Reynand membuka pintu mobil dan keluar, Kimberly masih diam ditempatnya, ia melihat Reynand mulai berbicara pada dua pria itu, Kimberly melihat keadaan tidak kondusif, salah satu pria itu mendorong tubuh Reynand hingga mundur ke belakang, Kimberly segera turun dari mobil dan mendekati Reynand. "Kim, stay at the car" pinta Reynand. "Tapi Reyn...." "Masuk..." Kimberly tidak ada pilihan lain selain kembali masuk dalam mobil, tapi ia mengkhawatirkan keadaan Reynand karena ia lihat Reynand sudah berkelahi dengan dua pria bertubuh besar itu, lama kelamaan Reynand mulai terdesak, apalagi salah satu pria itu menodongkan pisau pada Reynand. Kimberly mendelik saat pisau pria itu telah menggores lengan kiri dalam Reynand, darah mengalir membasahi pakaian Reynand, tiba tiba Kimberly merasakan tangan kirinya bergerak membuka pintu tanpa ia komando dan tanpa ia sadari tangan kirinya sudah berancang ancang menyerang. "What happen with my hand?" gumam Kimberly, ia coba mengendalikan tangannya tapi tak bisa, dan secepat kilat dua pria itu sudah melayang di udara dengan dikelilingi oleh air yang entah keluar dari mana, dua pria itu berteriak bingung apa yang terjadi pada mereka, sesaat melayang tinggi kedua tubuh mereka dihempaskan ke bawah membuat mereka berteriak kesakitan. Mereka segera lari tunggang langgang dan menatap ketakutan pada Kimberly. Kimberly segera berlari menuju Reynand yang duduk bersandar pada mobilnya, darah terus keluar membasahi pakaiannya. "Ayo kita ke rumah sakit Reyn" Kimberly berusaha membawa Reynand berdiri namun Reynand menggeleng. "Tidak Kim, we can't make it" "Kenapa?, apakah rumah sakit jauh dari sini?" "Pisau pria itu tepat menyobek pembuluh darah arteri ku Kim, pembuluh darah ini memompa darah ke jantung dan aku rasa mereka berhasil memutuskan salurannya, dalam waktu 10 menit aku akan kehabisan darah dan akan sia sia jika kita ke rumah sakit" ucap Reynand terengah di sela tangannya yang masih menekan lengan kiri dalamnya. "Lalu apa yang harus aku lakukan Reyn?" ucap Kimberly mulai khawatir. "Nothing, jika aku tiada tolong sampaikan ucapan maafku pada papamu, juga tolong katakan pada keluargaku jika aku sangat menyayangi mereka, aku tidak akan bisa bertahan" ucapan Reynand makin melemah, matanya mulai terpejam. "Reyn sadar.... " Kimberly menepuk kedua pipi Reynand untuk menyadarkannya namun Reynand tak bereaksi, Kimberly mulai takut, takut Reynand tidak dapat bertahan. Ia menatap tangan kanan Reynand, ia kemudian menyobek pakaian Reynand dibagian lengan yang terluka, ia kembali menatap telapak tangan kanannya dan mengarahkannya ke lengan Reynand yang terluka yang mengalirkan banyak darah. Kimberly memejamkan mata dan membaca mantera "Bog, zaceli to rano, obnovi jo" Kimberly mengucapkannya tiga kali, ia memusatkan fikiran dan tenaganya tanpa membuka mata. Tiba tiba darah yang mengalir seakan mencari jalan kembali, mereka mengalir kembali dalam tubuh Reynand bahkan pakaian Reynand bersih dari noda darah, lalu luka di lengan Reynand mulai menutup dan kembali seperti semula dan tidak ada luka. Kimberly membuka matanya, ia menatap lengan Reynand yang sudah kembali seperti semula, ia lega, ia yakin Reynand akan baik baik saja walau ia pingsan. Kimberly mulai merasakan pandangannya kabur, kepalanya sangat pusing dan ia pun tersungkur di samping Reynand. Lynagabrielangga
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD