15 | Permohonan Maaf

1480 Words
ANGEL tidak tahu, apa yang sebenarnya telah merasukinya tadi. Hanya mendengar suaranya sekali dan melihat sosoknya saja, dia langsung menggila dengan berpikir bahwa dia bisa mengalahkannya. Padahal ia sangat mengerti, jika mustahil untuk mengalahkannya. Dia tidak akan bisa menang melawan Gerald. Setidaknya tidak untuk sekarang. Sebelum ia mendapat energi sihir yang cukup juga fisik kuat hasil ditempa setiap harinya. Dia takkan bisa mengalahkan laki-laki itu. Apalagi mengorek informasi apa pun darinya atas kematian keluarga besarnya. Begitu ia membuka mata, Angel langsung duduk sambil menyembunyikan wajah di antara kedua lututnya. Dia menangis, menyesali tindakan refleks yang berani menyerang Gerald tanpa pikir panjang. Sekarang dia harus bagaimana? Bagaimana cara dia menjelaskan apa yang telah dia lakukan sebelumnya? Bagaimana cara dia memberikan sebuah alasan atas tindakan refleks yang ia buat sekejap mata saat melihat sosok Gerald berada di sampingnya? Angel tidak tahu bagaimana solusinya. Dia juga tidak bisa melakukan apa-apa. Gerald pasti telah mengenalinya. Walau hanya gerakan biasa yang dia lakukan, tapi laki-laki itu pasti bisa merasakan ada sesuatu yang berbeda darinya. Terlebih, ini pertemuan pertama Gerald dengan Claire, tapi Claire sudah bisa mengimbangi gerakan dan mengetahui semua tipuan yang nyaris tak pernah Gerald tunjukkan pada siapa pun sebelumnya. Dia pasti mengenaliku, pasti .... "Claire, kau sudah bangun?" Theo mendekat, mengulurkan tangan dan menyentuh bahunya pelan. Suara Theo membuat tubuhnya tersentak. Dia bahkan langsung menepis begitu tangan Theo hinggap di pundaknya. Beberapa detik kemudian, dia tersadar jika dirinya baru saja melakukan hal kurang ajar pada tunangannya. "Maaf ... aku ... aku tidak bisa mengendalikan diriku ... aku ...." Dia kesulitan mencari alasan. Dia melakukan satu kesalahan lain dengan menepis tangan Theo dengan kasar. Dia bahkan tidak menatap kedua matanya saat mengatakan penyesalannya. "Aku tahu itu. Kau tidak perlu menjelaskannya." Ranjang di sebelahnya bergerak, dia yakin Theo sedang duduk di sampingnya dengan mata tak lepas memandangi tubuhnya. "Aku ... aku ...." "Kau tak perlu menjelaskan apa pun, Claire. Aku mengerti, kau mungkin hanya terkejut melihat ada orang asing berada di rumahmu, lalu kau memutuskan untuk menyerangnya. Itu hal yang wajar dialami siapa pun, tapi akan terdengar tidak wajar kalau kau melakukannya pada seorang pangeran kerajaan. Kau pasti belum pernah melihatnya sebelumnya, bukan?" Angel menelan ludahnya susah payah. Theo membantunya mengarang alasan yang sebenarnya cukup masuk akal, tapi tidak benar-benar bisa masuk akal. Seandainya Angel tidak bisa mengimbangi gerakan Gerald sebelumnya, mungkin alasan itu akan terdengar sempurna. Namun, tidak ... Angel bisa mengimbangi gerakannya, padahal ini pertemuan pertama di antara mereka. Itu hal yang ajaib. Kepalanya dengan perlahan mendongak, menatap Theo yang terpana saat melihat penampilan wajah tunangannya yang hancur berantakan. Tangan laki-laki itu terulur, menghapus jejak air mata di kedua pipi Claire dengan kedua ibu jarinya. "Jangan takut, aku ada bersamamu. Gerald bukan orang yang jahat, jadi dia tidak akan berbuat macam-macam padamu. Kalaupun dia memang mau melakukannya, aku takkan membiarkannya menyakitimu. Aku tidak akan membiarkanmu terluka. Aku akan melindungimu, Claire!" Theo mendekatkan wajahnya, berniat mendaratkan sebuah kecupan singkat di kening tunangannya. "Ahh ... kata-katamu manis sekali, ya? Pantas saja ada banyak anak bangsawan yang tertarik padamu di luar sana dan ingin menjadikanmu suami masa depan mereka." Raphael muncul dan langsung merusak suasana romantis di antara Theo dan adiknya. Gerald mengikuti di belakangnya sambil memasang senyum miring, mengejek Theo yang baru saja melakukan hal tidak pantas di kamar tunangannya sendiri. Angel merasa pipinya terasa panas bukan main. Dia kembali menundukkan kepala, menyembunyikan wajah di antara kedua lututnya. Dia merasa sangat malu menyadari apa yang hampir saja terjadi padanya jika Raphael tidak muncul dari balik pintu. "Kau benar-benar perusak suasana yang hebat, Raphael!" geram Theo sedikit emosi. Dia berdiri dan ganti Raphael yang duduk di samping adiknya saat ini. "Tentu saja, aku harus melakukannya. Aku tak mau membiarkanmu berbuat macam-macam pada adik manisku ini, benar tidak, Ge?" Raphael meminta persetujuan Gerald yang malah tertawa pelan di tempatnya berdiri. "Kau harus belajar menahan diri, setidaknya sampai kalian benar-benar menikah nanti." "Aku tak menyangka kalimat seperti itu akan keluar dari mulutmu. Apa kau tak pernah melakukan hal macam-macam bersama tunanganmu?" tanya Theo dengan tatapan penuh selidik ke arah salah satu teman baiknya itu. "Tentu saja tidak pernah. Kau pikir, aku tipe laki-laki seperti apa? Aku bukan kalian yang tidak punya etika." Gerald bersedekap d**a, tampak sombong saat mengatakannya. "Kau yakin dia tidak pernah berbuat macam-macam bersama tunangannya?" tanya Theo menatap penuh selidik ke arah Raphael. Raphael yang mengangkat bahunya santai. "Gerald akan mengusirku setiap kali mereka ingin berdua. Aku tak tahu apa saja yang mereka lakukan di balik pohon besar tempat bermain mereka setiap harinya." Angel merasa kupingnya dan seluruh wajahnya terasa panas bukan main. Bisakah kalian membahas hal seperti itu di belakangku saja? Kenapa kalian harus membahasnya di sini dan di hadapanku pula! "Percayalah, aku tak pernah melakukan apa pun. Kalau dia masih ada, dia pasti akan memanggang kalian hidup-hidup." Raphael berjengit, Theo terlihat santai. "Sihir itu takkan berpengaruh buruk padaku," katanya tak acuh. "Hahaha, sepertinya aku harus bersyukur dia sudah tidak ada atau aku benar-benar akan jadi manusia panggang di tangannya. Oh iya ...." Bagaikan tersentak, Raphael membelai puncak kepala adiknya lalu bergumam dengan nada lembut dan penuh kasih sayang. "Hei, Claire, angkat kepalamu! Aku ingin memperkenalkanmu dengannya, agar kau tak sembarangan lagi menyerangnya." Angel mendongak dengan perlahan, menatap Raphael yang kini tersenyum menenangkan kegelisahannya sejak tadi. "Namanya Gerald von Athena. Walaupun penampilannya lebih mirip bandit daripada seorang pangeran, tapi dia benar-benar pangeran. Aku bekerja padanya, sebagai pengawal pribadinya." Angel memberanikan diri menatap Gerald yang tersenyum tipis kala melihatnya, tapi matanya dipenuhi sorot kesedihan. Pipinya pun terlihat tirus, tubuhnya pun tampak lebih kurus. Hanya melihatnya pun ia tahu jika selama ini Gerald cukup menderita. Terlepas dari apa yang telah diperbuatnya, dia benar-benar menderita karena kehilangan dirinya sebelumnya. Angel menganggukkan kepala pada Gerald. Lalu mengulurkan tangan kanannya dengan ragu. "Claire von Skywish, silakan panggil saja Claire, Pangeran Gerald." Dia memperkenalkan diri dengan sesopan mungkin. "Gerald, cukup panggil aku Gerald, jangan menambahkan apa pun di depan namaku." Gerald membalas jabat tangan Claire lalu cepat-cepat melepaskannya, karena Theo sejak tadi memandanginya dengan tatapan tidak suka. "Tenanglah, aku takkan merebutnya darimu. Kenapa kau terlihat seperti ingin sekali membunuhku?" Gerald tak habis pikir pada temannya satu ini. Dia seperti sangat terobsesi pada tunangannya sendiri. "Aku hanya ingin memperingatkanmu agar tidak mengambilnya dariku!" geraman Theo membuat Angel mengernyitkan dahi. Kenapa dia bisa sampai setakut itu? Bukankah mereka sudah bertunangan, lalu kenapa dia terlihat sangat takut kehilangan? Raphael yang menyadari hal itu pun menjelaskannya pada adiknya. "Jika Gerald mau, dia bisa merebut tunangan siapa pun yang ia ingin jadikan istri." "Hah?!" "Itu benar, terutama karena aku belum memiliki tunangan sekarang." Raut wajahnya berubah, senyumannya menghilang. "Namun, bukan berarti aku akan mengambil tunangan dari temanku sendiri. Lagi pula, dengan penampilan seperti itu, kau yakin aku akan tertarik padanya?" Entah kenapa Angel merasa kesal. Wajahnya jelas-jelas sangat berantakan, karena sejak tadi dia menangis dan menyesali kebodohannya. Dia juga tidak memakai make up, karena dia baru saja selesai berlatih pedang. Bahkan sebaliknya, dia bau keringat dan tampak sangat menjijikkan untuk seorang gadis bangsawan. "Apa mulutmu mau kurobek? Kata-kata kasarmu membuat telingaku sakit," kata Theo dengan wajah dingin. Walaupun wajahnya terlampau manis, tapi jika seperti ini dia tetap terlihat sangat mengerikan sekali. "Aku mengatakan yang sebenarnya. Seharusnya kau bersyukur karena tak perlu mengkhawatirkan masalah itu. Lagi pula, daripada tertarik sebagai lawan jenis, aku lebih tertarik untuk menjadikannya teman berlatih." Gerald menyeringai. Angel merasa harus minta maaf sekarang juga, sebelum laki-laki itu menggila dan mengatakan kalau dia lebih baik berlatih pedang bersamanya. "Aku tidak mengizinkannya." "Aku sangat menentangnya!" teriak Raphael ikut-ikutan. "Kenapa? Bukankah lebih baik kalau dia belajar dari orang yang hebat? Tapi ayahmu cukup hebat juga, Raphael. Dia bisa membuat adikmu yang tak bisa apa-apa ini menjadi lawanku dalam sebulan. Benar-benar menakjubkan!" "A-anu ... Pangeran ...." "Panggil saja Gerald. Kenapa?" "Aku minta maaf soal kejadian beberapa saat lalu. Aku tanpa sadar telah menyerangmu lalu mengatakan hal yang tak sopan padamu!" kata Angel yang terdengar panik saat mengatakannya. "Tenanglah, kau tidak perlu meminta maaf. Masalah ini akan terkunci rapat, karena hanya kami yang melihatnya," kata Theo mencoba menenangkan tunangannya. "Itu benar, kau tidak perlu meminta maaf. Mungkin karena aku juga yang salah, karena telah mengejutkanmu. Itu mengapa kau langsung menyerangku seperti itu. Tolong maafkan aku!" kata Gerald serius. "Kau mengejutkannya?" tanya Raphael dengan mata menyelidik. "Iya ... aku memotong pembicaraannya dengan ayahmu. Dari samping tubuhnya. Dia sepertinya sangat terkejut saat mendengar suaraku dan langsung menghadiahiku pedang miliknya." "Dasar orang m***m yang tidak mau mengaku!" umpat Theo terang-terangan. "Benar-benar m***m, harusnya aku membantu Claire mengulitimu tadi!" tambah Raphael. Gerald mendelik. "Hoi! Aku benar-benar tidak bermaksud melakukan apa pun padanya. Benarkan, Claire? Aku tak melakukan apa pun padamu, kan?" Dengan ragu Angel mengangguk. Karena kenyataan yang sebenarnya dia hanya terlalu takut saat melihat Gerald berada di sebelahnya. Dia takut, laki-laki itu menyadari keberadaannya, lalu membunuhnya. Dia takut mati tanpa mengetahui alasan mengapa keluarganya dibunuh sebelumnya. Dia ingin mengetahui alasan sebenarnya sebelum dia harus meninggalkan dunia ini untuk kedua kalinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD