“Tidak! Saya ingin pulang sekarang juga!” jawab Dinda bersemangat memasukkan baju-bajunya ke dalam kantong plastik yang ada di sana.
Setelah membereskan semua pakaiannya, Dinda langsung keluar dari tahanan yang memang sudah tidak dikunci lagi oleh Sean.
“Saya sudah siap,” ucap Dinda dengan wajah cerah senyum bahagia membuat kecantikan Dinda makin terpancar.
Sean menatap Dinda dari atas hingga bawah, entah kenapa seperti ada goresan luka, mendapati kenyataan perempuan di hadapannya ini akan segera pergi dari tempat ini.
“Kenapa?” tanya Dinda yang kembali ketakutan melihat Sean menatap lekat seperti itu.
Tanpa menjawab pertanyaan Dinda, Sean berjalan perlahan melewati Dinda menuju pintu keluar, membuat Dinda dengan cepat menyusul Sean dari belakang.
“Ini jalan keluar?” tanya Dinda yang merasa asing dengan jalan yang dibawa oleh Sean.
Sean tetap tidak menjawab.
“Kamu mau bawa aku ke mana lagi? Aku kan sudah bebas,” ucap Dinda lagi yang merasa ngeri dengan jalan keluar yang dilalui oleh mereka, terlalu gelap dan kotor.
Sean menghentikan langkahnya, dan membalikkan tubuhnya menatap Dinda lekat-lekat membuat Dinda mundur beberapa langkah ke belakang.
‘Tidak Sean! Tidak! Kamu sudah terikat perjanjian dengan Bos Jordan!’ batin Sean memberontak dengan cepat saat hatinya membisikkan perasaan yang haram dia dapatkan setelah bergabung dengan Jordan.
Iya, Sean sudah jatuh cinta pada Dinda, dia ingin mengutarakan perasaannya pada Dinda di tempat itu, tempat yang paling aman tanpa cctv ataupun mata-mata.
“Berjalanlah dengan cepat! Jangan banyak tanya!” ucap Sean sedikit membentak membuat Dinda geram, karna Sean hanya bisa marah-marah.
Sean dan Dinda sudah berada di pintu keluar, membuat Dinda melompat-lompat kecil kegirangan karna bisa menghirup kembali udara segar.
“Itu motor kamu, pulang dan jangan pernah memunculkan dirimu lagi di sini!” ucap Sean dengan ketus.
“Tak kan! tidak akan pernah mau aku kembali ke tempat segila ini!” jawab Dinda mencebik dengan wajah meremehkan.
“Bagus! Silakan keluar!” ucap Sean lagi tanpa melihat ke wajah Dinda.
Dinda dengan cepat mengambil motornya dan pergi dari sana, Sean menghela nafas lega. Entah lega karna bebas dari perempuan cerewet seperti Dinda, atau lega karna orang yang mulai di cintai di luar kesadarannya itu pergi dari tempat se berbahaya ini.
...
“Akhirnya bebas ya Allah, bebas, huuu ....” ucap Dinda.
Dia masih sangat girang bisa bebas, dan segera pulang menuju rumahnya yang sudah lama dia tinggal.
“Huh! Debu di mana-mana,” ucap Dinda begitu membuka pintu rumahnya yang tidak terawat seminggu.
“Untung Mama sama bibi belum pulang ke rumah, kalau mereka tau aku tidak ada di rumah, makin panjang urusan ini,” gumamnya sambil selonjoran di atas Sofa.
“lagian, bisa-bisanya aku terjebak dalam lingkaran gelap yang mengerikan itu, Alhamdulillah Allah masih melindungiku, kalau tidak, mungkin aku sudah tinggal nama,” lanjutnya lagi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya tidak habis pikir.
“Assalamu’alaikum,” ucap tetangga Dinda.
“Wa’alaikum salam, masuk Bu, tapi maaf rumahnya kotor, banyak debu,” jawab Dinda yang bangkit dari tempat duduknya sambil menyalami tetangganya itu.
“Iya, ibu mau pastiin saja, apa benar Dinda sudah pulang, memangnya ke mana saja? Kok tidak kabari ibu mau tinggalin rumah dalam waktu yang lama,” tanya tetangganya itu, Dinda memang sangat baik sama tetangganya, saking baiknya mereka, mereka sudah menganggap Dinda seperti keluarga sendiri.
“Iya bu, ini ...,” jawab Dinda gagap tidak tau harus menjelaskan bagaimana.
“Ibu telpon kamu juga tidak aktif-aktif,” sambung tetangganya lagi, “Apa kamu pergi ke gunung ya?” tanyanya.
“Eh, anu ... iya Bu, kebetulan teman kuliah saya ajak main ke kampung pelosok, ajaknya terburu-buru, jadi tidak sempat pamit sama ibu,” jawab Dinda dengan senyum kecut karna sudah membohongi orang tua.
Sungguh dia tidak ada niat untuk membohongi tetangganya itu, tapi jika dia besar mulut hanya akan membawa kemudaratan untuk orang banyak, lebih baik dia menutup rapat-rapat tentang markas yang dia sendiri tidak tau mereka bekerja sebagai apa.
...
“Assalamu’alaikum Ustadz Syakir,” ucap Dinda memberi salam pada ketua pengajian masjid yang biasa dia mengajar.
“Wa’alaikum salam warahmatullah, Dinda, kamu sudah kembali? Ke mana saja kamu selama ini? Kenapa tidak izin sama saya kalau kamu mau pergi? Kasihan anak-anak tidak ada yang mengajar, kalau saya tau kamu ada keperluan lain, saya bisa mencari guru pengganti untuk menggantikan kamu,” jawab Ustaz berwajah tampan tersebut panjang kali lebar menceramahi Dinda.
Dinda menelan saliva mendengar ocehan lelaki di depannya, mau tidak mau dia harus menebalkan kupingnya supaya dia bisa meneruskan pekerjaan yang selama ini sangat di dambakannya, mengajar.
“Maaf Ustaz,” ucap Dinda dengan singkat sambil menunduk.
Ustaz syakir menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan perlahan supaya emosinya tidak meledak menghadapi perempuan seperti Dinda.
Bagaimana tidak, pertanyaan dari Ustaz syakir malah tidak di jawab satu pun oleh Dinda, dia hanya menjawab dengan jawaban sesingkat itu.
“Ya sudah, kamu lanjut mengajar lagi, saya ada keperluan masjid yang harus saya urus,” titah Ustaz Syakir membuat Dinda menatap lelaki tersebut meminta penjelasan.
“Maksud Ustaz?” tanya Dinda dengan polosnya.
“Kamu gantikan saya hari ini di kelas saya, kelas kamu sudah ada guru pengganti!” jawab Ustaz tersebut dengan juteknya.
“Baik Ustaz,” jawab Dinda sambil menunduk.
Ustaz Syakir pergi dari hadapan Dinda meninggalkan Dinda dengan keadaan geram.
“Untung ganteng dan pintar, kalau tidak, udah aku jutekin balik!” ketus Dinda sambil masuk ke dalam masjid.
...
Di markasnya Jordan.
Sean membolak-balikkan ponselnya dengan gelisah, dia tidak semangat seperti biasanya.
“Sean!” panggil Jordan melihat Sean yang tampak sedang memikirkan sesuatu.
“Iya Bos,” jawab Sean dengan cepat.
“Apa yang kamu pikirkan?” tanya Jordan yang ingin menyelidiki Sean.
Sean yang hampir tertangkap basah karna memikirkan hal selain pekerjaan mereka membuat Sean dengan cepat memutar pikirannya supaya Jordan tidak curiga padanya.
“Tidak Bos, saya hanya sedang memikirkan bagaimana cara memasukkan mobil keluaran terbaru tanpa harus membayar biaya cukai,” jawab Sean mengada-ngada.
“Mobil baru?” tanya Jordan mengernyitkan dahinya.
“Iya, maaf Bos, saya Cuma merasa bosan dengan mobil itu,” jawab Sean kembali berbohong.
Jordan mengelus dagunya yang dipenuhi dengan bulu-bulu hitam dan lebat sambil menatap Sean lekat-lekat membuat Sean menunduk takut, dia takut Jordan tidak percaya dengan ucapannya.
Bersambung ...