Part 08: Pengorbanan Alika

1233 Words
"Tolong beri sedikit komentar tentang postingan yang beredar?!" "Apakah Mbak Alika beneran punya hubungan dengan Mas Arlan?!" "Apakah foto yang beredar asli?!" Bla .. Bla .. Bla .. Suara saling bersahut-sahutan bagai pasar ayam dan desak-desakan para wartawan yang ingin menerjang bodyguard Alika membuat kepala gadis itu seperti ingin pecah. Padahal ini Alika mau konferensi pers loh, kenapa wartawan-wartawan itu tidak mau sedikit saja bersabar menunggunya sampai di tempat konferensi! "Alika ada telpon dari Pak Arlan." Aldo menyondong berbisik ke telinga Alika. "Gak usah diangkat." Balas Alika acuh masih tenang berjalan mendekati meja konferensi. "Tapi—" "Ssst!" Alika mengangkat tangan, tanda tidak ingin dibantah. Aldo terlihat serba salah. Dengan pembawaan anggun gadis imut itu menampilkan ekspresi seriusnya, duduk di depan para wartawan yang sudah sangat siap meliput berita hangat ini. "Oke pasti sudah banyak yang bertanya-tanya perihal berita yang viral beberapa hari ini kan?" Alika memulainya tanpa basa-basi sedikitpun. "Akan saya jawab, ... " tangan mungil Alika yang memegang mikrofon terlihat bergetar samar, gadis itu memejamkan mata sambil menarik napas dalam. "Saya dan Pak Arlan tidak mempunyai hubungan apapun!" "Tapi kenapa kalian berciuman?!" "Lalu apakah foto itu palsu?!" "Dan juga ada saksi mata yang—" "Anggap saja saya sengaja menggoda Pak Arlan!" Tandas Alika langsung menimbulkan keheningan ke seluruh ruangan. Aldo mendelik tak percaya. "Kaaa ... " desisnya memperingati. Alika sudah tidak peduli, menyorot tajam satu-persatu wartawan yang ada di hadapannya. "Kenapa diam saja? Cepat tulis apa yang tadi saya katakan. Bukankah kenyataan seperti ini yang kalian harapkan, saya jamin tidak sampai satu jam berita diturunkan pasti langsung viral!" Alika terlihat begitu murka, pertama kali ia terlihat marah di depan kamera karena dulu ia selalu mempertahankan image imut nya. "T-tapi kami butuh berita fakta." Ujar salah satu wartawan. Alika melirik, mengernyit geli. "Buat apa? Kalaupun saya mengatakan kejadiannya cuma karena tersandung dan tidak sengaja berciuman pasti kalian juga akan menambah-nambahi bumbu panas juga. Yasudah daripada kalian yang mengarang biar saya sendiri saja yang buat karangannya!" Alika sampai berdiri dari kursinya. "Ka udah!" Aldo menarik lengan Alika, gadis itu menepis kasar. "Cepat tulis! Saya yang sengaja menggoda Pak Arlan, tulis berita seperti itu. Kalau sedikit saja ada yang menambah-nambahi atau mengatakan yang tidak-tidak tentang Pak Arlan saya akan tuntut kalian. PAHAM!" Cuma keheningan yang menyapa. Alika menarik kasar kerah blouse nya yang terasa mencekik leher. "Konferensi di akhiri!" Lalu Alika dengan tenang keluar dari ruangan tersebut. Bertepatan dengan kedatangan mobil hitam mengkilap yang berhenti di depannya, keluarlah dua sosok lelaki dewasa yang terlihat begitu mirip aura nya. Alika berkedip bingung di posisinya, menurunkan kacamata hitamnya sekedar untuk memperjelas saja kalau penglihatan nya tidak bermasalah. "Pak Arlan ngapain kesini?!" Pekik Alika cempreng, "P-pak ganteng juga ikutan? Cepet pergi! Cepet-cepet sebelum wartawan pada dateng!!" Panik Alika berusaha sekuat tenaga menarik, mendorong, sampai menyeruduk kedua lelaki di depannya tapi dua lelaki itu bahkan tidak berpinda seinchi pun. Yaiyalah! Secara body Alika jomplang banget dengan dua lelaki kekar ini. Sial sekali, wartawan keburu datang dan seperti dugaannya tadi para wartawan itu langsung kembali heboh ketika melihat Arlan. Apalagi ada Agam si pengusaha sukses yang namanya bukan sekali dua kali berseliweran di televisi. "Saya disini akan memberikan bukti tentang kejadian waktu itu!" Arlan membuka laptop yang entah sejak kapan dibawanya, pemuda itu memutar video CCTV yang sebelumnya sudah dipersiapkan. Para wartawan berebutan merekam video tersebut, membuat Alika yang tidak mau tergencet karena nyempil di tengah-tengah pun melipir minggir. "Tapi kenapa Mbak Alika menyatakan kalau dia menggoda Bapak?!" Tanya salah satu wartawan. Arlan melirik tajam Alika membuat gadis itu langsung menunduk melihat ujung high heels nya. "Karena kalian yang mendesak nya, kalau kalian bisa lebih sabar pasti dia tidak akan mengatakan hal itu!" "Tapi—" "Kalau masih ada yang kurang puas datangi kantor saya, dan kalian bisa protes disana!" Serebet Agam dengan suara dinginnya. Para wartawan secara kompak mundur saling lirik, terlihat takut. "Gimana? Masih ada yang kurang puas?!" Agam menajamkan matanya. Wartawan-wartawan menggeleng. Agam menghembuskan napas kasar, mengacungkan jari telunjuknya. "Kalau sampai saya lihat ada berita yang sengaja dibuat-buat dan menyeleweng ... saya pastikan besoknya perusahaan kalian akan tinggal nama!" Selanjutnya Agam pergi bersama Arlan dan Alika. *** "Umur kamu berapa sih? Bagaimana bisa kamu membuat keputusan tanpa pikir panjang seperti itu?!" Alika yang dibawa ke mansion Arlan cuma bisa kicep,apalagi saat ini ia dikelilingi keluarga besar Arlan dan dimarahi habis-habisan oleh Ayah Arlan. "Kamu pikir gunanya otak buat apa? Buat mikir!" Agam benar-benar dibuat tak percaya dengan kelakuan gadis di depannya ini. "Kamu pikir dengan mengatakan hal bodoh seperti itu semua masalah akan selesai? Nggak!!" Via disebelahnya berusaha menenangkan suaminya. "Kamu bodoh apa gimana sih?!" Hening. Arlan yang terbiasa mendengar ucapan pedas Ayahnya sudah tak kaget dengan kalimat menusuk gendang telinga tersebut, namun ia jadi sedikit khawatir karena gadis ini cuma diam saja. "Ka." Panggilnya pelan. "Hiks-hiks ... " Semua orang terperanjat, Alika mengelap ingus dan air matanya, menatap Agam lurus. Ternyata Om ganteng ini lebih menyebalkan ketimbang Arlan. Alika langsung ilfil. "Om t-tuh jahat banget marahin aku, aku hiks .. meskipun kelihatanya bodoh tapi juga lumayan pinter tau Om!" Alika tersinggung, "hiks ... a-aku kan gak tau kalo hiks ... kalian punya rekaman videonya. Yang aku pikirin cuma masa depan anak Om, tapi Om malah marahin aku!" Alika makin nangis kejer-kejer. Udah badan nya mungil nangis lagi dijamin yang gak kenal Alika pasti mengira gadis ini masih SMP. "Mas sih!" Via melirik tajam suaminya, lalu berpindah ke sebelah Alika dan memeluknya. "Maafin suami Tante ya sayang." Alika mengusap hidungnya yang memerah. "S-suami Tante galak banget, omongannya juga lebih pedes ketimbang Pak Arlan." Adunya. Agam mendelik, Arlan ikut mendelik. Saka dan Vera yang sejak tadi jadi penonton sudah seperti sedang melihat pertunjukan gratis. "Kok aku dibawa-bawa sih?!" Protes Arlan yang dikacangin. "Mas minta maaf!" Via melotot. Agam merengut, menatap gadis di pelukan istrinya. Heran, kenapa mereka bisa dekat padahal baru pertama ketemu. "Maafin saya." Ucap Agam tulus. Alika melirik, lalu mengibaskan rambutnya ketus. "Iya!" Agam melongo tak percaya, bisa-bisanya ia diketusin bocah bau kencur begini. Via hampir tertawa kalau tidak ditahan. "Kamu udah makan? Makan dulu mau?" Tawar Via. "Iya udah hampir jam makan siang juga, udah ayo gabung aja!" Serebet Vera membuat Alika yang hampir menggeleng mau tidak mau jadi setuju. "Aku mau ke kamar mandi dulu Tan." Ijin Alika, yakali ia tidak merapikan penampilan amburadul nya. Via mengangguk. "Lan, anterin!" Titahnya. "Kok aku sih?!" Via melemparkan lirikan maut membuat Arlan dengan jengkel beranjak dari kursinya. "Ayo!" Ajaknya kearah Alika. Alika membuntut dibelakangnya, menatap punggung lebar Arlan. Pasti enak banget buat dipeluk. Astaga?! Mikir apaan sih dirinya! Amit-amit jabang bayi! "Kamu masuk, saya tunggu disini." Alika mengangguk, namun saat hendak berjalan masuk Arlan malah mencekal pergelangan tangannya. "Ucapan Ayah saya gak usah dimasukkan ke hati, dia kalau bicara memang pedas." "Kayak Bapak kan." Balas Alika mengangkat sebelah bibirnya, Arlan mendelik. "Oh iya eum, " Arlan membasahi bibirnya terlihat ragu-ragu. "Terimakasih karena tadi kamu berniat melindungi saya." Ujar Arlan sangat-sangat pelan, semburat merah terlihat keluar dari pipinya. Alika tersenyum kecil, berjinjit menepuk ujung kepala Arlan. "Bapak tidak salah jadi saya tidak akan membiarkan Bapak jadi bahan pergunjingan orang banyak." Arlan tertegun. "Tapi saat kamu mengambil keputusan sepihak seperti tadi, pasti kamu tau kan konsekuensi nya?" "Tentu saja." "Tapi kenapa tetap kamu lakukan?" Alika sekarang yang diam, kenapa juga ia melakukan itu? Alika juga heran. "Mungkin ... "Alika menjeda ucapannya sejenak. "Karena saya ngerasa Bapak adalah orang yang harus dilindungi." Arlan benar-benar dibuat tak bisa berkata-kata.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD