3. Mahar Seratus Ribu Rupiah

1065 Words
"Kak! kamu yakin mau menikah dengan gadis biasa saja? Orang kampung lagi!" Berlian yang merupakan adik perempuan Yudha meremehkan. Saat ini, Yudha sedang berdandan dengan ditemani Nenek Mayang dan ibunya. Namun, tiba-tiba adik perempuannya nyelonong masuk ke dalam kamar begitu saja. Memberikan ucapan yang tidak enak didengar telinga. Jika Yudha memilih bungkam dan tidak menjawab, lantaran apa yang adiknya katakan benar adanya. Di mata Yudha, Alina hanyalah gadis desa biasa saja yang terlihat polos. Jauh berbeda dengan gadis kota kebanyakan yang tampil modis dan fashionable. Wajah glowing dan enak dipandang mata. Sementara Alina, setau Yudha, tidak pernah memakai make-up dalam kesehariannya. Bahkan bajunya saja lebih sering menggunakan baju rumahan ala kadarnya seperti celana pendek dan kaos oblong kedodoran. Namun, lain halnya dengan Nenek Mayang yang saat ini tengah duduk di tepi ranjang sedang memperhatikan cucu lelakinya merapikan kemejanya yang dibantu oleh sang menantu yaitu Saraswati, yang tak lain adalah ibu dari Barata Yudha. Wanita tua itu jelas tidak terima dengan perkataan sang cucu perempuan yang terdengar meremehkan gadis pilihannya. "Jangan asal bicara, Berlian! Kamu tidak tahu saja siapa Alina karena kamu belum mengenalnya." Berlian mencebik tidak senang dengan pembelaan sang Nenek. "Sehebat apa gadis kampungan itu sampai Nenek mau menjodohkannya dengan Mas Bara. Sungguh sangat disayangkan sekali karena Mas Bara harus terpaksa menikah. Padahal aku yakin sekali jika Mas Bara bisa mendapatkan gadis yang jauh lebih baik lagi. Lagian kenapa juga Mas Bara asal setuju saja ketika nenek menjodohkanmu." Kali ini Berlian mengarahkan tatapan kesal pada sang kakak yang tampak tenang. Padahal tanpa setau Berlian, Yudha sedang dilanda kegugupan. Meski pernikahan ini nanti tanpa cinta, tetap saja ada rasa gugup yang mendera. Yudha berdecak. "Ini juga karenamu, Berlian! Andai kamu tidak keburu-buru menikah ... aku juga tidak akan ada drama perjodohan segala." "Oh, jadi kamu menyesal telah Nenek jodohkan dengan Alina, Bara!" tatapan tajam Nenek Mayang, menciutkan nyali Yudha. Pasalnya, Nenek Mayang adalah satu-satu wanita dalam keluarga Darma, yang tak akan pernah bisa terbantahkan setiap perkataannya. "Bukan begitu, Nek!" Nenek Mayang berdecak kesal lalu beranjak berdiri. Menatap nyalang pada cucu perempuannya yang berusaha menggoyahkan hati Yudha. "Dan kamu, Berlian! Jangan racuni otak kakak kamu dengan semua omonganmu itu. Pernikahan Yudha dengan Alina akan dilangsungkan satu jam lagi. Nenek tidak ingin terjadi huru hara atas semua sikapmu itu." Nenek Mayang memberikan peringatan agar cucunya ini tidak berulah. Saraswati yang telah menyelesaikan sentuhan terakhir pada rambut sang putra, pun menengahi karena sejak tadi beliau sudah cukup mendengarkan semua perdebatan anak dan mertuanya. Jika Berlian tidak terima apabila ahli waris utama keluarga Darma menikahi gadis desa biasa, lain dengan perempuan berjilbab yang terlihat anggun dan cantik di usia lebih dari lima puluh tahun itu. Ialah Saraswati sang ibunda Yudha yang sama sekali tidak keberatan dengan keputusan Nenek Mayang. "Berlian, sudah. Percaya saja sama pilihan nenekmu. Nenek tidak akan menjerumuskan cucunya pada pilihan yang salah." "Tapi, Bu! Rasanya sangat disayangkan sekali jika Kak Bara harus menikahi perempuan secara random begini. Gimana kalau perempuan itu hanya mengincar harta keluarga kita? Namanya juga orang kampung kan pasti mata duitan!" Berlian tidak mau kalah dan tetap keukeh pada pendapatnya. "Berlian! apa kamu lupa jika ibumu ini dulunya juga hanya gadis desa yang dipungut oleh ayah kamu? Dan apa Ibu ini juga wanita matre yang hanya ingin menghabiskan harta ayah dan kakek kamu? Tidak kan? Ibu yakin sekali jika calon istri kakak kamu tidak akan begitu," ucap Saras yang membuat Berlian kalah omongan. "Baiklah jika begitu. Mari kita lanjutkan sandiwara kita sebagai orang miskin. Ingin lihat gimana calon istri Kak Bara. Apa iya di dunia ini masih ada wanita yang mau menerima dengan bahagia jika lelaki yang menikahinya bukanlah pria kaya," lanjut Berlian yang masih mencoba mencari kekurangan dari diri calon istri Yudha. Nenek Mayang kembali menimpali. "Kamu bisa lihat saja sendiri nanti, Berlian! Seharusnya saat Nenek dan Kakek melamar Alina, kamu ikut serta agar kamu tahu jika Alina tidak perduli apakah kakak kamu ini kaya atau miskin. Bahkan dia setuju saja saat Bara mengatakan hanya sanggup memberikan mas kawin seratus ribu saja." "Apa!" "Apa!" Pekik Saras dan Berlian secara bersamaan saking terkejutnya. Karena jujur keduanya tidak tahu menahu tentang hal ini. Sebenarnya, baik Saras maupun Surya yang merupakan kedua orang tua Barata Yudha, saat diminta datang ke kampung dengan penampilan sederhana, sudah membuat mereka keberatan. Bagaimana mungkin mereka datang ke kampung menggunakan mobil biasa saja hasil menyewa, sementara di garasi rumah mereka, berjajar banyak sekali jenis mobil mewah yang tinggal pakai saja. Terlebih Berlian yang tak henti mengomel karena harus tersiksa lantaran tak ada fasilitas mewah yang dia dapatkan saat harus pergi ke kampung seperti ini. Andai saja bukan karena sang kakak, mungkin Berlian lebih memilih untuk tinggal di rumah saja daripada harus menyaksikan pernikahan ala kadarnya di kampung mempelai wanita Yudha. ••• Saras menyenggol lengan suaminya. Dalam acara akad nikah yang akan digelar sebentar lagi, Saras masih belum percaya sepenuhnya jika sang putra hanya menghargai wanita yang akan dinikahi dengan mahar seratus ribu rupiah saja. Yang benar saja. Uang seratus ribu dapat apa? Bahkan jika digunakan untuk membeli seblak, hanya dapat satu mangkok saja. Astaga! Sungguh semua ini diluar dari pemikiran Saraswati. Beliau iya iya saja saat putranya mengatakan bahwa mereka harus menyamar menjadi orang biasa saja dan berpenampilan sederhana agar tidak mencolok. Karena di kampung ini tidak ada yang tahu siapa sebenarnya keluarga Darma. Jadilah mereka pun terpaksa menuruti saja permintaan Yudha asalkan putranya itu mau menikah. "Yah, ini beneran anak kita hanya kasih mahar seratus ribu saja?" tanya Saras sembari berbisik di dekat telinga suaminya, Surya Darma. "Ada seperangkat alat sholat dan juga cincin nikah." "Iya tapi masak uangnya hanya seratus ribu, Yah?" "Ibu lupa jika putramu itu hanya buruh pabrik biasa? Berapa sih gajinya buruh pabrik? Ayah rasa seratus ribu juga tidak masalah. Yang penting adalah sakralnya pernikahan." Saras terdiam dan tidak lagi mendebat. Baiklah. Meski ada rasa tidak terima, karena sejatinya sang putra lebih dari pada mampu jika memberikan mahar seratus kali lipat dari itu. Namun, ya sudah lah. Baik Saras dan Surya penasaran ingin tahu seperti apa rupa gadis yang akan dinikahi oleh sang putra. Dan ketika Alina dituntun keluar menuju ruang akad nikah akan dilangsungkan, semua mata terpana. Menyaksikan bagaimana rupa mempelai wanita. Meski ini hanya acara akad nikah sederhana, akan tetapi Alina berhasil menghipnotis semua dengan kecantikan dan keanggunannya. Sampai-sampai Yudha harus melupakan fakta bahwa selama ini dia selalu menganggap jika Alina hanyalah gadis desa biasa saja yang tidak memiliki kelebihan apa-apa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD