"Papa ngapain kesi…….. Aaaaaaa..
Amel langsung berteriak karena terkejut hingga ia tidak melanjutkan kalimatnya saat tubuhnya melayang karena digendong oleh Bian dan dibawa keluar dari kamarnya.
Bian membawa Amel masuk ke dalam mobilnya, dan memaksa hamil untuk diam di dalam mobilnya, Lalu setelah itu Bian langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, hingga tidak butuh waktu lama dia menghentikan mobilnya di suatu tempat di mana tempat itu adalah tempat orang untuk bersenang-senang yang biasa mereka sebut sebagai klub malam.
Bian pun menunjukkan sesuatu pada Amel, dan Amel yang melihat kejutan yang diberikan atau yang diperlihatkan oleh Bian terhadap dirinya langsung tersenyum hambar, namun dibalik senyuman itu menyimpan sesuatu perasaan yang sulit untuk dijelaskan. Amel bisa memperlihatkan senyumnya, bahkan tawanya sekaligus, namun tawa Amel terdengar sangat gemetaran, dan dengan cepat Amel keluar dari tempat tersebut, dan tanpa dipersilakan Amel langsung masuk ke dalam mobil Bian. Bian sendiri tetap berdiam diri di dalam klub malam itu hingga dengan waktu yang cukup lama. Bian baru keluar dan melihat Amel di dalam mobilnya setelah Bian merasa cukup untuk melihatnya.
Bian menghela nafasnya kasar saat melihat Amel sudah berada di dalam mobilnya. Bian masuk ke dalam mobilnya, dan menatap Amel yang tengah menatap lurus ke depan.
Entah apa yang diperlihatkan oleh Bian terhadap Amel, hingga Amel menunjukkan sikap yang sulit di tebak. Reaksi Amel tidak bisa dibilang bahagia maupun duka setelah melihat apa yang diperlihatkan oleh Bian tadi.
Bian melihat jam di pergelangan tangannya sudah terlalu dini hari. Bian pun mulai menjalankan mobilnya untuk mengantar Amel ke rumah Angga.
"Seminggu sekali kamu ke kampus, selama tidak ke kampus, mau diisi apa dengan kekosongan kamu?" tanya Bian dengan nada datarnya
"Mau diisi dengan pelajaran aja," kata Amel yang tak kalah datarnya dari Bian
"Tidak mau kerja?" tanya Bian lagi
"Aku sudah jadi istri orang, jadi aku harus belajar menjadi istri yang baik aja." Jawab Amel yang membuat Bian langsung menambah kecepatan mobilnya, dan berhenti tepat di depan rumah Angga. Amel keluar dari mobil Bian, dan Bian pun langsung melajukan mobilnya lagi dengan kecepatan yang masih sama, yaitu kecepatan tinggi untuk pulang.
Setelah Amel sudah tidak melihat mobil Bian lagi, Amel tersenyum sinis, dan menatap bangunan rumah Angga dengan bertepuk tangan. Entah apa yang ada di pikiran Amel, hingga Amel bertepuk tangan seperti sedang merencanakan sesuatu, atau bisa saja merayakan sesuatu yang misterius.
Keesokan paginya, Amel sudah menyiapkan sarapan untuk Angga. Amel tidak tau Angga pulang jam berapa, yang jelas saat Amel bangun, Angga sudah ada di sampingnya.
Setelah Amel selesai menyiapkan sarapan, Amel kembali ke kamarnya untuk membangunkan Angga. Amel melihat Angga masih tidur sangat nyenyak. Amel dengan pelan mengguncang lengan Angga, hingga Angga terbangun.
"Kak Angga tidak kerja? Sudah jam 07.00?" tanya Amel dengan nada lembutnya. Angga bangun dan mengambil ponselnya, lalu melihat jam di ponselnya. Ternyata benar, jam sudah menunjukkan jam 07.00 pagi. Angga pun ke kamar mandi, dan Amel mulai membereskan kamarnya, lalu menemani Angga sarapan.
Amel kembali membereskan meja makan setelah selesai sarapan.
"Kamu sudah menjadi istriku. Pakai kartu ini, untuk kebutuhanmu." Ujar Angga dengan nada dinginnya seraya menyerahkan sebuah kartu pada Amel. Amel pun menolak, karena Amel merasa ia tidak membutuhkannya. Penolakan Amel yang niat Amel tidak ingin menyusahkan orang lain malah dianggap tidak benar oleh Angga.
Angga menganggap kalau Amel menolak kartu yang ia berikan tadi karena Amel ingin menjelekkan dirinya pada semua orang, dengan Amel yang tidak mendapat nafkah dari Angga, maka orang akan beranggapan kalau Angga tidak bertanggung jawab, dan itu akan menjelekkan reputasinya sebagai pria yang bertanggung jawab, dan nyaris sempurna dalam penilaian orang lain.
"Aku tidak bermaksud menolak niat baik Kak Angga, tapi aku memang tidak membutuhkannya. Kalau aku butuh apa-apa, nanti aku bisa minta sama Kak Angga," ujar Amel mencoba menjelaskannya dengan lembut.
"Sudah tau kan suatu saat nanti kamu akan membutuhkannya, kenapa tidak diterima." Ujar Angga datar karena menganggap kalau semua wanita itu sama saja, sama-sama mengincar harta. Angga mengira kalau Amel hanya pura-pura menolak karena ingin memberikan kesan hangat pada dirinya, dan mengira kalau Amel pasti mendambakan kartunya seperti para wanita di luaran sana.
Mendengar ucapan Angga, dengan perlahan tangan Amel mendekati kartu yang diberikan oleh Angga komandan menerima kartu yang diberikan oleh Angga tersebut dengan ragu-ragu, pasalnya Amel memang benar-benar tidak membutuhkan kartu tersebut, terlebih masalah kuliahnya juga sudah selesai terpenuhi, ditambah juga kebutuhan rumah juga sudah terlengkapi, apalagi kebutuhan dapur atau bahan-bahan di kulkas juga masih penuh. Jadi, maksud dari ucapan Amel yang mengatakan kalau suatu saat nanti ia butuh akan minta pada Angga, itu kebutuhan masalah makan setiap hari atau kebutuhan isi kulkas bahan-bahan untuk makan sehari-hari, bukan kebutuhan seperti yang dipikirkan oleh Angga, di mana kebutuhan yang dimaksud oleh Angga itu adalah kebutuhan pribadi Amel.
"Jangan pernah keluar rumah, aku tidak ingin istri dari keluarga Xavier berkeliaran di luar rumah, apalagi untuk kerja. Gak kerja pun kamu gak bakal kelaparan." Ujar Angga datar, lalu pergi ke kantor.
Karena Amel tidak diperbolehkan untuk kerja oleh Angga, akhirnya Amel pun tidak ingin memikirkan tentang perkataan papa mertuanya yang ingin mengisi waktu kosongnya saat tidak kuliah dengan bekerja. Amel lebih memilih nurut sama suami, dan diam di rumah menunggu kepulangan Angga.
Amel menaiki anak tangga untuk ke kamarnya. Amel memainkan ponselnya untuk menghapus kebosanannya. Baru saja Amel membuka salah satu akun sosial medianya, pintu kamarnya sudah terbuka, dan itu membuat Amel terkejut karena pintu dibuka secara kasar, takut Angga marah karena dirinya melakukan kesalahan, meski Amel tau kalau dirinya tidak merasa berbuat salah.
Namun saat Amel melihat ke arah pintu, betapa terkejutnya Amel saat melihat Bian yang datang. Amel langsung berdiri dan membenarkan pakainya agar tidak terkesan menggoda papa mertuanya.
"Ada apa pagi-pagi Papa datang kesini?" tanya Amel
"Siapkan sarapan. Aku ingin sarapan disini!" Ujar Bian tegas, dan dengan cepat Amel langsung keluar dari kamarnya melewati tubuh Bian, agar Bian segera pergi dari rumahnya setelah sarapan.
Bian sendiri masih di kamar Amel, tidak tau juga apa yang Bian lakukan, karena Amel sendiri sudah ada di dapur untuk menyiapkan makanan buat Bian.
Amel kembali ke kamarnya setelah meja makan kembali dipenuhi oleh menu makanan.
"Pah, sarapannya sudah siap." Kata Amel. Bian pun mendekati Amel, dan Amel dengan refleknya mundur hingga keluar dari kamarnya.
"Sarapan kamu dulu disini, baru di dapur…