Hari demi hari, kesehatanku semakin membaik. Setelah hampir seminggu penuh berkutat dengan segala hal—obat-obatan, terapi dan lainnya, akhirnya aku diperbolehkan pulang. Herman akan datang hari ini, ikut menjemputku. Paman dan bibi sedang pulang, menyiapkan segala sesuatunya untuk menyambut kedatanganku. Sementara papa, lelaki itu, tidak pernah menghilang dari hadapanku. Dia selalu di sisiku, seolah setiap detik yang berlalu, sangat berharga untuknya. Memang, dulu, papa seperti lupa jika waktu tidak akan bisa dikembalikan, sehingga cenderung mengabaikan, tetapi kini tidak lagi. Dia sangat menghargai keberadaanku. Entah, apakah aku harus bersyukur sudah sakit kanker atau tidak. Namun, aku sangat suka perubahan sikap papa. Aku merasa seperti dicintai, dibutuhkan dan diinginkan. Tidak ada yan

