48. Memandangmu

1677 Words
Sabtu pagi yang sangat cerah kali ini, Deema mengawali harinya dengan acara memasak sarapan. Jam masih menunjukan pukul 06:45 pagi, katanya Aiden akan menjemputnya pulul 07:30. Sekolah jika hari sabtu, libur tentunya. Itu hal yang membuat Deema bersemangat. Jika ada seseorang yang menyuruh dirinya untuk memilih antara sekolah dan bekerja, Deema lebih memilih untuk bekerja. ''Ibu belum bangun deh kayanya,'' gumam Deema. Sejak semalam ia belum bertemu dengan ibunya karena ia melihat ibu dan adiknya itu sudah tertidur. Ada sesuatu yang ingin ia berikan kepada ibunya. Dan memberi tahu juga jika malam nanti akan ada yang menjemput mereka untuk acara makan malam. Jika kalian bertanya, masakan apa yang Deema masak kali ini adalah nasi goreng. Ia lapar, dan melihat masih banyak nasi di dalam rice cooker, dan ia memilih untuk mengolah nasi itu menjadi nasi goreng. Dan tak lupa, ia pun akan menyiapkannya untuk Aiden. Deema mencicipi masakannya dengan sendok yang ia pegang. ''Emmm ... Udah enak. Matiin aja deh kompornya,'' ucap Deema yang mematikan kompor gas miliknya. Karena Deema sudah mampu untuk membeli makanan dan lainnya, ia pun menyuruh ibunya untuk kembali memakai kompor gas, bukan lagi memasak menggunakan kayu bakar. Deema sepertinya akan memakan sarapannya di toko nanti. Ia pun menyiapkan dua tempat bekal yang ia beli beberapa waktu yang lalu. Kotak bekal berwarna biru dan hijau, satu untuk Deema dan satu untuk Aiden. Tak hanya nasi goreng saja, Deema juga menyiapkan telur mata sapi sebagai teman makan nasi goreng, dan juga timun serta sosis yang sudah ia goreng. Ia menyusun nasi itu dengan rapi dan cantik, lalu memasukan kedua kotak bekal itu ke dalam tas berukuran kecil. Deema harus segera bersiap-siap, takut jika Aiden menunggunya nanti. ''Aduh ... Jamnya cepet banget.'' Deema buru-buru pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Tak butuh waktu lama, Deema sudah memakai bajunya. Ia menyisir rambutnya dengan rapi, lalu ia ikat. Deema pun memoleskan sedikit bedak padat, di wajahnya. Memakai lipstik, blush on, dan maskara. ''Kak, mau kerja?'' ''Hmm? Iya, Rat. Lo gak sekolah?'' tanya Deema sambil melihat ke arah Ratu yang baru bangun dari tidurnya. ''Ekskul diliburin hari ini, Kak. Semalem Kak Deema pulang jam berapa?'' ''Ohh ... Lo gak sekolah? Diem di rumah ya temenin ibu. Semalem Gue pulang jam dua belas, karena ada kerjaan mendadak.'' ''Kak Deema pasti capek banget ya.'' Deema memakai tas kecilnya, lalu menghadap ke arah Ratu. ''Enggak kok, Gue gak capek.'' Ratu pun hanya bisa diam, ia terus melihat ke arah Deema. ''Kenapa? Uangnya masih ada?'' tanya Deema. ''Masih ada kok, Kak.'' Ratu bisa melihat jika Deema mengeluarkan sesuatu dari dalam dompetnya. ''Ini, Gue tambahin lagi. Gue udah bikin nasi goreng, makan ya nanti. Keburu dingin, gak enak.'' ''Uangku masih ada, Kak. Iya, nanti aku makan nasi gorengnya.'' ''Udah ... Enggak apa-apa. Buat jajan, okey? Di tabung juga kalau bisa. Biar nanti, kalau Lo mau beli sesuatu, Lo bisa beli.'' ''Deema? Mau berangkat kerja, Nak?'' Kinanti datang memasuki kamar kedua anaknya. ''Ibu, iya, Bu. Aku mau berangkat kerja.'' ''Ibu semalam nungguin kamu. Tapi sepertinya Ibu ketiduran. '' Deema tersenyum. Ia mengajak ibunya untuk duduk di atas kasurnya. ''Lain kali, Ibu gak perlu nunggu Deema pulang kerja. Deema pasti pulang kok.'' ''Oh iya, Deema punya sesuatu buat Ibu.'' Teringat akan semalam, ia pun menjadi teringat akan satu hal. Sebuah cincin cantik yang semalam Aiden berikan, akan ia berikan kepada ibunya. Deema membuka kotak perhiasannya yang ia simpan di dalan lemarinya yang selalu ia kunci. ''Ini, buat Ibu.'' Deema mengambil tangan kanan ibunya, dan memakaikan cincin mahal itu ke jari tengah ibunya. ''Ya Allah ... Kamu dapet dari mana? Ini bagus banget.'' ''Kak Deema ... Ini mahal loh ....'' Deema sedikit terharu karena Kinanti terus mengusap tangan kanannya yang terdapat cincin cantik itu. ''Di jaga ya, Bu. Jangan sampai hilang.'' Kinanti mengangguk. ''Akan Ibu jaga. Ibu tahu jika cincin ini harganya pasti mahal.'' Cincin itu memang terlihat sangat mahal, siapapun yang memakainya. Sebab cincin yang dilapisi oleh berlian putih itu, sangat mengkilauan. ''Ibu gak perlu mikirin tentang cincin ini. Tapi, satu hal yang harus Ibu tahu cincin ini dari seseorang yang sangat peduli dengan Deema. Dan ... Nanti malam dia mau ngajak kita makan malam.'' Kinanti menutup mulutnya yang terbuka. Ia sangat terkejut. ''S--siapa, Nak?'' ''Nanti juga Ibu bakalan kenal.'' ''Ya ampun ... Ibu seneng banget. Terimakasih, banyak ya ....'' Deema mengangguk sambil tersenyum dengan sangat tulus. ''Jaga, Ibu, Rat. Ibu jangan dulu kerja kalau kondisi Ibu seperti ini. Nanti kalau Deema libur kerja, Deema bawa Ibu pergi ke dokter. Okey, Bu?'' ''Iya, Nak.'' ''Iy, Kak. Aku jaga.'' ''Nanti aku pulang sore, Bu. Mau dibawain apa?'' Deema sudah berjanji kepada dirinya sendiri. Ia akan mulai membahagiakan keluarganya dimulai dari hal yang terkecil. ''Oh iya, bukannya Lo pengen makan kedai dimsum yang baru buka itu ya? Nanti Gue beliin, Lo gak perlu beli.'' kata Deema kepada Ratu. ''Hah? Aku enggak mau kok, Kak. Enggak perlu ....'' ''Syuttt ... Gue tau. Hehehe ....'' ''Ibu, aku berangkat kerja dulu ya. Aku udah masak nasi goreng, jangan lupa di makan.'' Deema pun mengucapkan salam dan melambaikan tangannya, lalu keluar kamar dan mengambil tas makanan nya. Ia duduk di atas kursi yang sudah usang, untuk memakai sepatunya. ... Deema memilih berjalan menuju gang depan terlebih dahulu, dari pada harus menunggu Aiden yang menjemputnya di depan rumah. Ia berjalan sambil melihat keadaan di sekitar yang cukup sepi. Jalanan di sini memang selalu saja sepi, tapi terasa tenang dan menyejukkan karena tempat ini dikelilingi oleh sawah dan perkebunan. Deema belum membuka sama sekali ponselnya. Ia pun berinisiatif untuk membuka ponselnya itu, dan memberi kabar kepada Aiden jika ia menunggunya sambil berjalan. Belum saja mengetikan pesan di sana. Satu klakson mobil pun berbunyi. ''Huftt ...'' Deema menghembuskan napasnya karena melihat Aiden yang kembali membawa mobil yang berbeda. Kali ini mobilnya berwarna merah dengan kilatan-kilatan mewah. Dan ... Mobil ini sangatlah pendek, apa Aiden tidak takut bagian bawah mobilnya tersangkut di tanggul polisi tidur? Ah ... Biarlah dia orang kaya ini. ''Selamat pagi, kok malah diem?'' Aiden dengan senyum cerahnya menyapa Deema. Deema pun membalas senyum Aiden dengan singkat, lalu masuk ke dalam mobil. ''Mas, kok pakai mobil ini sih, gak enak tau.'' ''Orang itu, kalau ketemu di sapa dulu, bukan ngomel-ngomel ....'' ''Iya. Selamat pagi juga, Mas. Tapi ... Ini kenapa pakai mobil kaya gini sih. Aku gak suka ....'' Aiden belum menjalankan mobilnya, ia malah menatap aneh ke arah Deema. Sekelas mobil mewah seperti ini, Deema tidak suka? ''Ini mobil mewah loh, Dem. Saya sengaja bawa buat kamu.'' ''Mending-mending aku naik bus, dari pada naik mobil ceper kaya gini. Ini mobil kamu kalau bawahnya kegores sama aspal gimana? Mahal tau biayanya.'' Aiden meletakan tangannya di atas stir, dan menyandarkan kepalanya di sana. Ia pun tersenyum, entah mengapa jika melihat Deema marah-marah seperti ini, malah membuat moodnya menjadi baik. Ia menahan tawanya karena lucu melihat kekesalan Deema. ''Kenapa kamu malah liatin aku?'' ''Lucu,'' jawab Aiden seadanya. ''Aish ... Mas ...'' kesal Deema. ''Kenapa, sayang?'' ''Ini kenapa pakai mobil kaya gini ...'' Deema masih saja protes dengan Aiden karena menggunakan mobil yang sangat pendek seperti ini. ''Mau ganti? Saya pulang dulu, kamu tunggu di sini.'' ''Enggak usah deh. Ayo jalan aja. Kamu udah telatkan?'' ''Enggak, saya enggak telat. Kalau mau ganti mobil saya ganti sekarang.'' ''Hehehehe ... Enggak usah, Mas.'' ''Bener? Jangan marah-marah lagi.'' ''Iya-iya ....'' Aiden mulai melajukan mobilnya untuk bisa sampai di tujuan mereka masing-masing. ''Besok kamu mau gak saya ajak ke kantor.'' ''Hm? Ngapain, Mas? Nanti disangka anaknya lagi.'' ''Siapa tau kamu mau liat kantor saya.'' ''Emmm ... Mau sih, tapi ... Nanti aku pikir-pikir lagi, Deh.'' ''Oh iya, Mas. Kamu sudah makan?'' Aiden melirik ke arah Deema. Sepertinya Deema tahu jika dirinya belum sarapan pagi. ''Baru minum kopi aja.'' ''Aish ... Mas, kalau pagi itu diisi makanan dulu perutnya, baru minum kopi. Punya penyakit lambung loh ....'' ''Saya malas ambil makan tadi.'' ''Emm ... Bagus deh kalau kamu belum makan. Aku buatin nasi goreng soalnya buat kamu.'' Deema membuka tasnya, dan menyimpan kotak bekal itu di jok belakang mobil Aiden. ''Nanti kamu makan ya, sampai di kantor.'' ''Suapin,'' ucap Aiden dengan singkat, padat dan jelas. ''Masa di suapin, Mas? Udah besar loh ....'' ''Suapin.'' ''Ya Allah, Mas-Mas ....'' Deema sambil menahan senyumnya, ia kembali mengambil tas makanan tadi yang ia simpan di jok belakang mobil. Ia membuka tutup kotak bekal itu, dan mengambil sendok di sana, lalu ia mulai menyuapi Aiden sedikit demi sedikit. ''Aaaaa ...'' Aiden membuka mulutnya, dan menerima makanan yang sudah diberikan oleh Deema dengan nikmat. ''Emm ... Enak banget rasanya,'' ucap Aiden dengan suara tidak jelas karena mulutnya dipenuhi oleh nasi. ''Di kunyah dulu, Mas. Baru ngomong.'' Aiden pun langsung menelan makanannya. ''Minum, Deem,'' katanya yang meminta minum. Sepertinya Aiden tersedak karena terlalu heboh. Deema memberikan Aiden botol minum yang sudah terbuka, Aiden terima dengan baik. ''Suapin lagi,'' ucapnya. Deema mengikuti ucapan Aiden. Asyik juga ternyata menyapi orang yang sangat tampan seperti Aiden ini. Kita bisa puas melihat wajahnya, tanpa perlu alasan. ''Memangnya, Mas. Kantor kamu setiap sabtu dan minggu buka?'' Aiden pun mengangguk. ''Buka, tapi hanya ada beberapa pekerja yang dikhususkan untuk masuk di hari weekend.'' ''Mungkin cuma yang punya kerjaan banyak aja ya, Mas.'' ''Iya. Seperti itu.'' Deema baru tersadar jika Aiden saat ini memakai kameja berwarna cokelat tua dengan sangat rapi, tak lupa dengan dasinya yang terlihat sangat mahal itu. ''Saya bukan gunung yang terus diliatin.'' ''Loh, kok gunung? Gak jelas kamu,'' Deema yang tertangkap, harus menyelamatkan dirinya. ''Gunung itukan pemandangan, jadi diliatin terus.'' ''Hahaha ... serasa lagi ngobrol sama anak TK.'' Aiden pun tertawa. Ia sedikit tidak sadar jika melakukan hal konyol di depan Deema. Biarlah, ia tidak perlu menahan-nahan imagenya lagi. ''Mas, nanti aku pulang sekitar jam tiga sore. Kamu gak perlu jemput aku, ya ....'' ''Kenapa? Saya jemput. Enggak pakai mobil ini juga.'' ''Bukan itu, Mas. Kamu selesaikan saja pekerjaan kamu dulu. Urusan aku itu gampang. Okey, Mas?'' ''Emmm ... Tapi tidak apa-apa? '' Deema mengangguk. ''Tidak apa-apa sekali.'' ''Yasudah. Berarti nanti malam saya ke rumah kamu ya. Jangan lupa dandan yang cantik. Okey, sayang?'' Deema mengangguk-anggukan kepalanya. Ia menjadi salah tingkah seperti ini, jika terus Aiden puji dirinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD