"Tuan Eldo mencarimu."
Salah satu anak buah Eldo mendekati Zka dan berbisik di telinganya.
"Ada apa?" Zka bertanya malas.
"Tidak tahu. Cepat temui dia di ruangannya."
Meski tidak ingin bertemu dengan pria itu, Zka tidak bisa menghindar. Dia tahu Eldo akan selalu mengancamnya jika ia tidak menuruti perintahnya. Zka berjalan dengan malas ke ruangan Eldo. Apalagi yang dia inginkan? Belum bosan dia menggangu dan menyusahkan hidupku?
Anak buah Eldo yang berjaga di depan pintu langsung menyuruhnya masuk.
"Kemarilah," ujar Eldo ketika melihat Zka datang.
"Ada apa mencariku?"
"Hanya ingin bersenang-senang denganmu." Eldo bangkit dari kursinya dan mendekati Zka.
Entah mengapa Zka merasa terancam dengan tatapan yang Eldo berikan padanya. Tanpa sadar, ia mundur perlahan untuk menghindari pria itu. Zka merasakan dinding yang dingin berbenturan dengan punggungnya. Ia tahu dirinya tidak bisa menghindar lagi, maka dengan berani ia menatap Eldo. "Sebenarnya apa maumu? Kenapa kau sepertinya begitu senang membuatku susah?"
"Jangan salah sangka. Aku memang senang melihat orang lain dalam kondisi sulit, bukan hanya dirimu. Kesusahan kalian memberi kebahagiaan tersendiri bagiku." Eldo mengurung Zka dengan kedua sikunya yang merapat ke dinding.
"Kau sakit!" desis Zka.
"Terima kasih pujiannya, dan kau cantik," ujar Eldo sambil tersenyum mengejek. Tangan kanannya mulai bergerak di sekitar pipi Zka, merasakan lembutnya kulit gadis itu di jari tangannya. "Aku belum sempat memujimu, tapi kau memang terlihat begitu serasi dengan pakaian ini. Sangat pas di tubuhmu."
"Sampai kapan kau akan menyuruhku berpakaian seperti ini setiap malam? Lizzy sudah kembali, seharusnya aku tidak perlu lagi melakukan pekerjaan ini." Zka sudah mengajukan protes terhadap Joana ketika Lizzy telah kembali namun ia masih saja harus ikut berpakaian seperti ini dan melayani para tamu. Joana tidak bisa melakukan apa-apa karena ini adalah perintah langsung dari Eldo.
"Memang. Seharusnya begitu. Tapi aku suka melihatmu begini. Aku suka melihat wajahmu setiap kali ada pria yang mendekatimu. Apa rasanya tidur dengan lelaki yang berbeda setiap malam, hm?" Kini Eldo mempermainkan helaian rambut Zka di antara jemarinya.
Zka mencoba menjauhkan wajahnya dari Eldo, namun posisinya yang sudah terdesak di sudut ruangan membuatnya tidak bisa berbuat banyak. "Aku rasa itu bukan urusanmu."
"Kau menyukainya?" Eldo tersenyum mengejek. Tangan kanannya terangkat untuk mencengkeram dagu Zka. "Dasar, p*****r Kecil! Kau memang tidak ada bedanya dengan ibumu. Kalian berdua sama-sama perempuan jalang!"
Zka membuang pandangannya, tidak ingin melihat sorot mengerikan yang terpancar dari mata Eldo. "Biarkan aku pergi. Masih banyak tamu yang menungguku," ujarnya berusaha terdengar tenang.
"Kau lupa kalau tempat ini milikku? Artinya kau dan seisi tempat ini ada dalam kuasaku. Kalau kukatakan aku menginginkanmu malam ini, maka kau harus di sini melayaniku sampai aku yang mengusirmu keluar." Eldo semakin mendekatkan wajahnya, mengunci tubuh Zka dengan kedua lengannya.
"Apa yang kau inginkan?" ujar Zka gemetar. Kini dia tidak bisa lagi menyembunyikan ketakutannya.
"Masih kurang jelaskah perkataanku?" Tangan kiri Eldo meraih pinggang Zka, sementara tangan kanannya membelai tengkuk gadis itu. "Aku menginginkanmu malam ini, untuk menghangatkan tempat tidurku. Membuka kakimu di bawahku."
Zka mencoba menepis tangan Eldo dengan kasar. "Aku tidak mau melakukannya. Aku sudah memilih untuk melayani pria-pria lain di luar sana, bukan melayanimu!"
Eldo mendengus bosan. "Kau lupa? Jika kau memilih menjadi wanitaku, maka kau tidak perlu melayani mereka semua. Tapi kau memilih sebaliknya. Maka kau tidak berhak memilih dengan siapa kau mau tidur atau tidak."
Zka mencoba meronta dan keluar dari kungkungan Eldo, tanpa diduga pria itu membiarkannya saja. Namun sebelum Zka mencapai pintu dan meninggalkan ruangan Eldo, pria itu berujar dengan tenang, "apa kau lebih memilih melihat ibumu melayani para lelaki hidung belang di depan matamu? Akan kukabulkan keinginanmu. Malam ini juga. Di sini. Tepat di depan matamu. Ibumu akan merintih dan mendesah bersama mereka."
Langkah Zka terhenti seketika. Tubuhnya menegang menunggu apa yang selanjutnya akan Eldo lakukan.
"Jav, bawa wanita itu kemari. Sekarang!" Eldo memerintahkan tangan kanannya melalui interkom.
Zka membalik tubuhnya dengan cepat. "Hentikan! Jangan sentuh ibuku! Kau sudah berjanji untuk melepaskannya."
"Aku berjanji untuk melepaskannya kalau kau menuruti semua perintahku," ujar Eldo dingin.
"Baik. Aku akan melakukannya." Zka menyerah. Dia tidak sanggup melihat mereka menghancurkan ibunya.
"Bagus. Seharusnya kau membuat semuanya menjadi mudah, bukan malah mempersulit dirimu sendiri. Sekarang mendekatlah!" Eldo berdiri bersandar di depan meja kerjanya, menatap tajam ke arah Zka yang berjalan lambat ke arahnya.
Meski enggan, Zka terus mendekat ke arah Eldo. Ketika jarak di antara mereka hanya tersisa beberapa langkah lagi, suara Eldo menghentikannya. "Buka bajumu!"
"Apa?!" Zka terkesiap.
"Apa kau tuli? Aku bilang buka bajumu. Sekarang!"
"Kau gila!" Zka tercekat.
"Jangan berlagak naif, p*****r Kecil!" Eldo mendengus penuh penghinaan. "Jangan bertingkah seolah kau tidak pernah memperlihatkan tubuhmu di hadapan laki-laki."
"..." Zka memandang Eldo penuh kebencian.
"Kau buka sendiri bajumu atau aku yang melakukannya. Tapi kalau kau biarkan aku yang melakukannya, maka kupastikan kau akan meninggalkan ruangan ini dalam keadaan telanjang." Eldo mengeluarkan pisau kecil dari sakunya dan memutar-mutarnya di tangannya.
Zka memandang nanar. Dikuatkannya hatinya untuk melakukan perintah Eldo. Perlahan Zka mulai menanggalkan pakaiannya, pakaian minim yang ketika awal mengenakannya pun sudah hampir membuatnya menangis. Tapi kini pakaian itu pun harus ditanggalkannya. Ketika pakaian itu meluncur dari tubuhnya, Zka harus sekuat tenaga menahan dirinya agar tidak menangis. Jangan menangis! Jangan pernah menangis di hadapan orang ini!
Eldo memandangi tubuh Zka yang hanya tinggal tersisa pakaian dalam saja. Eldo berjalan mendekat, mengamati tubuh Zka dari atas hingga ke bawah. Diamatinya tubuh gadis itu dan ditelitinya setiap jengkalnya. Sebagai pemilik bisnis dunia malam, menilai tubuh wanita yang akan menjadi pekerja di tempatnya memang bukanlah hal baru. "Tidak buruk."
Zka mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat di sisi tubuhnya. Dia menunduk dalam. Merasa sangat terhina diperlakukan seperti ini. Dinilai seperti barang untuk ditentukan harganya.
Harus Eldo akui, tubuh Zka memang tidak buruk. Kulitnya putih bersih, mulus tanpa bekas luka sama sekali. Tubuhnya kencang tanpa timbunan lemak yang mengganggu. Bentuk p******a dan bokongnya indah, dengan ukuran yang pas dan kencang. Eldo yakin jika Zka akan digilai banyak pelanggannya. Ditambah wajah lugu dan senyum yang manis. Kombinasi sempurna untuk membuat lelaki hidung belang merogoh koceknya dalam-dalam.
Meski Eldo membenci gadis di hadapannya itu, ia begitu penasaran untuk mencicipi tubuhnya. Dengan kasar diraihnya pinggang Zka dan membuat tubuh mereka menempel erat. Dilumatnya bibir Zka dengan cepat dan kasar. Gadis itu tidak berusaha menghindar, namun dikatupkannya bibirnya rapat-rapat.
Eldo memutuskan untuk meninggalkan bibir Zka, dan beralih mengecup leher gadis itu. Turun dan semakin turun. Dibukanya kaitan bra yang masih melekat di tubuh gadis itu. Untuk sesaat Eldo mengagumi bentuknya yang indah, kemudian dengan tidak sabar langsung meremasnya. Ia mengecup puncaknya, menjilati dan mengulumnya.
Zka memejamkan matanya rapat-rapat. Tidak ingin menyaksikan hal yang dilakukan Eldo terhadapnya. Ia mengingat-ingat pesan Joana padanya. Wanita itu pernah mengatakan jika para pria akan mudah bosan jika mendapati mangsanya diam saja.
Sebenarnya Zka ingin menjerit dan meronta, namun ia tahu itu sia-sia. Ia ingin menangis, namun ia tidak mau membuat pria di hadapannya ini semakin menikmati permainannya. Penolakan, ketakutan, dan kesedihannya hanya akan semakin membuat Eldo bahagia.
Ketika Eldo menyadari tidak ada perlawanan berarti dari Zka, maka ia memutuskan untuk menuntaskan saja permainan ini secepatnya. Tidak ada yang menarik dalam permainan semacam ini ketika korbanmu begitu penurut dan tidak melawan. Permainan ini jadi membosankan. Eldo mendorong tubuh Zka dan membaringkannya di atas sofa miliknya.
Melihat Eldo mulai menanggalkan ikat pinggagnya, seketika itu Zka tersadar apa yang akan terjadi setelahnya. Ia tidak bisa merelakan sesuatu yang begitu dijaganya hilang di tangan pria di hadapannya ini, sesuatu yang membuatnya berharga sebagai seorang perempuan. Ia tidak bisa terus diam saja tanpa melawan dan membiarkan pria ini merenggut dengan paksa kehormatannya. Entah kekuatan dari mana, Zka bangkit dan mendorong Eldo hingga pria itu terhuyung mundur.
Zka berlari secepat yang ia mampu, menyambar pakaiannya, memakainya secara asal dan kembali berlari menuju pintu keluar. Langkahnya terhenti di depan pintu, ia menoleh dan memandang ngeri ke arah Eldo. Pria itu mendekat sambil memandangnya tajam. "Kau pikir kau bisa lari?"
Zka tahu dirinya kini tersudut. Pintu itu terkunci secara otomatis. Zka mengedarkan pandangannya, mencoba mencari celah untuk melarikan diri atau setidaknya bersembunyi dari Eldo. Ia melihat sebuah jendela yang terbuka, dengan nekat ia berlari ke sana. Tidak peduli posisinya sedang berada di lantai tiga, lebih baik ia celaka atau mati sekalian daripada harus menyerahkan dirinya pada pria itu.
Eldo yang tidak memprediksi jika Zka akan berani bertindak senekat itu, terkejut ketika gadis itu sudah memanjat jendela ruangannya. Ia segera mengejar Zka namun terlambat, gadis itu sudah melompat keluar. Gadis itu merambat di atas pijakan sempit di sisi dinding.
"Hei! Kau bisa jatuh!" seru Eldo sambil menjulurkan tangannya berusaha meraih Zka.
Zka berusaha menghindar dari jangkauan Eldo, namun karena terlalu gugup, ia tidak memperhatikan pijakannya dengan benar. Zka tergelincir dan hampir saja tubuhnya melayang ke bawah. Jika saja Eldo terlambat menyambar tangannya, habislah dia.
"Bodoh! Apa yang kau pikir sedang kau lakukan?!" hardik Eldo. Eldo mencengkeram lengan Zka kuat-kuat dan berusaha menariknya ke atas. Perlahan ia berhasil menarik tubuh Zka kembali ke dalam ruangan kemudian menyeret tubuh gadis itu menjauh dari jendela. Eldo membawa Zka ke sebuah pintu lain, mendorong pintu itu dengan kakinya dan memaksa gadis itu masuk. Ternyata itu adalah sebuah kamar tidur yang ada di dalam ruangan pribadi Eldo.
Melihat kamar itu, Zka semakin panik. Ia mencoba meronta, melepaskan tangannya dari cengkeraman Eldo. Namun sayang usahanya sia-sia, tenaga Eldo jauh lebih kuat darinya. Apalagi tubuhnya masih gemetaran akibat hampir terjatuh tadi. "Lepaskan aku! Aku mohon!" Ia tidak peduli lagi jika kini ia harus memohon pada pria itu.
"Diamlah!" Kini Eldo mengangkat tubuh Zka dan menjatuhkannya ke atas tempat tidur. Ia duduk di atas tubuh Zka agar gadis itu tidak bisa melarikan diri. Eldo kembali menyentuh Zka, sementara gadis itu terus memukul dan meronta, menolak setiap sentuhan yang Eldo berikan.
Perlawanan Zka membuat Eldo semakin tertantang untuk menaklukkan gadis itu malam ini. Eldo mencengkeram kedua belah tangan Zka dan menahannya di atas kepala gadis itu, dan dengan gerakan cepat ia menarik paksa celana dalam Zka, satu-satunya pakaian yang masih tersisa di tubuh gadis itu.
"Jangan! Jangan lakukan! Aku mohon!" Zka menendang dengan panik kemudian memilih merapatkan kakinya, melengkungkan tubuhnya ke samping untuk menjaga dirinya. Hanya itu pertahanan diri yang masih bisa ia lakukan. Tubuhnya jauh lebih kecil dari Eldo, jelas tidak mampu mengalahkan pria itu. Dan rasanya tenaganya sudah terkuras habis.
Eldo sama sekali tidak mendengarkan permohonan Zka. Dengan kasar ia memaksa agar kaki Zka terbuka dan langsung memasuki tubuh gadis itu. Sedikit sulit karena gadis itu sama sekali tidak dalam keadaan terangsang, namun Eldo tidak peduli. Dihentaknya dengan kasar miliknya, dipaksakannya untuk masuk sepenuhnya ke dalam Zka.
Ketika tubuhnya telah dimasuki oleh Eldo, dunia Zka seakan runtuh. Ia sudah kalah. Ia tidak memiliki keinginan lagi untuk melawan. Semuanya sudah terlambat. Ia menggigit bibirnya kuat-kuat hingga berdarah. Dia tidak sudi menitikkan air matanya, namun hatinya menangis. Dia merasa hancur.
"Berhenti menggigit bibirmu," ujar Eldo di sela-sela gerakannya. "Dan buka matamu."
Perlahan Zka membuka matanya. Sekuat tenaga Zka menahan agar air matanya tidak mengalir, namun ia gagal. Ia hanya berharap semuanya segera berakhir.
"Ternyata kau tidak sejalang ibumu," bisik Eldo di telinga Zka. Ia meninggalkan Zka begitu saja setelah permainannya selesai dan menuju kamar mandi.
Zka diam termangu di tempatnya, tidak bergerak sama sekali meski Eldo sudah meninggalkannya. Tubuhnya seolah kaku, tidak mampu digerakkan. Ia begitu terpukul. Apa yang selama ini begitu dijaganya, kini hilang dengan mudahnya. Hilang di tangan seorang Pria Iblis yang tidak punya hati. Zka merasa dirinya begitu hina, kotor.
Eldo keluar dari kamar mandi dan melihat Zka meringkuk memeluk dirinya di atas tempat tidur. Dipandanginya gadis itu cukup lama. Ada rasa dendam yang sedikit terbayarkan melihat gadis itu tampak hancur. "Aku tidak tahu bagaimana caranya kau bertahan di tempat ini selama beberapa bulan tanpa kehilangan keperawananmu."
Zka diam saja. Sama sekali tidak berminat menanggapi ucapan Eldo.
"Aku punya berita baik untukmu. Karena ternyata akulah orang pertama yang menidurimu, maka aku akan berbaik hati untuk menjadikanmu sebagai wanitaku. Mulai hari ini, kau tidak perlu lagi bekerja di sini. Kau akan tinggal di rumahku dan menuruti semua perintahku."
"Jika aku menolak?" tanya Zka tanpa memandang lawan bicaranya.
"Kau tahu apa yang dapat aku lakukan padamu," ujarnya tenang.
Zka terdiam. Ia tahu Eldo mampu melakukan hal yang menakutkan pada ibunya jika ia tidak menuruti keinginan pria itu. "Sampai berapa lama?"
"Sampai aku bosan menyiksamu."
***
--- to be continue ---