keponakan liar

1605 Words
"Karena perceraian. Perceraian lah yang membawaku ke kamar, Uncle. Uncle tahu, malam ini aku diceraikan sama Niko." Ujar Naya menjawab pertanyaan Lanc, tapi Lanc diam saja saat mendengar jawaban Naya. Tidak bereaksi terkejut ataupun bahagia. Lanc tetap memperlihatkan wajah datar seperti tembok kamar hotel itu, hingga membuat Naya yang melihat reaksi Lanc yang biasa saja langsung mendekati Lanc, dan memeluk lengan Lanc dengan lembut. Flashback On "Apa! Cerai? Kamu kalau buat lelucon, yang lebih masuk akal bisa gak sih." Ujar Naya seraya masuk ke kamar pengantinnya dengan Niko, dan menganggap apa yang dikatakan oleh Niko itu hanya sebuah lelucon saja. Niko langsung menarik pergelangan tangan Naya, dan meminta Naya untuk keluar secara kasar. "Sekarang kamu sudah bukan istriku lagi! Dengar, Nay. Aku menikahimu karena aku mencintai kamu, dan aku juga selalu menjagamu dengan baik karena aku ingin menikmati keperawanan kamu saat malam pertama kita, tapi kenapa kamu malah tidur dengan pria lain!" bentak Niko dengan begitu kerasnya, karena Naya menganggap ucapan yang berbetuk kata talak dari Niko hanya dianggap lelucon oleh Naya. Naya yang mendapati kenyataan kalau Niko tidak sedang bercanda langsung menghapus air matanya yang tiba-tiba jatuh begitu saja dengan kasar. "Niko, kita sudah 2 tahun pacaran, dan kamu tidak menyentuhku, sudah pasti aku masih perawan karena aku tidak pernah di sentuh oleh pria manapun!" teriak Naya yang tidak terima mendapati tuduhan yang tidak pernah Naya lakukan. Disaat Naya dan Niko sedang terlibat perdebatan panas, pintu kamar pengantin mereka terbuka, dan betapa terkejutnya Naya saat mendapati Sintia dengan tidak tahu malunya masuk ke kamar pengantinnya. "Sintia, apa yang kamu lakukan disini? Kamu lupa, ini kamar pengantinku dengan Niko." Ujar Naya dengan nada bergetar. "Uh, itu di perbaiki dulu kata-katanya, Nay. Niko mantan suami kamu. Jadi ini bukan kamar pengantinmu." Ujar Sintia yang membuat jantung Naya seakan-akan berhenti berdetak karena mendengar ucapan Sintia. Naya mulai mengerti, kalau Niko sudah termakan omongan Sintia, kalau dirinya sudah tidak perawan. "Niko, aku bersumpah, aku masih perawan. Tolong kamu percaya sama aku. Aku sangat mencintai kamu. Mana mungkin aku mengkhianati kamu." Ujar Naya memohon pada Niko, karena Naya tidak ingin malam bahagianya berakhir dengan malam penderitaan. Niko yang mendengar ucapan Naya langsung mendorong tubuh Naya keluar dari kamar pengantin mereka, membuat Sintia langsung bertepuk tangan dengan penuh kesenangan. "Ayo, Sayang. Kita bersenang-senang. Biarkan sampah kotor itu menjauh." Ajak Sintia seraya meraba d**a Niko, dan dengan cepat Niko langsung masuk ke kamarnya setelah berhasil mengeluarkan Naya dari kamar yang memang sudah seharusnya menjadi kamarnya dengan Naya, bukan dengan Sintia. Naya yang mendengar ajakan Sintia, yang tentunya Naya mengerti maksud dar ajakan Sintia, hati Naya benar-benar sakit, bahkan sampai mengucapkan sumpah janjinya dalam hatinya dengan tangan yang sudah terkepal sangat kuat, tanda kalau hati Naya benar-benar terluka. Flashback Off "Uncle tidak terkejut?" tanya Naya penuh selidik, setelah Naya menceritakan semuanya pada Lanc, namun reaksi Lanc tidak sesuai ekspetasinya. "Jaga sikap kamu, karena kamu selamanya akan menjadi keponakanku. Tidak ada kata cerai dalam pernikahan kamu dengan Niko." Ujar Lanc yang membuat Naya langsung tertawa. "Uncle, selama ini aku sudah menjaga sikapku pada semua pria, bahkan bisa saja seluruh pria yang ada di dunia ini, karena aku menghormati Niko! Tapi pada akhirnya, seperti apa hasilnya, Uncle? Niko tetap menceraikan Aku!" dengan lantangnya Naya membalas kata-kata Lanc, namun Lanc hanya diam saja dan tetap melepaskan tangan Naya yang terus menempel pada tubuhnya. Lanc melangkah mendekati ranjang, dan duduk ditepi ranjang, lalu mengambil ponselnya, namun dengan cepat ponsel itu berpindah ke tangan Naya, membuat Lanc menatap Naya dengan tatapan dinginnya. "Aku tidak suka Uncle bermain ponsel saat bersama ku." Bisik Naya dengan mencondongkan tubuhnya pada Lanc, hingga kedua mata Lanc dapat melihat dengan jelas bentuk gunung kembar Naya. Lanc dengan cepat mengalihkan pandangannya ke sembarang arah, karena hanya menatapnya sekilas saja, Lanc merasa tubuhnya seperti ada di bawah terik matahari. Naya melempar ponsel Lanc ke ranjang, dan Naya tahu Lanc pria yang kejam, dan siapapun yang menyinggung atau bahkan membuatnya kesal, tidak akan dilepaskan begitu saja oleh Lanc, tapi Naya tidak takut, dan mungkin memang hanya Naya yang berani melakukan hal tersebut pada Lanc, dan anehnya Lanc tidak bersikap kasar pada Naya. Lanc hanya memberi peringatan sebatas kalimat saja, bukan berupa tindakan kasar seperti yang biasa Lanc lakukan pada orang lain. Naya kembali duduk di pangkuan Lanc, hingga secara refleksnya Lanc menahan pinggang Naya agar Naya tidak terjatuh, membuat Naya kembali tertawa saat kedua tangan Lanc menahan pinggangnya. "Sudahlah, Uncle. Tidak perlu munafik. Tinggal sikap aja, aku tidak keberatan, justru aku dengan sukarela melayani Uncle." Kata Naya dengan nada sensualnya, seraya mengelus jakun Lanc yang memang sejak tadi Naya melihatnya naik turun tanpa henti. "Keluarlah. Aku lelah. Jangan menggangguku. Kalau memang kamu ada masalah dengan Niko, selesaikan masalahnya. Dan kalau butuh bantuan ku, bisa temui aku besok." Ujar Lanc Dengan nada tegasnya, lalu berdiri tanpa memberi tahu Naya kalau ia akan membiarkan Naya jatuh, dan beruntungnya Naya tidak jatuh karena Naya langsung melingkarkan kedua tangannya di leher Lanc, hingga Naya seperti monyet yang bergantung pada tuannya. "Turun, nanti jatuh," kata Lanc datar, namun Naya tetap diam saja bahkan memperlihatkan senyum liciknya, membuat Lanc menatap Naya dengan tatapan penuh selidik. Lanc mendesah kasar, karena Naya benar-benar sudah membuat dirinya tersiksa. "Apa yang kamu inginkan?" tanya Lanc dengan posisi yang masih membiarkan Naya berada dalam gendongannya. "Uncle tahu tidak, kalau semua orang di luaran sana sering membicarakan Uncle. Katanya, Uncle itu bukan pria yang sempurna. Katanya , Uncle tidak tertarik sama seorang wanita, dan sekalipun dekat dengan wanita, gak ada reaksi apapun. Aku jadi penasaran, dan ingin membuktikan, apakah yang dikatakan orang di luaran sana itu benar, atau hanya isu belaka saja." Kata Naya yang membuat Lanc langsung melebarkan kedua matanya, saat mendengar ucapan yang lebih menjurus ke sebuah penghinaan. Enak saja di bilang gak bangun, Padahal miliknya nyaris sempurna, pikir Lanc. Lanc langsung menjatuhkan tubuhnya di ranjang, dengan posisi berada di atas tubuh Naya, namun tidak membuat Naya takut akan posisi yang seharusnya Naya menganggap tidak aman. "Kamu yakin ingin mencobanya?" tanya Lanc seraya mengelus bibir dan juga pipi Naya dengan lembut. "Uncle yang ragu, atau memang Uncle yang takut aku ragu?" Naya malah balik tanya, dan itu membuat Lanc langsung melumat bibir Naya dengan rakus, dan berhasil membungkam mulut Naya yang tidak berhenti mengoceh sejak masuk ke kamarnya. Naya sedikit terkejut saat Lanc melumat bibirnya dengan begitu rakus, bahkan tidak memberi jeda sedikitpun untuk dirinya mengambil nafas. Naya hanya terkejut sebentar, dan seterusnya, Naya membalas lumatan bibir Lanc dengan penuh kelembutan juga, hingga keduanya sama-sama menikmati. Tangan Lanc juga tidak tinggal diam, ia terus bermain dengan lincahnya di salah satu gunung kembar Naya, membuat Naya mendesah tanpa melepaskan tautan bibirnya. Belum juga Naya percaya kalau Lanc pria perkasa, bukan pria tak sempurna seperti yang ia dengar isu di luaran sana, Lanc sudah menyudahi permainan bibirnya, membuat Naya mendesah kasar. Lanc menjauhkan diri dari Naya, dan membenarkan kemejanya yang sudah kusut karena ulah tangan Naya, lalu mendekati nakas dan mengambil sebatang rokok, dan langsung menyesapnya dengan pandangan lurus ke depan. Naya berdiri dan membenarkan pakaiannya juga, lalu mendekati Lanc, dan menyandarkan punggungnya ke punggung Lanc, membuat Lanc melirik sekilas meski Lanc tidak dapat melihat Naya. "Keluarlah, Nay. Aku mau istirahat." Titah Lanc dengan penuh Ketegasan. "Kita istirahat bersama saja, Uncle." Kata Naya seraya membalikkan badannya dan memeluk Lanc dari belakang. Lanc tetap diam saja dan membiarkan Naya melingkarkan tangannya di perut nya. "Kamu tidak takut aku benar-benar akan menodai mu?" tanya Lanc dengan mata yang masih belum teralihkan dari tangan Naya yang melingkar di perutnya. "Tidak sama sekali, karena aku datang kesini memang ingin dinodai oleh Uncle. Lagipula, aku juga tidak yakin kalau Uncle akan meniduri ku, karena aku tahu, milik Uncle tidak berfungsi dengan baik." Ujar Naya dengan anda santainya menjawab pertanyaan Lanc dengan begitu detailnya, bahkan Naya tidak sadar kalau nafas Lanc sudah memburu saat mendengar kalau milik Lanc tidak berfungsi dengan baik. Sungguh penghinaan yang sangat luar biasa menurut Lanc, dimana Naya menghina dirinya tidak sempurna, dan ini yang pertama kalinya Lanc mendapat penghinaan dengan menghina dirinya tidak sempurna, dan beruntungnya yang menghina itu Naya. Entah kenapa, penghinaan dari Naya tidak membuat Lanc ingin membunuh Naya, tapi cukup membuat Lanc tertarik untuk memberi Naya pelajaran, yang jelas pelajaran untuk Naya kali ini bukan berupa kehilangan nyawa seperti yang seharusnya Lanc lakukan saat ada yang menghinanya, tapi untuk kali ini, Lanc memiliki rencana sendiri untuk memberi Naya pelajaran. "Kamu yakin datang kesini untuk dinodai? Kamu tidak takut aku benar-benar akan menodai mu? Kalau kamu tidak takut dinodai ku, aku yakin kamu akan percaya kalau aku bukan pria yang hijau seperti yang kamu katakan tadi. Yakin?" tanya Lanc ingin mendapat kepastian dari Naya, yang ternyata Naya langsung menganggukan kepalanya tanpa harus berpikir terlebih dahulu. Naya menantang Lanc bukan karena percaya dengan omongan orang yang menyatakan kalau Lanc GAY, tapi karena Naya memang rapuh karena dikecewakan oleh Niko, pria yang selama 2 tahun ini ia cintai. Lanc yang melihat anggukan kepala dari Naya, langsung mengambil alih gelas yang dipegang oleh Naya, lalu meletakkan gelas itu di nakas, dan membuang juga rokok yang baru ia habiskan setengahnya, lalu menjepit kedua pipi Naya dengan lembut. "Aku suka kamu menantang ku, keponakan. Tapi aku masih sadar kamu seharusnya tetap menjadi keponakanku. Jadi keluar dari kamar ini, sebelum aku benar-benar merobek bagian barang berharga yang ada di tubuhmu." Ujar Lanc Dengan penuh ketegasan, seraya melepaskan tangannya dari pipi Naya. "Aku juga suka ancaman Uncle." Kata Naya seraya mengecup d**a Lanc, dan menuntun tangan Lanc agar memegang pinggangnya. Naya tidak hanya mencium d**a Lanc, tapi juga leher dan berakhir di bibir Lanc, hingga gairah Lanc yang sudah terpancing karena sentuhan Naya langsung membuat Lanc membanting tubuh Naya ke ranjang, dan menindihnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD