Kepindahan

979 Words
24 Juli 2016 "Apa ini?" "Di mana ini?" "Kenapa semua serba.." "AH!" Aku membuka mataku dengan lemas setelah sedikit terkejut dengan mimpi yang aku alami. Mimpi yang masih tidak ingin aku ceritakan hari ini. Aku sedikit memaksa badanku untuk bangun pagi ini setelah kemarin aku tidak sanggup bangun sendiri dari tempat tidurku selama sehari penuh. Hari ini, sedikit demi sedikit aku mulai dapat beraktifitas seperti biasa. Kulangkahkan kakiku ke arah dapur yang hening setelah kejadian yang menimpa rumah ini dua hari yang lalu. Kuambil satu kotak jus yang masih tersisa di dalam lemari esku, lalu aku tuangkan ke dalam gelas. Hah, sesuatu yang tidak penting kutuliskan di dalam buku harianku kali ini. Seperti yang kalian baca, tidak ada sesuatu yang istimewa dari meminum jus di pagi hari. Aku hanya ingin membagikan rasa kesepian dan kesendirianku. Aku merasa hampa, sangat hampa, begitu hampa, dan terlalu hampa. Kulangkahkan kakiku dengan malas menuju ke ruang tamu. Aku melihat beberapa orang dari pihak kepolisian sedang melakukan olah tempat kejadian perkara. Kulihat tangga menuju lantai dua yang berada di sebela kiri tidak jauh dari tempat aku berdiri saat ini, pamanku yang berasal dari pinggiran kota sedang bersusah payah membawa koper yang ia bawa dari kamarku di lantai dua. Aku tidak menyadari jika ternyata di depan pintu masuk sedang berdiri teman terbaik yang aku miliki saat ini. Daniel berdiri sambil memperhatikan para petugas kepolisian yang tengah bertugas. Sedetik kemudian ia beralih memandangku. Senyum simpul yang sedikit terkesan memaksa terpancar dari wajahnya. Daniel menghampiriku yang berdiri di ujung lain ruang tamu. Daniel terlihat membawa sebuah bingkisan kecil di tangan kanannya. Saat tiba di depanku, Daniel mengajakku untuk berbincang di taman belakang rumahku. "Kau benar-benar akan pindah, Rin?" Celetuk Daniel saat baru tiba di taman belakang. Terlihat tatapan mata sendu yang ia tujukan kepadaku. Di taman belakang rumahku terdapat sebuah meja dengan payung pantai, lengkap dengan satu set kursi yang mengrlilinginya. Serta terdapat kursi ayunan tempatku biasa menghabiskan waktu jika sedang sendiri. Maklum, kedua orang tuaku selalu sibuk. Hal itu membuatku sering menghabiskan waktu bersama para asisten rumah tangga di rumahku. Aku dan Daniel memilih untuk duduk di kursi ayunan. "Begitulah. Aku merasa tidak sanggup berada di tempat ini lagi. Terlalu sakit bagiku." Kutundukkan kepalaku. Aku tidak berani menatap wajah teman baikku ini. "Hahhhh, aku pasti akan sangat merindukan kehadiranmu di sini, Rin." Daniel menghela nafas panjang. "Sekarang sudah canggih, Daniel. Kau bukan orang yang tidak memiliki ponsel bukan?" Kudongakkan sedikit kepalaku menatap Daniel. "Lalu Rin, ada kabar tentang penyelidikan kasus keluargamu?" Tanya Daniel cemas. "Belum. Aku rasa pelakunya bukan amatir, Daniel. Mereka mengerti bagaimana cara menghilangkan barang bukti dengan sangat baik." Ucapku kembali tertunduk. "Katakanlah jika ada yang dapat aku bantu, Rin." Ucap Daniel sambil menepuk pundakku. Daniel beranjak dari tempat ia duduk. "Ambillah bingkisan kecil itu, Rin. Aku harap nanti akan berguna untukmu." Lalu Daniel melangkah pergi dari taman belakang. Kuambil bingkisan kecil yang ditinggalkan oleh Daniel di kursi ayunan, dan aku membukanya. Sebuah kartu memori ponsel terbungkus rapi di dalam bingkisan tersebut. Sadar aku tidak membawa ponsel ke taman belakang, kulangkahkan kakiku menuju ke kamar yang berada di lantai bawah rumahku. Kumasukkan kartu memori tersebut ke dalam ponselku dan aku lihat isinya. Kartu memori tersebut berisi panduan lengkap bela diri campuran beserta olahraga pendukung untuk membentuk otot dan stamina. Aku sedikit bingung dengan maksud Daniel berkata 'semoga nanti berguna'. Tapi aku rasa, berterima kasih akan hal ini juga bukan sesuatu yang salah. "Rin, bisa keluar sebentar?" Paman Juli memanggilku dari ruang tengah. Paman Juli adalah pamanku yang berasal dari pinggir kota yang aku ceritakan di awal. Beliau adalah orang yang mengangkat koper dari kamarku di lantai dua, membantuku pindah dari rumah ini. Aku beranjak dari kamarku menuju ruang tengah. Di sana paman Juli tengah duduk bersama seorang lelaki berpakaian rapi. Jika aku taksir ia seumuran dengan paman Juli. Aku mengambil tempat duduk di sebelah paman Juli, berhadapan dengan lelaki paruh baya di samping paman Juli. "Perkenalkan Rin, saya George, pengacara keluargamu. Saya tahu jika kau sedang berduka. Tetapi ada banyak hal yang harus kita urus sekarang. Saya hanya ingin menyerahkan berkas ini. Tolong kau baca dengan teliti." Pak Georde menyerahkan setumpuk berkas yang aku tidak tahu apa isinya. Paman Juli juga memintaku untuk membaca berkasnya dengan teliti, kemudian menandatangani berkas tersebut. Aku buka berkas tersebut di depan paman Juli dan pak George. Aku akan menuliskan inti dari isi berkasnya di sini. Yang pertama, pihak keluarga menyerahkan kasus pembunuhan keluargaku untuk diurus oleh pak George selaku kuasa hukum. Kedua, soal perusahaan keluargaku. Karena posisi penting di perusahaan yang diduduki oleh ayahku kosong, pak George dan paman Juli mengutus seorang pelaksana tugas. Seseorang yang paling dipercaya untuk menduduki sementara posisi tersebut, namun tetap dalam pengawasan jajaran atasan lain di perusahaan. Lalu ketiga, hak asuh atas diriku jatuh ke tangan paman Juli karena aku masih di bawah umur. Dan keempat, semua harta yang ditinggalkan oleh keluargaku, akan diwariskan kepadaku. Namun semua dapat aku ambil jika aku sudah cukup umur dan sudah siap secara lahir batin untuk mengelola semua harta dan perusahaan. Jadi, kepindahanku dari rumah ini bukan hanya sekedar liburan atau kepindahan sementara, melainkan kepindahan hak asuh. Semua berkas ini harus ditandatangani oleh aku selaku pewaris sah, dan paman Juli selaku waliku. Setelah semua berkas selesai ditandatangani, pak George ijin undur diri kepadaku dan paman Juli. Lalu paman Juli melanjutkan pekerjaannya membereskan koper dan beberapa barang milikku, sebelum kemudian kita berangkat ke rumah paman Juli di pinggir kota. Kedatanganku di rumah paman Juli disambut dengan sangat hangat. Bibi Ambar, istri paman Juli terlihat sangat cantik dengan pakaian sederhana yang ia kenakan. Sayangnya paman Juli dan bibi Ambar tidak memiliki seorang anak. Jadi aku rasa kehadiranku di sini dapat mengobati rasa rindu mereka akan hadirnya seorang anak dalam kehidupan rumah tangga. Dear diary, kesepian yang aku rasakan terasa semakin sesak. Semoga seiring berjalannya waktu, keheningan dalam kepalaku perlahan memudar. Dan cahaya harapan yang aku jaga dapat terus bersinar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD