Dua insan itu menghadap keluarga Arlan, mereka berdua tampak seperti tersangka yang sedang di sidang.
"Jadi??" Agam sengaja menggantung ucapannya sekedar mendengar sendiri penjelasan anaknya.
Arlan menghela napas berat, disebelahnya Alika cuma berani menunduk memilin ujung baju Arlan. "Tidak ada apa-apa."
Tak ayal semua orang jadi saling lirik penuh arti, "kalian pacaran?" Tanya Ibunya sudah terlampau antusias.
Arlan kali ini mendengus, heran kenapa keluarganya ngebet mantu. "Nggak, hubungan kita cuma sebatas rekan kerja dan bawahan."
"Oooh~" seru semuanya dengan wajah tak percayanya, Arlan jadi kembali mendengus melihatnya.
"Yaudah deh kalian lanjutkan saja, kami gak akan mengganggu!" Lalu Ibu dan Neneknya itu sangat kompak menarik suaminya masing-masing, membuat Alika makin menunduk malu.
"Ck dasar ada-ada aja." Decak Arlan tak lama beralih menatap Alika yang masih menunduk menyembunyikan wajah di lengannya. "Mereka sudah keluar."
Alika yang mendengarnya mendongak, menatap lurus Arlan. "Maaf Pak, saya ngerepotin." Gumamnya jujur merasa bersalah.
Arlan tersenyum samar. "Kamu gak ngerepotin, udah mending kamu kembali istirahat." Dengan cekatan pemuda itu membantu Alika rebahan dan menyelimutinya. "Saya pamit keluar."
"Tunggu!" Alika menggenggam tangan lelaki itu kuat, "t-temeni saya." Cicitnya, Alika mana berani sendirian di tempat baru.
Bukannya terganggu Arlan justru merasa sangat senang, dadanya meringan tanpa sebab. "Masih mau dielus-elus?" Godanya.
Alika megatupkan bibirnya, suara kekehan geli Arlan sudah tidak dapat ditahan. "Yaudah sini saya elus-elus lagi." Arlan dengan pelan mengulurkan tangannya, kembali mengelus lembut kepala gadis itu.
Sampai Alika benar-benar terlelap.
***
"Kamu sudah masuk kerja?!" Arlan benar-benar tercengang saat melihat Alika yang sudah mejeng di mejanya pagi sekali. Rasanya ini pertama kali gadis itu berangkat sepagi ini.
Alika menoleh, tersenyum lebar saat menemukan kehadiran Arlan di ujung pintu. "Mulai hari ini saya akan menjadi karyawan yang baik dan disiplin!" Tegasnya menepuk d**a dengan yakin.
Arlan mendecak, jadi berjalan mendekat dengan cepat. Alika seketika terkesiap kaget saat punggung tangan Arlan menyentuh dahinya. "Udah gak panas." Gumamnya lega.
Alika jadi tertegun, lelaki ini mengkhawatirkannya?
"Kalau masih ngerasa sakit bilang sama saya." Arlan menatap cemas matanya.
Alika jadi meneguk ludah tanpa sadar karena melihat tatapan lembut Arlan. "Bapak khawatirin saya?" Alika menatap mata lelaki itu.
Arlan tersentak, keduanya jadi sama-sama diam.
Ini seperti deja vu.
"Iya."
Apa?!
Alika hampir memekik saking syoknya. Arlan membalas tatapan Alika, melangkahkan kakinya mendekat membuat jarak diantara mereka kian terkikis. Alika makin ketar-ketir gak karuan.
"Saya khawatir dengan keadaan kamu, jadi tolong jangan buat saya cemas terus." Arlan menyelipkan anak rambut gadis pendek itu ke belakang telinga.
Gila! Si Bos galak dan bermulut pedas ini tiba-tiba bersikap sangat lembut kepadanya. Alika mungkin akan menganggap ini mimpi saking tak percayanya.
"K-kenapa Bapak khawatir sama saya?" Tanya gadis itu perlahan.
Mereka saling bertatapan lagi beberapa saat.
"Soalnya kalau kamu bikin masalah saya yang susah!"
W-WHAT?! Alika tercengang.
Arlan mendadak memasang tampang songong bin kurang ajar seperti biasa. "Kamu itu sekarang statusnya adalah pegawai saya, kalau kamu kenapa-napa otomatis saya juga yang repot!" Semburnya mangap-mangap.
Alika yang tadinya ingin baper fiks langsung mengeruhkan wajahnya mirip keset welcome, sumpah demi apapun lelaki ini memang titisan syaiton jin tomang kembaran nya genderuwo!
Alika sudah mengumpat tak karuan.
"Sudah ayo kamu saya antar pulang saja!" Arlan menarik tangan Alika tapi gadis itu menepisnya.
"Gak perlu! Saya sehat kok!" Balas Alika tak kalah sengak, rasanya setiap bicara dengan lelaki ini mereka gak ada akurnya. Padahal kemarin malam mereka baru juga baikan, mereka bagaikan Tom and Jerry di dunia nyata.
Arlan yang melihat kengototan gadis di depannya jadi melenguh panjang, kenapa sih gadis ini sangat tidak peka, padahal ia cuma tidak mau Alika kecapekan.
"Kamu kenapa sih bebal banget kalo dikasih tau?"
"Bapak juga kenapa sih ngurusin saya mulu?"
Mereka jadi pelotot-pelototan, namun tak lama Arlan mengusap wajahnya, memilih ngalah saja.
"Yaudah." Alika tersenyum puas mendengarnya. "Sekarang duduk di sofa!" Perintah Arlan menunjuk kearah sofa di tengah ruangan.
Alika melompong tak percaya mendengar perintah absurd atasannya ini. "Ha? Ngapain?"
"Udah duduk dulu!"
Alika mendengus, tapi mau tak mau jadi tetap menuruti. Dengan setengah hati gadis itu mematuhi untuk duduk diatas sofa, dan bola matanya langsung mendelik saat Arlan memberikan setumpuk dokumen ke pangkuannya.
"Baca semuanya!" Lalu Arlan melenggang pergi entah kemana.
Tentu saja Alika tercengang hebat melihat kelakuan nyeleneh Bos nya ini. "Emang harusnya gak heran sih, tuh orang kan emang selalu aneh!" Decak Alika memilih mulai membaca saja.
Dan alisnya langsung menukik tajam saat menyadari kalau dokumen-dokumen yang diberikan kepadanya sangat random, kenapa lelaki itu memberinya pekerjaan tidak jelas begini, sih?!
Tidak mau ambil pusing Alika memilih patuh saja, dengan telaten gadis itu membaca lembar per lembar dokumennya, dan baru beberapa menit kepalanya langsung jatuh keatas tumpukan dokumen tersebut.
Alika ... ketiduran.
***
"Tumben disini?"
Arlan yang semula bersantai menikmati pemandangan harus mencelat kaget mendengar suara yang muncul dari belakang, Arlan menoleh menemukan Ayahnya sedang berjalan mendekat kearahnya.
"Gak papa."
"Kenapa? Ada masalah?" Tebak Agam karena paling hapal kalau anaknya sendirian di rooftop pasti ada masalah.
"Gak."
Agam jadi menghela napas, memilih diam. Anaknya ini benar-benar duplikat seperti dirinya jika dilihat dari fisik, tapi masalah sifat mereka berdua cukup berbeda jauh. Agam dengan sifat yang cenderung cool sedangkan Arlan yang judes abis.
"Kamu sama artis itu ada hubungan?"
Arlan melirik Agam sesaat, tapi tak lama jadi membuang muka kembali. Tak berniat menjawab.
"Yah." Panggilnya tiba-tiba tentu saja membuat Agam tersentak kaget. Dengan satu alis terangkat Agam menatap kearah anaknya.
"Kenapa?"
"Aku kayaknya suka sama cewek itu."
Hening.
Arlan langsung membuang muka karena malu, apalagi ia dan Ayahnya juga tidak terlalu dekat. "maksud kamu Alika?"
Arlan sontak menatap jengkel Agam. "Siapa lagi emang cewek yang deket sama aku!" Dengus Arlan jutek.
Agam justru tersenyum kecil. "Yaudah gak papa itu normal, kalau kamu suka sama cowok baru jangan."
"Kok gitu doang sih balesannya?!"
Agam makin geli jadinya. "Ya trus kamu maunya Ayah bersikap gimana?"
"Tauk!" Dengus Arlan membuang muka gondok.
Agam menggeleng tak habis pikir, merangkul bahu anaknya yang tentu saja ditepis risih Arlan, selain judes Arlan itu galak nya minta ampun.
"Masa masih mau minta wejangan Ayah buat dapetin cewek?" Cibir Agam.
"Emang gak boleh?"
"Loh beneran mau minta rupanya." Agam sontak menahan agar tidak benar-benar tertawa.
Arlan makin mengeruhkan wajahnya. "Yaudah gak jadi!"
"Iya-iya sini Ayah ajari, jangan ngambek dulu." Agam terkekeh geli, jadi heran kenapa bentukan anaknya gini amat.
"Ayah jangan ketawa! Aku malu tau!"
Bukannya mereda tawa Agam malah makin meledak pecah, sumpah demi apapun anaknya ini benar-benar menghibur dirinya.
Sebenarnya tanpa mereka sadari, mereka sedang menunjukkan kasih sayang satu sama lain.
***
"Akhirnya tidur juga." Gumam Arlan tersenyum puas melihat Alika yang meringkuk di sofa dengan berkas yang berserakan kemana-mana.
Arlan melangkah mendekat, mengamati setiap jengkal wajah Alika. Gadis ini memiliki garis wajah imut dan manis, sayang kalau udah ngamuk banteng aja kalah seramnya.
"Eh?!" Alika yang merasa terganggu dengan suara langkah kaki langsung sadar sepenuhnya. "A-ah maaf Pak saya ketiduran!" Dengan panik ia merapikan berkas-berkas yang sempat berserakan.
Arlan langsung menahan tangannya, "gak usah gak papa." lalu menarik tangan Alika membuat gadis itu mau tidak mau jadi ikut berdiri. "Saya mau ngajakin kamu ke suatu tempat."
"Ini masih jam kerja Pak!"
"Tenang aja, ini perusahaan milik Ayah saya." Bangganya beneran songong abis.
Alika diam-diam mencibir tanpa suara, yang punya perusahaan Ayahnya tapi yang songong anaknya!
"Mau kemana sih Pak?!" Gadis itu makin cerewet saat Arlan menyuruhnya masuk mobil dan mulai melajukannya.
"~Mau kemana kita?" Tanya Arlan balik dengan nada Dora the Explorer. Sontak saja Alika langsung mendelik tak percaya, kesurupan apa coba Bos nya ini jadi gesrek.
"Pak saya serius!"
"Kamu mau diseriusin sama saya?"
"Ya ampun Pak, capek! Saya capek banget sama kelakuan Bapak!" Alika yang capek misuh-misuh akhirnya diem sendiri. Masalahnya tingkah aneh Arlan hari ini benar-benar membuatnya capek jiwa dan raga.
Dan seketika alis Alika menukik tinggi saat mobilnya berhenti, Alika mengerjap kaget lalu beralih menatap Arlan. "Ini--"
"Ayo turun."
Alika makin kejang-kejang saat Arlan menyondongkan badan kearahnya sekedar untuk melepas seatbelt nya, harum maskulin lelaki itu langsung menyeruak masuk indra penciumannya. Sangat fresh dan segar.
Arlan menarik turun tangan Alika membuat kesadaran gadis itu langsung terkumpul, jujur Alika merasa kurang nyaman dengan perasaannya sendiri, setelah ia memilih move on dari Aldo lewat jalur ilfil ia mulai mempunyai pandangan baru. Arlan di mata nya jadi terlihat sangat mempesona.
"Ada yang bilang sama saya kalau teriak bisa ngilangin stres." Alika menoleh menatap samping wajah Arlan, lelaki itu menghadap depan mengamati pemandangan. "Jadi menurut saya disini tempat yang sangat cocok." Lalu Arlan menoleh kearah Alika, mata mereka berdua saling bertemu.
"Emang siapa yang bilang ke Bapak?"
Arlan spontan mendengus, beneran tak menduga pertanyaan konyol itu yang justru ditanyakan Alika. Padahal susah payah Arlan susun kata-kata mutiara.
"Ck udah gak usah tanya-tanya, cepet teriak."
"Lah kok malah Bapak yang paksa saya, gak ah! Saya gak mau teriak." Alika bersedekap sambil mendongak menantang.
Arlan jadi kembang-kempis, kenapa malah gini sih, gagal total rencananya biar so sweet ala-ala drama picisan.
"Kamu--"
"AAAAAAAAAAA!!! AAARGGH AAAGHHH!!!"
Arlan terlonjat, kaget bukan main mendengar suara teriakan dahsyat Alika yang udah ngalahin toa. Suara Alika langsung mendengung di udara, mereka berdua sekarang berada di puncak pinggir jurang jadi tidak perlu khawatir akan dilihat orang.
"Ah bener, puas banget!" Alika tersenyum sumringah, kemudian menatap Arlan. "Sekarang giliran Bapak, teriak juga gih!" Pintanya antusias.
Arlan mengkeret geli. "Dih ogah, ngapain!"
"Cepet teriak Pak, siapa tau sifat buruk Bapak ikut ilang."
Arlan jelas mendelik, namun makiannya langsung terhenti saat melihat Alika yang justru terbahak-bahak. "Nah pasti Bapak sekarang mau marah kan!" Tuduh Alika membuat Arlan langsung merengut.
"Tau lah saya mau pulang!" Arlan berbalik pergi. Alika langsung mengejar.
"Ih jangan dulu dong Pak, saya masih mau disini."
"Yaudah terserah, saya tinggalin!" Ternyata Arlan kalau ngambek ngalahin perawan PMS.
Alika jadi menarik-narik ujung jas Arlan yang sedang berjalan, saking fokusnya ia pada Arlan ia sampai tidak melihat jalan.
Bruk!
"Disini dul-- AKKH!"
"Arrgh!"
Alika melotot, Arlan tak kalah syok. Dua orang itu jadi saling bertatapan kaget dengan posisi Arlan menindih Alika. Mereka terjatuh diantara ilalang yang tumbuh tinggi menutupi mereka. Kaget, mematung, terdiam. Keduanya seolah tak bisa menggerakkan tubuh masing-masing.
Arlan yang awalnya menatap mata Alika tanpa sadar menurunkan tatapannya ke bibir Alika, bibir ranum mungil berwarna peach yang merekah bagai kuncup bunga membuat sesuatu di dalam dadanya ingin mendobrak keluar.
"P-pak ... " Suara Alika bergetar hebat melihat lelaki di atas nya makin menunduk memiringkan kepala ke wajahnya.
"Hm?" Arlan menghentikan gerakannya sejenak, menatap meminta persetujuan. "Boleh?" Bisiknya serak bahkan hampir tidak terdengar karena suara angin disana yang cukup kencang.
Alika berkedip-kedip, jujur bibirnya ingin melontarkan tolakan tapi tubuhnya malah berkata lain, Alika justru memejamkan matanya yang tentu itu sudah bisa dianggap sebagai lampu hijau.
Cup.
Arlan langsung mengecup bibir mungil Alika beberapa saat. Hanya kecupan tanpa lumatan berarti.
Cup.
Dan mengulainya beberapa kali membuat lenguhan tak nyaman Alika terdengar. "Pak," Alika membuka matanya sayup-sayup dengan pipi merona parah. "Saya mau ciuman bukan hanya kecupan." Sumpah Alika sekarang cuma lagi bernafsu, mungkin setelah ini ia akan membenturkan kepalanya sendiri.
Arlan terlihat sangat senang, tanpa menyia-nyiakan kesempatan ia langsung melumat bibir mungil Alika, Alika yang baru pertama kali merasakan lumatan di bibirnya menegang, membuka mulut tanpa sadar. Perlahan gadis itu memejamkan mata, melingkarkan tangannya ke leher Arlan membuat jarak diantara keduanya benar-benar terkikis.
Detak jantung keduanya menggila hebat, dengan napas memburu dan d**a naik turun tak karuan.
Arlan memeluk posesif pinggang ramping Alika seraya terus melumat, menggigiti kecil-kecil, dan mengulum bibir Alika.
Gila! Aku bisa gila, Arlan yang sedang menenangkan tubuhnya yang seperti tersengat listrik bertegangan tinggi.
Kenapa .... bibir gadis ini sangat manis dan lembut?