Episode 9

1332 Words
Axel menghentikan mobilnya dipinggir jalan raya dan menurunkan Lily begitu saja seperti supir Grab yang baru habis dibayar. "Itu kantornya si Bima. Adek tinggal masuk dan memperkenalkan diri aja. Siniin tas adek bentar." Dengan bingung Lily pun menyerahkan tas LV speedy damier limited editionnya. Mata Lily membelalak sempurna saat melihat kakaknya membuka dompet LV monogram nya dan mengeluarkan segala jenis kartu yang berjejer manis dalam slot nya tersebut dan hanya meninggalkan KTP dan SIM nya saja. Bahkan semua uang tunai juga disita oleh Axel, dan hanya meninggalkan selembar uang berwarna biru dengan nominal angka lima puluh ribu rupiah. Lily rasanya kepengen nangis guling-guling sambil joget jaipongan seketika. "Mulai hari ini kakak hanya akan menjatah adek dengan uang senilai lima puluh ribu rupiah setiap hari all in. Yang artinya ongkos, makan siang dan lain-lainnya semuanya sudah termasuk didalamnya. Itupun hanya kakak berikan karena adek belum gajian. Tetapi mulai bulan depan setelah adek menerima gaji pertama, kakak akan lepas tangan dan sama sekali tidak akan membantu adek lagi dalam bentuk apapun. Adek harus berusaha sendiri. Faham?!!" Lily pun hanya bisa mengangguk-anggukan kepalanya persis seperti angsa ketelen karet. Demi menunda pernikahan, menyebrangi Samudra Hindia hanya dengan memakai getek pun bakalan Lily jabanin demi menghindari dirinya berdarah-darah dimalam pertama pernikahannya. Lily begitu trauma saat secara tidak sengaja mendengar percakapan c***l sesama pria para pengawalnya saat mereka baru menikah. "Semalem lo belah duren dong Raf? Ceritain lah Bro gimana malam pertama lo?bini lo masih perawan nggak?" "Masih dong..." "Jadi bini lo berdarah-darah dong lo buat? Reaksi nya gimana Bro?" "Ya berdarah-darah lah namanya juga masih perawan dijebol sama junior gue yang size jumbo. Gimana nggak "menggelepar-gelepar" dia kayak ikan dilempar kedaratan. Cengap-cengap dia ke enak—" Dan Lily pun langsung meninggalkan arena percakapan bincang berdarah kedua pengawal ayahnya yang baru saja menikah itu. Saat itu usia Lily baru sepuluh tahun. Trauma nya akan peristiwa berdarah dimalam pertama itu begitu membekas dihatinya hingga sekarang!!! "Mau sampai kapan kamu berdiri didepan pintu kantor Saya hah? Kamu ini niat kerja atau mau minta sumbangan?!!" Salakan pertama sudah diterimanya bahkan sebelum kakinya menginjak kantor barunya. "Selamat pagi B—Pak Bima. Terima kasih karena bersedia merekrut Saya sebagai bagian dari karyawan dikantor ini." Lily sedikit membungkukkan tubuhnya, tanda menghormati siBoss. Sikapnya yang biasa suka sewenang-wenang dengan orang lain tidak tampak sama sekali hari ini. Dia tampil sabar dan professional. Cuma ya itu, selera berpakaiannya yang cenderung terbuka membuat para karyawan pria berkali-kali menelan ludah saat memandangnya. "Besok berpakaianlah yang lebih manusiawi kalau kamu tidak kepingin di gang bang beramai-ramai oleh karyawan saya ataupun para laki-laki diluar sana. Mengerti?!!" Salakan kedua. "Eh Pak Boss, jangan nyalahin selera berpakaian saya kalo emang para anak buah Pak Boss yang otaknya ngeres. Namanya aja ini kantor pengacara, tapi pemikirannya kenapa diskriminatif amat ya? Junior lo pada yang ngaceng, kenapa malah cara berpakaian saya yang disalahin." Lama-lama Lily tidak tahan juga kalau tidak menyahuti salakan-salakan Pak Bossnya. "Kamu ini ya, terus saja menjawab semua perkataan Saya. Sekarang mari kita temui perwakilan dari Aditama Group yang mau membuat draft perjanjian kerjasama dengan Diwangkara's Persada Tbk. Ingat, catat point-point penting nya, pasal-pasal yang mengikatnya dan dokumen-dokumen apa saja yang dibutuhkan. Setelah selesai semua segera bawa ke Ibu Clara biar dikoreksi. Jelas?" Salakan ke tiga. "Siaapppp Pak Boss!" Lily menjawab tegas sambil membuat gerakan menghormat ala ala tentara Descendant of the sun yang dulu pernah booming itu. "Setelah si lugu Ory resign baru kali ini kantor kita berwarna lagi ya Pak Rizal?hahaha..." Clara dan Rizal yang sudah senior di kantor pengacara ini, menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kesomplakan karyawan baru yang cantik seksi luar biasa tetapi juga nampak jahil parah. Lily mengekori langkah Bima menuju ruang meeting yang biasa digunakan untuk rapat dengan client-client penting. Lily baru saja duduk saat pandang matanya bertabrakan dengan sorot dingin Heru. Mampus! Hari pertamanya bekerja sepertinya penuh dengan perjuangan. "Apa kabar flawless Lily. Kamu sudah besar ya sekarang? Masih ingat dengan Saya hmm..?" Dexter Diwangkara menatap lekat wajah cantik yang seketika balas menatapnya dalam-dalam karena berusaha mengingat wajahnya. Dex sebenarnya agak sedikit tersipu karena dipandangi seintens itu oleh seorang gadis. Lily ini orangnya sangat spontan dan tidak bersikap malu-malu kucing seperti wanita pada umumnya. "Bapak ini kalau tidak salah pelanggan yang dulu suka ke ONS di hotelnya Kak Axel kan ya? Eh, Bapak ini juga daddynya Caca kan ya? Lily tiba-tiba berteriak kencang karena gembira berhasil mengingat sosok gagah yang seketika merah membara wajahnya. JEDERRRRR!!!! Kata-kata polos yang diucapkan Lily itu sukses membuat tiga orang pria didepannya itu ternganga seketika. Lily ini memang tidak pernah memfilter ucapannya. Apa yang dia lihat yang dia rasa itulah yang akan dikatakannya. "Kamu ini tidak ada sopan-sopannya ya jadi orang?punya mulut itu jangan seperti petasan banting!!pikir dulu baik buruknya ucapan kamu, dampak kata-kata kamu bagi orang lain, minimal dijaga desibel suaranya. Ini anak perempuan suaranya malah seperti tarzan saja." Bima seketika merasa tidak enak melihat perubahan air muka Dexter akibat dari kata-kata non filternya Lily. Sebagai seorang Boss dia merasa gagal dalam mendidik anak buahnya. "Tapi bener koq, Bapak ini yang dulu sering ke club dan hotel. Gantengnya sama, senyumnya genitnya juga sama. Cuma dulu belum muncul ini sih." Lily pun langsung menoel-noel kerutan-kerutan halus yang mulai tampak diwajah Dexter. Lily yang penasaran karena merasa tidak salah orang, malah semakin mendekatkan wajahnya dengan Dexter dan  kian memperhatikan detail wajahnya. Saat dia mengatakan waktu itu ini belum ada, Lily dengan lancangnya mengelus-elus kerutan samar yang mulai nampak disudut mata dan kening Dexter dengan intim. Tentu saja tubuh Dexter menjadi merinding disco seketika. "Jangan suka memegang-megang suami orang, dosa!!Kalau mau pegang-pegang nih, pegang saja saya. Tidak dosa dan tidak akan ada yang marah karena saya belum berkeluarga." Heru seketika menarik tangan Lily yang tadi mengelus-elus wajah Heru kearah wajahnya sendiri. Dia tidak suka melihat si gadis nakal ini menyentuh-nyentuh pria lain. "Lo—Eh Bapak kan udah pernah gue—eh Saya elus-elus kemaren dulu di club. Lupa? Atau masih kurang?tapi sumpah d**a Bapak itu pelukable banget, belum lagi perut roti sobek Bapak, bikin melting tau nggak Pak? Boleh pinjem buat ndusel- ndusel nggak Pak?kalau boleh nan—eh jang—an!! ehmm duh aduduhh ini rasanya koq kenyel-kenyel anget gitu roti sobeknya ya Pak? Napsui banget jadi pengen di—jangannn!!!" Lily yang sebenarnya memang sudah kaget saat Heru tiba-tiba meraih tangannya dan kemudian memasukkannya lewat bawah kemeja yang tadi ditariknya keluar sembarang saja dari celana bahannya, semakin ngeri saat dia memindahkan tangannya dari yang tadinya mengelus-elus perut sixpacknya menjadi pindah keselangkangannya. "Jangan?!! Jangan apa? Kamu takut hmmm?" Heru mulai menarik sudut bibirnya sedikit keatas, tersenyum sinis dan meremehkan. Lily yang memang pantang ditantang menjadi semakin nekad. Walau dengan pipi merah padam dan rasa panas yang terasa pada kedua telinganya dia pun melanjutkan aksi Heru dengan sedikit berimprovisasi. "Jangan sampai dilepas tangan saya maksudnya Bapak, Sayang." Lily mengedipkan sebelah matanya sambil membasahi bibirnya, tidak lupa juga Lily membelai-belai lembut kejantanan Heru yang seketika menggeliat bangun tegap perkasa. Lily yang kaget saat merasakan benda yang dielus-elusnya seperti hidup, sebenarnya begitu ngeri dan jijik. Tetapi dia mati-matian memperlihatkan wajah mesumnya yang sesungguhnya berbanding terbalik dengan perasaannya yang sebenarnya begitu ketakutan. Sumpah, seumur hidup baru kali ini dia memegang perabotan laki-laki yang rupanya kalau dipegang-pegang, bisa bergerak-gerak sendiri seperti makhluk hidup!!! "Lily!!! Kamu ini ya? m***m banget sih jadi perempuan?seumur hidup saya tidak pernah saya menemui perempuan yang mesumnya nauzubillahbinzalik seperti kamu ini. Sepertinya saya sudah salah karena menerima usul kakakmu untuk menerima kamu bekerja disini. Kelakuan kamu itu lho, astaghfirullahaladzim!!!pusing saya!! Kasian banget si Axel yang ber ekspektasi bahwa mungkin kamu bisa jadi orang bener setelah bekerja disini. Nggak taunya kehadiran kamu disini hanya membuat kantor ini makin semerawut saja. Dosa apa gue coba diamprokin dengan wanita jadi-jadian seperti kamu ini?!!" "Bapak nggak salah!! Lo juga nggak salahhh!! Semua nggak salah!! GUE YANG SALAHHHH!!!" Dan Lily dengan gaya hiperbolanya mencoba meniru cara dan lafal pengucapan Ruben Onsu dalam mewartakan sebuah acara infotaiment gossip di tv. Bima menggeleng-gelangkan kepalanya, frustasi melihat kelakuan ajaib Lily.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD