“Kamu mau pesan apa?” tanya Safana pada Kamania. Saat ini keduanya sedang di kafetaria depan kampus. Ngadem sekaligus menunggu jemputan–sebenarnya menemani Kamania menunggu jemputan, karena Safana harus ke tempat Shaka. “Bakpao, siomay, atau dumpling? Sama minumnya juga?” “Sebentar.” Dia mencermati buku menu kemudian membolak-balik, sedangkan Safana sudah menentukan pilihan. Sementara itu pelayan senantiasa menunggu dengan buku catatan dan pulpen di tangan. “Misal mesannya agak banyakan boleh nggak, Fa? Kama mau siomay, tapi mau makan dumpling juga. Kalau minumnya, Kama pesan jus alpukat.” “Boleh banget! Kalau kamu khawatirin nggak keburu waktu, ‘kan masih bisa minta Pak Yusa nunggu. Lagian, mana berani beliau desak atau marah-marah sama kamu. Resikonya hilang pekerjaan, soalnya istri Tu