When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Aksa terpaksa menepikan mobilnya dan berhenti di pinggir jalan. Darah mulai merembes membasahi handuk kecil yang membebat tangan kanannya. Bukannya kesakitan, tapi Aksa malah tersenyum masam. Menertawakan dirinya sendiri yang kembali terjebak dalam kehidupannya yang kacau. Kehadiran mamanya benar-benar menghempas ketenangan hidupnya selama ini. Umpatan kesalnya terdengar keras ketika pandangannya menyapu sekeliling. Menyetir dalam keadaan emosi rupanya bukanlah pilihan yang tepat. Dia bahkan baru sadar jalan yang dilaluinya justru melenceng jauh dari arah ke apartemennya. Lagi-lagi ponselnya bergetar, namun kali ini bukan adiknya yang sejak tadi tidak menyerah mencoba menghubunginya. Satria, tanpa repot-repot menebak pun Aksa yakin Rena sudah menelpon memberitahu soal ini. Sebentar la