Perin yang Keras Kepala

1142 Words
“Asli. Lu gila, Ki. Dari awal gua uda peringati elu. Jangan main-main sama api, tapi, elu anggap gua orang lain.” “Maaf in gua, Bro. Waktu itu, gua benar-benar enggak sadar.” Sebagai teman yang baik dan sudah lama dekat dengan Kiral. Kamal tentu saja, akan merasakan kebimbangan yang tengah dihadapi sang sahabat. Terlebih sejak awal kenal, keduanya memang lebih akrab dibandingkan yang lainnya. Kamal juga sangat mengenal Nafia istri Kiral, dan juga, Perin kekasih gelap Kiral. Bahkan, Kamal juga sempat mengingatkan Kiral. Bahwa, Faruk rekan kerja dari Nafia istrinya sudah lama terobsesi dengan Nafia. Namun, Kiral tidak pernah menganggap semua itu benar. Karena bagi Kiral Faruk tidak mungkin menyukai wanita seperti istrinya. Karena ia sering kali mendengar Faruk mengatakan wanita tipenya adalah wanita yang memiliki nilai tinggi. “Elu masih suka ketemu sama ‘tuh cewek?” tanya Kamal kembali. “Iya masih, karena dia suka kasih ancaman kalau gua enggak mau temui,” sahut Kiral tertunduk malu. “Kiral, Kiral, kenapa ‘sih elu jadi cowok bego banget! Itu cuman ancaman dia. Dan kalau pun dia mati elu enggak akan terkena imbas.” “Gua cuman enggak mau aja kalau dia mati sia-sia, Mal.” “Itu tandanya elu juga masih cinta sama itu cewek! Udehlah, capek gua ngomong sama elu, Ki. Terserah elu aja mau gimana.” Setelah mengatakan hal tersebut, Kamal langsung meninggalkan Kiral yang masih terdiam. Bukan kali pertama, Kamal membentaknya. Tapi ini sudah yang ke sekian kalinya. Sedari awal juga Kamal sudah mewanti-wanti hal ini akan terjadi. Di sisi lain, Faruk turun dari mobil mewahnya. Ia langsung masuk ke sebuah kafe tempat mengopi dan menyantap sarapan. Setelah berada di dalam, ternyata ia sudah ditunggu oleh seorang wanita. “Hai, RI, ada apa elu pagi-pagi minta ketemu?” tanya Faruk seraya mengatur posisi dan duduk di hadapan Perin dengan raut wajah sedihnya. “Far, elu yakin enggak ‘sih rencana kita akan berhasil?” tanya Perin terdengar putus asa. “Elu kenapa tiba-tiba jadi pesimis begitu? Bukannya, dulu elu selalu optimis akan semua pencapaian dalam hidup lu.” “Iya, tapi, semalam Kiral mati in telepon dari gua getu aja. Dia enggak pernah kayak gitu sebelumnya.” “Pe, elu kayaknya terlalu banyak pikiran. Elu enggak usah khawatir. Gua uda atur rencana baru. Dan siang ini akan gua lancarkan.” Seketika raut wajah Perin langsung bersemangat saat mendengar hal tersebut, ia seperti menemukan kembali semangat yang sejak tadi ia butuh kan. Dari senyuman kedua orang ini, jelas sekali terlihat ada rencana jahat yang tengah diatur. Kiral sendiri saat ini masih terdiam dalam lamunannya. Ia menatap langit yang cerah sejenak. Lalu kemudian ia kembali menyibukkan diri dengan layar telepon genggam di tangannya. Terlihat jelas ia tengah gundah gulana. Berkali-kali ia hanya memainkan layar monitor dengan tatapan kosong. Tidak terasa matahari sudah semakin tinggi. Nafia masih saja berkutat dengan aktivitasnya membersihkan rumah. Dan mengurusi sang buah hati, yang sudah semakin lincah. Nafia tampak sedikit kerepotan. Dikarenakan sang anak yang memaksa ingin bermain di luar rumah. Tin! Tin! Suara klakson mobil dari arah depan seketika membuatnya tersadar. Ia berlari menuju pintu depan dan membukanya. Ternyata, ada kurir ekspedisi yang tengah mengeluarkan sesuatu dari dalam mobil Van berwarna hitam. “Dengan ibu Nafia?” tanya Sang kurir dengan sopan. “Iya benar, dengan saya sendiri. Ada apa, ya Pak?” ujar Nafia kembali bertanya. “Baik, Ibu, ini ada paket atas nama Ibu. Mohon diterima, Bu.” “Paket apa, Pak? Saya tidak merasa memesan sesuatu.” Nafia tampak keheranan karena ia memang tidak memesan sesuatu. “Tapi, ini benar dengan, Ibu Nafia Olcay Oycu? Dan alamatnya Perumahan Anggrek 7 nomor 17?” “Iya benar.” “Kalau begitu mungkin saja, ini suami ibu yang memesannya.” “Hm. Iya juga.” Meski masih dibalut rasa penasaran. Tapi Nafia menerima paket tersebut, setelah itu ia menyeret kardus itu ke dalam rumahnya. Nafia tampak mencari informasi pengirim. Namun ia hanya menemukan nama Secret Fans. “What, jaman kayak gini masih ada, ya, orang model beginian!” hardik Nafia tampak kesal. “Apaan ‘sih ini, tapi, nanti kalau gua buka. Takutnya ini paket salah alamat. Aduh, gimana dong!” Nafia terlihat berpikir sejenak. Sedangkan sang anak sudah tampak sangat penasaran dengan isi dari paket tersebut, setelah menimbang beberapa saat akhirnya Nafia membuka paket itu dengan garis muka waswas. Drrt! Drrt! Telepon genggam Nafia bergetar. Ia langsung melihatnya. Dan dengan raut wajahnya malas, Nafia menerima panggilan itu. “Hm. Kenapa,” ujarnya singkat. “Fia, kamu sudah makan, Sayang? Adek bagaimana, dia sudah makan belum?” tanya Kiral terdengar antusias. “Sudah.” “Kamu lagi apa?” “Sibuk.” “Fia masih marah sama, Abang, ya?” “Pikir aja sendiri.” Tut! Tut! Tanpa basa-basi Nafia menutup teleponnya. Kiral yang mendapatkan tanggapan itu terdiam. Seumur-umur ia mengenal sosok sang istri. Baru kali ini, ia melihat istrinya semarah ini padanya. Kiral kembali menundukkan kepalanya. Ia memasukkan benda pipih berwarna hitam itu ke dalam saku bajunya. Setelah itu, ia merogoh saku celananya dan mengeluarkan sekotak keretek beserta korek api. Dengan tatapan kosong Kiral menatap jauh menerawang. “Woi, ngelamunin apa sih lu, Ki,” ujar Faruk yang baru saja datang dan langsung bergabung dengannya di meja makan tempat mereka biasa berkumpul saat jam istirahat makan siang. “Eh, elu, Far ngagetin gua aja, Lu,” balas Kiral dengan nada datar. “Dari sana gua udah teriak. Elunya aja yang enggak dengar.” “Kenapa masih bingung sama kasus cinta segitiga kalian? Bu, saya pesan nasi putih satu sama, kepala ikan asam pedas satu.” Faruk meladeni Kiral seraya memesan menu makan siangnya. “Minumnya, Adek mau yang mana?” tanya sang ibu pemilik warung makan. “Kopi sama air putih satu botol.” Setelah ibu pemilik warung pergi untuk menyiapkan pesanan Faruk. Ia tampak kembali fokus kepada Kiral yang masih melipat wajahnya yang kusut tak beraturan. “Dari elu kayaknya enggak ada semangat. Kenapa, lu, Bro?” tanya Faruk terkesan sangat peduli pada Kiral teman lamanya. “Hm, elu tau kan, Nafia, istri gua. Dia benar-benar uda enggak mau percaya lagi sama gua Bro,” terang Kiral masih dengan wajah penuh rasa bersalahnya. “Elu sebenarnya cinta sama yang mana, Bro? Istri lu atau Perin?” “Gua suka sama Perin. Bahkan kemarin gua anggap itu cinta yang sebenarnya. Tapi, sekarang gua sadar. Kalau Nafia adalah istri terbaik. Dia tau gua salah, dia juga pasti benci banget sama gua, tapi, dia masih menjalankan semua kebiasaannya berbagai istri gua.” “Terus maksud lu, lu kini bingung mau pilih siapa, gitu?” “Enggak, gua uda putus in akan mempertahankan rumah tangga gua sama Nafia.” Faruk terdiam untuk sesaat mendengar pengakuan dari Kiral. Dari raut wajahnya seakan ada sesuatu yang disembunyikan oleh Faruk dari Kiral. Namun sayangnya, Kiral tidak menyadari hal tersebut karena ia masih memikirkan masalah rumah tangganya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD