BAB 11

1081 Words
Aku masih terbaring lemah di kasurku dengan ingatan yang tak kunjung lupa akan peristiwa mengerikan yang aku alami kemarin lusa. Sudah dua hari ini aku mengurung diriku di kamar. Aku belum bercerita apapun baik pada Ferdi, ayah atau siapapun. Aku masih belum mau menerima kenyataan bahwa Denis kembali atau lebih tepatnya, aku tidak mau mengakuinya. Bertahun-tahun aku berusaha untuk bisa hidup dengan tenang dan melupakannya. Sekarang, dia dengan mudahnya kembali dan menghancurkan semua proses move on yang aku lalui dengan sangat berat. Dia seperti angin topan yang datang dan menyapu semuanya dengan satu gerakan. Aku benci mengakuinya, tetapi dia memang sehebat itu. Kini, dia kembali dan balas dendam pasti apa yang akan dilakukan padaku dan Ferdi, mengingat kamilah yang mencoba membunuhnya dulu. Membunuh. Aku tidak tahu apakah itu kata yang tepat. Namun, membela diri, aku rasa itu juga tidak tepat. Aku sengaja melakukannya, itu artinya aku memang berniat membunuh Denis. Sekarang, dia pasti kembali untuk melakukan hal yang sama terhadapku. Aku menghela napas panjang, mencoba menenangkan jantungku yang kembali berdetak hebat setiap kali pikiranku memacu pada ingatan itu. Aku sudah berusaha tidur dan melupakannya tetapi saat aku terbangun, rasa sakitlah yang menyambutku. Rasanya begitu nyeri dan memilukan sehingga meluluh lantahkan hatiku yang rapuh ini. Aku sudah menyadarinya sejak awal kalau ada yang salah pada kasus kematian Denis dulu. Mayatnya tidak ada dan walaupun terdapat satu mayat yang terbakar dan meledak hingga tidak utuh dan dikenali lagi, entah bagaimana---aku yakin jika itu bukanlah Denis. Aku meragukan kematiannya. Namun, aku tetap membodohi diriku sendiri dan menganggap Denis sudah mati. Saat ini, detik ini, aku pun baru menerima kenyataan kalau Denis memanglah masih hidup. Dia akan segera datang, cepat atau lambat, untuk memenuhi hasrat terbesarnya yaitu membunuhku. Aku mencintaimu Nisa. Begitulah kata-kata yang selalu dia katakan di telingaku seolah-olah dia berkata karena aku mencintaimu maka aku harus membunuhmu. Aku belum begitu memahami cinta itu apa. Jadi, aku bahkan tidak bisa menilainya. Apakah sesuatu semacam itu disebut cinta atau hanya sebuah obsesi semata? Entahlah, aku tidak mengerti. Karena bagiku, apapun alasannya, mengambil nyawa manusia itu tidak diperkenankan. Tok tok tok Pintu kamarku diketuk orang dan tak lama kemudian dibuka dan muncullah kekasihku yang baru saja pulih dari keterpurukannya, Ferdi. Aku tidak tahu haruskah merasa senang atau sebaliknya. Aku benar-benar tidak tahu. Ferdi berjalan mendekat tanpa ragu, lelaki itu tersenyum saat melihatku sehingga mengharuskanku untuk membalas senyumannya walaupun masih setengah hati. Ferdi mendekat dan duduk di kursi kecil di samping tempat tidurku. "Bagaimana keadaanmu, Nisa?" tanyanya. Aku hanya tersenyum. "Baik, kamu bagaimana?" tanyaku. Ferdi hanya menghela napas. "Aku sedang berusaha untuk baik-baik saja Nisa," ujarnya. Aku memandangi Ferdi beberapa jenak, entah mengapa melihatnya membuatku merasa kasihan padanya. Wajahnya juga menunjukkan kesedihan seolah apa yang dia alami lebih berat dari yang kualami. Kesedihanku karena kematian Ghea, gadis cantik yang baru kutemui tempo hari tentu saja tidak akan sebanding jika dibandingkan dengan kesedihan Ferdi karena kematian pamannya. "Fer," Ferdi menoleh lalu menatapku penasaran. "Ada apa?" tanyanya dengan lembut. Aku terdiam, mendadak ragu untuk kuceritakan jika sebenarnya aku sudah bertemu dengan Denis. "Ada apa Nisa?" tanya Ferdi lagi. Dia menangkap sesuatu yang tidak biasa dariku. Aku tahu kalau aku tidak bisa berbohong padanya, tetapi aku tetap ingin berusaha untuk me Aku menelan ludah, entah kenapa tenggorokanku mendadak terasa sakit. "Oh iya, dua hari ini mengapa kamu murung?" tanya Ferdi. "Ah, itu," aku diam lagi. "Ada apa sih?" tanya Ferdi mulai kesal. Aku menarik napas panjang lalu kuhembuskan perlahan. "Fer, Denis masih hidup," ucapku pelan. "Ya, aku tahu dan akan kupastikan dia segera mati!" sahut Ferdi dengan geram. "Begitu dendamkah kamu padanya, Fer?" tanyaku. Ferdi mengangguk mantap. "Iya, aku tidak ingin kehilangan orang yang kucintai lagi, Nisa!" jawab Ferdi. "Maka apa yang akan kamu lakukan jika bertemu dengannya?" tanyaku. "Sudah jelas bukan? Aku akan membunuhnya," jawab Ferdi yakin, tidak ada keraguan sedikitpun dalam ucapannya. "Tapi, Fer, aku melihatnya," kataku. Ferdi menautkan alisnya. "Kematianku?" tebak Ferdi. Aku menggeleng cepat. "Bukan," sanggahku. Entah kenapa mataku panas saat dia mengatakannya. Ini bukan soal itu, tetapi mengingat betapa bahayanya kami saat ini, aku tidak bisa mengenyahkan pemikiran kalau suatu hari nanti, aku akan melihat apa yang tidak ingin aku lihat. "Kematianmu?" tebak Ferdi lagi. Aku menggeleng lagi. "Lantas apa yang kamu lihat?" tanya Ferdi penasaran. "Aku melihat Denis membunuh seorang gadis di depanku," jawabku. Ferdi tersentak kaget dan bisa kulihat pupil matanya yang melebar dengan otot rahang yang mengeras karena menahan amarah yang mendadak naik. "Dimana? Siapa yang dia bunuh? Kapan?" tanya Ferdi bertubi-tubi. "Tenanglah," pintaku. "Kapan? Kapan itu?" tanya Ferdi lagi. "Dua hari yang lalu," jawabku. "Siapa yang dia bunuh?" tanyanya lagi. Ada rasa ingin tahu dan kekhawatiran yang besar di nada suaranya saat ini. "Seorang gadis muda yang nyaris serupa denganku," Ferdi menautkan alisnya. Bingung. "Serupa?" tanya Ferdi tidak mengerti. "Tubuhnya hampir menyerupaiku, Fer!" jawabku. Aku pun menceritakan semuanya, dimulai dari awal pertemuanku dengan Ghea dan bagaimana akhirnya aku mengetahui kalau Denis sudah membunuh gadis malang itu. "Begitulah ceritanya, Fer," ucapku mengakhiri ceritaku. "Jadi maksudmu dia membunuh gadis yang serupa denganmu seolah gadis itu adalah bahan percobaan sebelum akhirnya membunuhnya?" kata Ferdi menyimpulkan. Aku mengangkat kedua bahuku. "Entahlah  tetapi dia mengatakan sesuatu padaku," kataku. "Sesuatu? Apa itu?" tanya Ferdi. "Jika selanjutnya, akulah yang akan mati!" Ferdi lagi-lagi terperanjat kaget. "Dia mengancammu dan kamu baru saja menceritakannya padaku Nisa? Aku kekasihmu, Nisa. Aku akan melindungimu. Tidak bisakah kamu percaya padaku huh?" ucap Ferdi dengan perasaan kesal dan sedikit kecewa. Aku hanya tertunduk lemah. "Aku tidak ingin membebanimu, Fer!" ucapku. "Membebaniku? Justru jika terjadi hal yang tidak kuharapkan terjadi padamu, bagaimana nasib hatiku Nisa?" Ferdi terlihat begitu tertekan. "Aku baik-baik saja, Fer!" "Sekarang, bagaimana nanti? Aku tidak ingin melihatmu mati di tangan b*****h itu, Nisa!" bentak Ferdi. "Lalu bagaimana? Apa kamu akan menjadi pembunuh hanya karena tidak ingin aku dibunuh?" sahutku balas membentaknya. Ferdi terdiam, kami bertatapan dengan sifat keras yang saling berbenturan. "Lantas aku harus bagaimana huh? Ini takdirku, aku harus dibunuh olehnya!" ucapku putus asa. "Aku juga tidak ingin dibunuh, tetapi aku tidak ingin pula menjadi pembunuh," imbuhku dengan suara serak. "Maaf," ucap Ferdi dengan suara rendah. Rupanya amarahnya telah mereda saat melihatku meneteskan airmata. "Aku hanya tidak ingin kehilanganmu," kata Ferdi lantas memelukku erat. Untuk sejenak kami saling berpelukan dengan saling menangis. Entah bagaimana, nurani kami hari ini begitu menguasai otak dan pikiran kami sehingga kerapuhan ini begitu nyata terlihat.        *** Author's POV Seorang lelaki keluar dari dalam mobil dan menutup pintu mobil. Dia mulai menyalakan mesin dari jendela mobil yang terbuka lalu memandang ke seorang gadis yang sudah tidak bernyawa di kursi penumpang. Perlahan mobil berjalan pelan menuju tebing. Braaak. Daarrr. Mobil terjun bebas lalu meledak setelah beberapa saat melayang di udara. Asap tebal pun membumbung tinggi, memberikan kesan gelap yang sangat memilukan. Lelaki itu tersenyum lebar, melihat mahakaryanya lalu pergi meninggalkan lokasi dengan penuh bahagia. Lelaki itu mengeluarkan sebuah foto dari kantong celananya. "Nisa," ucapnya dengan senyuman menyebalkan. "Kamu akan segera jadi milikku, Sayang," katanya menimpali. Lelaki itu pun lalu menghilang dalam kabut seolah dirinya adalah ilusi dari sesuatu yang disebut KEMATIAN.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD